Thursday, 25 April 2024, 08:37

logo-gi-3 gaulislam edisi 132/tahun ke-3 (19 Jumadil Ula 1431 H/ 3 Mei 2010)

 

Manusia dengan segala macam latar belakang, warna kulit, dan bahasa sebenarnya menjalani fenomena kehidupan yang serupa. Lihat saja diri kita dan putar kembali memori kita ke sebelas atau bahkan dua puluh tahun silam lewat foto-foto yang sempat diabadikan, lewat video yang sempat direkam.

Kelahiran misalnya; dari tidak ada menjadi ada. Kulit mulai bersentuhan dengan udara bumi. Panca indera mulai difungsikan. Terus, tumbuh dan berkembang; yang lemah menjadi mandiri. Kita sebelumnya  adalah para bayi mungil yang bisanya cuma ngompol dan menangis untuk meminta sesuatu. Kemudian berbulan berikutnya kita menjadi tahu cara lainnya untuk mengekspresikan keinginan walaupun baru sekadar bergumam dan… ngompol (teteep, ya hehe…). Merangkak lalu berdiri. Berdiri lalu berjalan.  Berjalan lalu melesat berlari. Kita tumbuh menjadi sosok dengan segudang potensi yang berhasrat besar meraih ribuan keinginan dan berjuta impian.

Terus kematian; ada menjadi tiada. Manusia-manusia gesit melemah. Tulang mulai terasa goyah. Beban badan yang sebenarnya ringan terasa menjadi berat.  Perlahan waktunya datang. Kematian pun menjemput semua orang.

That’s life! Tidak ada satu manusia pun yang bisa keluar dari putaran hidup yang semacam itu. Babak kehidupan yang sama. Hanya ceritanya saja yang berbeda di setiap episodenya dengan ending yang beragam pula.

Menjadi hamba Allah yang istimewa

Proses keimanan yang kita jalani memuarakan kita kepada satu keyakinan penuh dan utuh bahwa tuhan kita adalah Allah Swt. Kita yakin sepenuh hati bahwa Allah lah yang menciptakan kita. Kita pun yakin hanya Allah yang patut disembah dan dipuja.

Allah telah memberikan banyak anugerah kepada kita. Panca indera yang lengkap dan akal yang membuat kita mampu berpikir. Allah telah mengutus Rasulullah saw. dan menurunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi kita ke jalan yang terang, yakni Islam.

Islam dianugerahkan kepada para manusia sebagai agama yang sempurna. Semua persoalan bisa kita temukan jawabannya dalam Islam. Masalah menuntut ilmu ada jawabannya dalam Islam. Sering marahan dengan ortu, carilah solusinya di Islam. Ada masalah sama cowok? Islam juga ngasih jalan keluarnya. Persoalannya sekarang, seberapa sering kita mencari jawaban di Islam ketika bertemu dengan masalah? Jangan-jangan jarang atau malah nggak pernah sama-sekali. Waduh!

Kenapa, sih, harus Islam? Persoalan yang kita hadapi, kan, kebanyakan persoalan dunia bukan akhirat.  Emang, sih. Tapi, jangan lupa. Kita semua kan pasti akan menuju ke sana, ke kehidupan yang abadi. Setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya. Perbuatan kita ketika hidup di dunia,  memecahkan persoalan hidup dunia, akan menjadi penilaian amal baik atau buruk.

Buat kita yang mengaku  beriman kepada Allah, wajar kalau kita pakai apa yang sudah Allah berikan kepada kita. Wajar aja, kan, kita cari jawaban di Islam atas segala permasalahan yang kita hadapi. Itulah yang membuat kita menjadi istimewa. Manusia yang tidak hanya memperturutkan hawa nafsu dalam menyelesaikan persoalan hidup. Manusia yang beradab yang mau mengakui kelemahan di hadapan Zat Yang Maha Perkasa sekaligus taat terhadap aturan hidup yang diperuntukkan baginya oleh Allah yang menciptakannya.

Care terhadap sesama

Saat ini orang-orang yang punya rasa peduli itu langka. Kehidupan modern yang serba instan bikin kita nggak peka. Atmosfir kapitalisme yang pekat menyelubungi keseharian membuat kita cuma sibuk sama urusan uang.  Kita dibuat lebih nyaman mikirin urusan perut sendiri, dan mikirin nasib orang lain itu cuma jadi beban. Prinsipnya: “Elo ya urusin diri elo. Gua, ya gua”. Halah!

Padahal kita sadar kita nggak bakal bisa hidup tanpa keberadaan orang lain. Kita punya uang, tapi tanpa mbok, mbak, mas pedagang di pasar, apa tuh uang bisa langsung jadi makanan? Bisa care en share terhadap dan dengan orang lain bukan soal kemampuan, tapi kemauan. Untuk bisa seperti itu semua orang pasti mampu, tapi sayangnya tidak semua orang mau.

Buat saudara-saudara kita yang masih hidup dalam kekurangan dan kelaparan, mereka yang masih hidup dalam kecemasan dan penindasan penjajahan, seharusnya perasaan kita terusik, dan kita mau mulai berpikir. Apa yang kita bisa lakukan buat mereka? Penggalangan dana, mungkin. Penyampaian aspirasi ke pihak-pihak yang berwenang?  Boleh juga dicoba, atau kalaupun semua itu masih dirasa sulit masa iya seuntai doa saja kita pelit?

Buat teman-teman kita yang masih terbelenggu dengan masalah narkoba, berkutat dengan bentuk kemaksiatan lainnya, kita harusnya mau berbagi Islam dengan mereka. Kita coba rangkul mereka, gandeng tangan mereka dalam genggaman persaudaraan. Persaudaraan sejati yang hanya keimanan sebagai pondasi.

Kita bimbing mereka dengan pengetahuan Islam yang kita punya dengan rasa sayang dan cinta. Cinta tulus sebagai saudara yang diikat oleh Allah dengan Islam sebagai sandaran. Indah rasanya hidup kalau setiap diri kita bisa menjadi orang yang semanis itu buat sesama.

Kita bisa berdakwah

Kita mungkin tidak punya cukup uang untuk membantu teman yang sudah kecanduan narkoba masuk rehabilitasi. Kita pastinya tidak bisa menangkap para dedengkot korupsi karena kita bukan polisi. Tapi kita memiliki kekuatan yang lain. Kemampuan untuk berbicara.  Berbicara tentang yang haq, tentang Islam. Kemampuan untuk menulis. Menulis tentang kebenaran, ya tentang Islam. Kemampuan  yang Allah berikan menyertai kewajiban dakwah yang Allah bebankan. Fair, kan?

Al-Quran menyebut orang-orang mukmin laki-laki perempuan saling tolong dalam dakwah.  Allah Swt. berfirman: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma‘ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta‘at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS at-Taubah [9]: 71)

Rasul pun memberikan peringatan kepada kita.   Beliau saw. bersabda: “Hendaklah kalian benar-benar menyuruh perbuatan yang ma’ruf dan benar-benar melarang perbuatan yang munkar, atau (bila tidak kalian lakukan) Allah akan menjadikan orang-orang jahat di antara kalian berkuasa atas kalian semua (yang akibatnya banyak sekali kejahatan dan kemungkaran diperbuatnya) lalu orang-orang yang baik di antara kalian berdoa (agar kejahatan dan kemungkaran itu hilang) maka doa mereka (orang-orang baik itu) tidak diterima” (HR al-Bazzar dan ath-Thabrani)

Bro en Sis, dakwah tak berarti harus menjadi ustadz or ustadzah dahulu. Nggak kok. Nasihat kita kepada sesama juga adalah dakwah. Menegur dan mengingatkan saudara kita yang lalai menjalankan kewajiban ajaran agama juga adalah bagian dari dakwah. Yup, dakwah merupakan tugas yang mulia sekaligus bentuk teragung kepedulian kita kepada manusia lainnya.  Kita tentu tidak ingin menjadi orang baik sendirian. Apa gunanya menjadi orang baik seorang diri sedangkan sekelilingnya berbuat kemaksiatan dibiarkan?

Seperti orang yang tidak pernah mau membuang sampah sembarangan tapi tidak mencegah orang lain membuang sampah sembarangan. Sampah semakin bertumpuk, tapi orang itu masih merasa aman karena dia merasa tidak melakukan kesalahan. Toh, bukan dia yang melakukan. Tapi, di bulan-bulan selanjutnya bencana itu pun datang. Hujan lebat turun. Sampah yang menggunung menghambat air sungai mengalir. Air sungai berlimpah dan deras berbelok arah ke jalan raya, perlahan menggenangi perumahan dan akhirnya menenggelamkannya. Kita yang tidak pernah membuang sampah ke sungai tapi tidak pernah pula mencegah orang berbuat itu ikut merasakan akibatnya. Tragis!

Rasulullah saw bersabda :”Tidaklah suatu kaum yang orang-orang taatnya lebih banyak daripada pelaku maksiatnya, tetapi mereka membiarkannya, melainkan Allah akan mengadzabnya secara merata.” (HR Ahmad dan Baihaqi)

Menyeramkan. Kita tentunya tidak ingin itu menimpa. So, buruan deh meng-upgrade diri untuk menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang bergerak dan menunjukkan kepedulian dengan berbagi Islam. Caranya? Terus belajar Islam dan segera menyampaikannya kembali kepada orang-orang di sekitar.  Insya Allah keberkahan hidup bisa kita genggam.

Kita tidak sempurna

Kita tetap manusia yang penuh dengan keterbatasan dan kelemahan ketika menjalani aktivitas dakwah.  Kita tetap cewek yang butuh sahabat ketika bertemu dengan rintangan hidup. Kita tetap butuh makan dan minum. Kita bisa merasakan sakit dan sedih. Kita juga bisa tertawa dan merasakan bahagia.

Kita tetap manusia. Kita tidak pernah akan sempurna, tapi kita bukan manusia biasa. Buat kita yang sudah meniatkan diri menjadi pengawal agama Allah di muka bumi reward Allah pasti menanti. Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang menyeru manusia kepada petunjuk (Islam),dia pasti akan dapat pahala yang diperoleh orang yang mengikuti petunjuk itu tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Kesadaran kita sebagai manusia justru akan membawa kita kepada kehati-hatian dalam melangkah di dunia. Kita akan selalu senang hati belajar Islam secara kontinyu, sehingga selalu terjaga dari kesalahan dan selalu punya bahan untuk disampaikan ke orang lain. Kalaupun kita pernah berbuat salah, kita tidak akan pernah berlama-lama betah. Kita segera bangkit kembali menyusuri jalan yang seharusnya, yakni jalan Allah dan RasulNya. Islam memuliakan kita. Semangat! [nafiisah]

1 thought on “Karena Kita Manusia

  1. assalamualaikum…

    subhanallah,,
    tulisannya bguss bgeed mbak..

    iyah..
    emg sulit, mengajak org membuang sampah pda tempatnya.. heheu..
    tetep
    SMANGAAAddd..

    jangan berputus asa terhadap rahmat ALLAH..
    ALLAHU AKBAR.. 🙂

    bleh mnta share buatt di blog qu yeah mbak..
    syukron.. 🙂

Comments are closed.