Thursday, 25 April 2024, 13:33

  gaulislam edisi 245/tahun ke-5 (12 Sya’ban 1433 H/ 2 Juli 2012)

 

Banyak orang merasa senang mendapatkan perhiasan. Saya senang, kamu juga senang, semua orang pasti senang kalo dapetin segala pernik perhiasan dunia yang diinginkan: laptop, jam tangan keren, smartphone, motor, mobil, rumah dan berbagai jenis lainnya. Saya senang, kamu juga senang, semua orang pasti senang kalo dapetin prestasi mentereng yang tentu saja ini juga bagian dan pernik perhiasan dunia: juara satu di kelas, juara umum di sekolah, dapetin nilai UN tertinggi se-Indonesia. Termasuk dalam hal ini, ada juga orang merasa senang jika mendapatkan pernik perhiasan dunia, yang kadang sebenarnya mendekati semu jika pun didapatkan. Misalnya jadi negara terbaik di ajang kompetisi sepak bola, seperti yang dirasakan Spanyol saat ini. Spanyol menyingkirkan Italia di final Euro 2012 dengan skor telak 4 gol tanpa balas. Para pemain Spanyol bahagia, Vicente del Bosque juga gembira sebagai pelatihnya, rakyat Spanyol suka-cita berpesta, para penonton sepak bola di dunia ikutan larut dalam kemeriahan pesta kemenangan itu.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, tak bisa dipungkiri bahwa dunia dan seluruh isinya juga adalah perhiasan. Gemerlapnya membuat banyak manusia terpukau, terkagum-kagum, dan akhirnya ada yang terlena. Memburu segala perhiasan dunia, lalu melupakan bekal untuk akhirat. Harta kekayaan yang dimiliki adalah bagian dari perhiasan duniawi. Tak salah juga kita miliki, kelola, dan kembangkan. Namun, apa iya kita hanya berpikir selalu kepada harta yang kita miliki? Nggak lah. Selain nggak bakal dibawa mati, juga kita seharusnya memikirkan hal terpenting bagi kehidupan kita setelah di dunia, yakni di akhirat kelak. Terutama nasib kita, apakah akan menetap di neraka, atau mampir di neraka sebentar, atau langsung masuk surga? Itu ditentukan oleh pilihan kita saat jalani kehidupan di dunia ini. So, waspadalah dengan godaan dan bujuk rayu bertabur gemerlap duniawi.

Sebagai manusia, saya juga menyukai perhiasan duniawi kok. Rasanya senang banget begitu mendapatkan harta, suka sekali pas dapetin perhiasan duniawi lainnya: handphone, laptop, sepeda motor, kamera, jam tangan, dan lain sebagainya. Namun, jangan lupa bahwa semua itu sifatnya sementara dan hanya sekadar titipan dari Allah Swt. Jadi jangan sampe membuat kita terlena dan lupa diri, apalagi sampe melupakan akhirat tempat kita kembali kelak. Kalo udah melupakan akhirat, berarti lupa juga sama Allah Swt yang telah menyampaikan dalam al-Quran bahwa kita jangan sampe melupakan akhirat. Boleh merasakan kenikmatan dunia yang penuh dengan perhiasannya, tapi jangan lupakan akhirat yang jauh lebih baik daripada dunia. Sebagaimana dalam firmanNya: Bal tu’siruunal hayaataddunyaa wal’aakhirotu khoiruw wa’abqoo,” (artinya: akan tetapi manusia-manusia (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.)” (QS al-A’laa [87]: 16-17)

Semoga ayat ini cukup memberikan pengaruh kepada kita agar lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Jangan sampe kita lebih mencintai dunia dan perhiasaannya di atas kecintaan kita kepada akhirat. Dunia ini fana Bro, akhirat itu kekal dan tentu lebih baik. Prestasi apapun di dunia ini yang menjadi kebanggaan kita akan segera sirna. Alangkah ruginya lagi jika prestasi di dunia ini justru berkaitan dengan hal-hal negatif, atau lebih tepatnya prestasi maksiat. Naudzubillah min dzalik!

 

Cinta dunia, benci akhirat

Seorang kawan yang mengisi kultum pada suatu saat, menyampaikan sebuah hadist, tapi saya belum mengecek bagaimana derajat hadis ini (kalo pembaca ada yang mengetahui, boleh di-share ke saya). Sebab, sang kawan juga tidak menjelaskan lebih jauh. Saya sudah berusaha mencarinya tetapi belum ketemu sumbernya. Ada banyak keterangan di internet, tetapi informasi itu tidak mencantumkan periwayatnya.  Tetapi isinya cukup bagus. Kalimatnya seperti ini: saya’ti zamanun ‘ala ummati yuhibbuna khomsan wayansauna khomsan  (akan datang suatu masa dimana masa tersebut akan menimpa umat kami, mereka kelak akan mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara): yuhibbuunaddunya wayansaunal akhiroh”, umatku kelak di akhir zaman akan lebih mencintai dunia dan lupa kepada akhirat; yuhibbuunal kholqoh wayansaunal khooliqoh, umatku kelak di akhir zaman lebih mencintai dan memiliki perhatian kepada sesama makhluk Allah dan lupa kepada penciptanya; yuhibbunaddzunubah wayansaunattaubah, umatku kelak di akhir zaman akan lebih menyukai perbuatan-perbuatan dosa tetapi lupa kepada taubat; yuhibbuunal maala wayansaunal hisab”, umatku kelak di akhir zaman akan mencintai harta dan melupakan hisab; yuhibbunal kusuroh wayansaunal fahfaroh, umatku kelak di akhir zaman akan lebih menyukai gedung-gedung yang megah tetapi akan lupa terhadap kuburan.”

Bro en Sis pembaca setia gaulislam, kalo diresapi dalam-dalam memang faktanya saat ini sudah hadir di tengah-tengah kita. Nggak bisa dipungkiri bahwa banyak di antara manusia, termasuk kaum muslimin yang cinta dunia, lupa akhirat. Kalo orang kafir sih rasa-rasanya wajar karena mereka tidak beriman kepada Allah Swt., tetapi bagaimana dengan kaum muslimin yang beriman kepada Allah? Ini yang justru aneh kalo hadir juga dalam perilaku kaum muslimin. Nggak banget deh! Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS asy-Syura [42]: 20)

Berkaitan dengan kecintaan kepada dunia ini, memang banyak banget faktanya. Perhiasan dunia itu sering menipu, gemerlapnya bisa bikin kita terlena. Itu sebabnya, banyak manusia menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Boleh sih, memiliki perhiasan dunia, tetapi seperlunya saja dan jangan melupakan akhirat.

Sobat muda muslim, kita juga ternyata lebih memiliki perhatian kepada makhlukNya ketimbang penciptanya. Betapa banyak dari kita yang mengidolakan selebritis, baik dari kalangan artis, olahragawan, politikus, pejabat maupun mencintai keluarga melebihi kecintaan kepada Allah Swt. Banyak pula orang yang demi alasan “kerjasama usaha”, malah melakukan suap-menyuap dengan mitra usahanya. Itu artinya, dia mencintai perhiasan dunia, mencintai manusia, dan malah melupakan Allah Swt. Waspadalah, sobat!

Bila dicermati saat ini kita pun bisa dengan mudah menyaksikan bahwa banyak orang senang berbuat dosa, dan lupa, atau bahkan melupakan taubat kepada Allah Swt. Sehari-hari kerjanya menumpuk dosa dengan berbuat maksiat. Maksiat sampai mati! Sementara taubatnya lupa. Naudzubillah min dzalik.

Ide yang bertentangan dan menentang syariat Islam sudah berkeliaran. Banyak di antara kaum muslimin yang terpedaya. Coba deh kamu simak, betapa banyak remaja yang mengambil prinsip hedonis dan permisif dalam berbuat. Hedonis itu mencari kebahagiaan jasadi dan materi. Nggak peduli dengan halal dan haram. Permisif artinya serba boleh alias udah nggak mikirin lagi apakah perbuatannya bertentangan atau selaras dengan ajaran Islam. Ukurannya adalah hawa nafsunya. Syariat Islam malah dicampakkan. Maka, tak perlu kaget jika saat ini banyak kasus remaja pacaran, lalu seks bebas. Pacarannya aja haram, apalagi ngelakuin seks bebas alias zina, “haram kuadrat’ itu sih. Celakanya, bukannya bertobat malah terus berbuat maksiat, dan bangga pula dengan kemaksiatan yang dilakukannya.

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, banyak di antara manusia yang gemar menumpuk harta. Banyak yang ia koleksi, tetapi melupakan hisab di akhirat kelak. Orang yang memiliki harta hisabnya jauh lebih berat karena harus mempertanggung jawabkan; dari mana harta ia dapat, dan untuk apa harta itu dipergunakan. Saking sayangnya kepada harta, banyak orang yang untuk zakat aja nggak mau, shadaqah ogah, apalagi mewakafkan harta yang dimilikinya berupa tanah, bangunan dan sejenisnya, rasanya amat sulit diharapkan. Mereka bakhil, padahal harta itu tidak akan membuatnya hidup selamanya di dunia. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.”  (QS al-Humazah [104]: 1-7)

Bro en Sis, saya yakin kamu bisa dengan mudah saat ini melihat orang berlomba-lomba untuk membangun gedung-gedung mewah, rumah-rumah yang besar, tetapi melupakan bakal kuburannya, bangunan yang sempit dan berada di dalam tanah. Seolah mereka merasa akan berlama-lama di dunia dengan hartanya, dengan jabatannya, dengan tempat-tempat yang sudah dibangunnya. Semua itu akan sia-sia jika kemudian melalaikannya dari ibadah kepada Allah Swt dan melupakan kematian. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (maksudnya: bermegah-megahan dalam soal banyak harta, anak, pengikut, kemuliaan, dan seumpamanya telah melalaikan kamu dari ketaatan), sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin (melihat dengan mata kepala sendiri sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat), kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS at-Takaatsur [102]: 1-8)

Kalo disimak lebih jauh lagi memang hal ini tampak nyata dalam kehidupan kita saat ini. Kita bahkan bisa merasakan betapa perlombaan untuk bermegah-megahan itu juga bukan hanya dilakukan oleh orang kafir, tetapi banyak juga kaum muslimin yang berperilaku seperti itu. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat 1 dan 2 surat at-Takaatsur turun berkenaan dengan dua qabilah Anshar. Bani Haritsah dan Bani Harts yang saling menyombongkan diri dengan kekayaan dan keturunannya dengan saling bertanya: “Apakah kalian mempunyai pahlawan yang segagah dan secekatan si Anu?” Mereka menyombongkan diri pula dengan kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih hidup. Mereka mengajak pula pergi ke kubur untuk menyombongkan kepahlawanan dari golongannya yang sudah gugur, dengan menunjukkan keburannya. Ayat ini turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hidup bermegah-megah sehingga terlalaikan ibadahnya kepada Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Buraidah)

 

Yuk ah, interospeksi diri

Boys and gals rahimakumullah, sebagai muslim bukan berarti kita membenci dunia sepenuhnya, Nggak juga kok. Akhirat memang yang utama, tetapi dunia juga boleh kita nikmati. Allah Swt. berfirman (yang artinya): Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS al-Qashash [28]: 77)

Ayat ini jelas memberikan kebolehan bagi kita untuk menikmati dunia, tetapi tentunya tidak dijadikan sebagai yang utama dan tujuan akhir. Sebab, akhirat tetap tujuan akhir kita, Bro. Maka, nggak usahlah kita merasa terhina kalo gagal dapetin juara kelas. Nggak usah merasa langit runtuh kalo kita nggak bisa kuliah di perguruan tinggi incaran. Tak perlu merasa sedih kalo kita gagal lulus ujian. Biasa aja lagi. Sebaliknya, jangan pula iri dengan prestasi dan kebanggaan semu yang diraih orang-orang yang lalai atau malah orang kafir. Bila perlu malah harusnya kita nasihati mereka agar sadar. Kita memang senang dan boleh memburu perhiasan duniawi, tetapi itu sekadarnya saja. Bahkan dalam Islam, wanita pun adalah bagian dari perhiasan dunia, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah. Dari Abdullah bin Amr radiyallahu ‘anhu mengatakan, “Bahwa  Rasulullah shallaLlhu ‘alaihi wasallam  bersabda, Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR Muslim)

BTW, kalo sebaik-baiknya perhiasan di dunia adalah wanita shalihah, berarti selainnya (yakni harta, jabatan, prestasi, karir dan sejenisnya) adalah kurang baik. Yup, itu artinya pula kalo pun kaum muslimin mau memburu perhiasan dunia, maka burulah wanita shalihah (hehehe…tentu saja bagi yang mau  menikahinya ya, bukan untuk dijadikan pacar, apalagi sekadar buat teman tapi mesra). Ini juga berarti bahwa jika kaum wanita ingin menjadi sebaik-baik perhiasan, maka jadilah wanita yang shalihah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah mereka yang taat (kepada Allah), dan menjaga diri ketika (suami) tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka.” (QS an-Nisaa [4]:34)

Tatkala ia menjadi seorang anak, saudari, keponakan, atau yang lainnya, ia tidak akan pernah melalaikan kewajibannya. Maka wanita shalihah adalah perhiasan terbaik untuk manusia. Perhiasan dunia yang lainnya tidak ada yang bisa menandingi. Bener lho. Sumpah!

Ok, kembali ke pembahasan secara umum tentu perhiasan dunia. Kita nggak bisa menjadikan perhiasan dunia sebagai ukuran keberhasilan abadi. Sebab, percuma aja banyaknya hasil ‘buruan’ perhiasan dunia yang kita miliki, jika pada akhirnya hal itu melalaikan kita dari beriman dan beribadah kepada Allah Swt. Rasulullah saw. saja, amat sederhana dan tidak bermegah-megahan dengan harta. Dari Anas bin Malik berkata, “Saya masuk kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang berada di tempat tidur yang dipintal dan ditenun, dan di bawah kepalanya ada bantal yang isinya serabut pohon kurma. Antara kulitnya (Nabi) dan ranjang terdapat kain, lalu Umar masuk dan menangis, Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, ‘Apa yang membuat engkau menangis wahai Umar?’ la menjawab, ‘Demi Allah wahai Rasulullah!, tidaklah Saya menangis melainkan karena Saya tahu bahwa engkau adalah hamba yang paling mulia di sisi Allah dibandingkan Kisra dan Kaisar. Mereka berdua hidup bergelimang dengan gemerlapnya dunia, sedangkan engkau wahai Rasulullah di tempat seperti yang Saya lihat.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apakah engkau tidak rela wahai Umar!, bagi mereka kehidupan dunia sedangkan bagi kita adalah di akhirat?’ Saya menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah’ Nabi berkata, ‘Memang seharusnya demikian.’” (derajat hadist Hasan shahih, di dalam kitab Takhrijut-Targhiib (4/114). Muttafaqun ‘alaihi- Umar, tercantum dalam Shahih al-Adab al-Mufrad)

Oke deh sobat, kita fokus pada tujuan kita untuk akhirat. Nggak usah pusing atau merasa iri jika prestasi duniawi tak kita dapatkan. Nikmati dunia seperlunya, tetap tambatkan hati kita untuk akhirat. Maka, dalam hal apapun (pendidikan, jabatan, harta, prestasi dan sejenisnya), orientasi kita tetap akhirat. Itu artinya, semuanya harus disesuaikan dengan syariat Islam. Kalo nggak sesuai, ya ngapain diburu dan diperjuangkan perhiasan dunia tersebut. Iya nggak sih? So, banggalah jadi muslim, nikmati dunia sesuai kebutuhan saja, jadikan akhirat tujuan akhir. Beriman, berilmu, beramal shalih. Kita wujudkan itu yuk! [solihin | Twitter: @osolihin]

1 thought on “Berburu “Perhiasan Dunia”

Comments are closed.