Friday, 29 March 2024, 16:14

gaulislam edisi 288/tahun ke-6 (19 Jumadil Akhir 1434 H/ 29 April 2013)

 

Jangan kaget kalo saya ngajak kamu semua ngomongin politik. Remaja punya hak dan juga kewajiban lho dengan urusan politik. Kalo kamu ogah diajak ngomongin politik, berarti sebenarnya bisa jadi kamu udah dipolitikin sama orang lain yang ngerti politik. Lho, kok bisa? Ya, bisa dong, Sob. Alasannya apa? Hmm… kasih tahu nggak ya?

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, kamu suka merhatiin peristiwa-peristiwa yang berkembang dan jadi berita di media massa nggak? Kalo nonton tivi nih, sebenarnya yang kamu tonton tuh acara apa sih? Sepak bola? Musik? Sinetron? Infoitainment? Atau berita? Atau nggak nonton tivi?

Hmm.. sebenarnya semua contoh acara itu bisa saja terkategori informasi dan berita lho, termasuk yang hiburan sekalipun bisa saja bernilai informasi yang dikemas lewat hiburan. Tetapi persoalannya, kita harus menelaah setiap fakta: mengapa konser musik bisa ada dan digemari, mengapa sinetron digandrungi, kok bisa sih sepak bola jadi bisnis dan hiburan, nggak cuma sebagai pertandingan olah raga, kenapa juga ada ustad yang gaya hidupnya mirip artis/seleb di dunia hiburan, apa sebab ajang pencarian bakat masih ada, alasannya apa BBM (Bahan Bakar Minyak) akan dinaikan, kenapa juga TDL (tarif dasar listrik) udah duluan naik awal April 2013 kemarin, untuk apa Pak SBY punya akun twitter, kok bisa sih ada pejabat yang korupsi padahal uang mereka kan udah banyak, dan sejuta tanya yang membutuhkan jawaban bisa kamu ajukan. Pernah nggak kepikiran kayak gitu?

Hmm.. kalo yang di benakmu cuma mikirin pacaran, sekolah, belajar, dugem, hura-hura, hangout, galau, update status di twitter dan facebook yang penuh dengan keluhan, dan problem sejenisnya, lalu nggak mau mikirin yang berat-berat macam ekonomi, politik, hukum, pemerintahan, dan menganggap semua itu bikin bete, berarti ada yang salah dengan dirimu. Jujur saja nih. Berarti kamu udah malas mikirin orang lain, karena kamu disibukkan dengan urusan kamu sendiri. Iya nggak sih?

Sobat gaulislam, kamu perlu tahu dan memperhatikan dalam kehidupan ini. Persoalan kehidupan kita, sebenarnya bisa disederhanakan dengan pengelompokkan sebagai berikut: keperluan pribadi, keluarga, masyarakat, dan juga negara, lebih keren lagi, urusan seluruh dunia. Nah, tentu saja kemampuan manusia berbeda-beda dalam mengurusi kepentingannya masing-masing. Ada yang hanya bisa urus diri sendiri, tetapi ngurus keluarga berantakan. Ada yang nggak bisa ngurus diri sendiri, tetapi malah bisa ngurusin orang lain. Malah nggak sedikit yang ngeti problem negara tetapi nggak ngerti problem keluarganya sendiri. Lebih parah ada banyak juga yang nggak ngerti semuanya. Waduh, celaka tuh.

Yup, memang benar. Kita nggak bisa mengurusi semua hal dan dengan target berhasil. Nggak bisa begitu Bro en Sis. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah bagaimana kita bisa peka dan peduli terhadap segala urusan dan memiliki standar penilian serta solusi yang khas. Meskipun pada akhirnya nggak berhasil menyelesaikan, tetapi setidaknya kita tahu letak masalah dan juga jawabannya.

Selain itu, tentu saja harus ada ahlinya untuk bisa menyelesaikan setiap problem yang ada. Itu sebabnya ada beragam profesi yang bisa kita lihat saat ini. Ada guru, penjahit, tukang cukur, pedagang, montir, programmer, web desainer, web developer, arsitek, analis kimia, dokter, perawat, guru olah raga, penulis, ahli hadits, ahli tafsir, ahli fikih, tukang tambal ban, sopir, masinis, pilot, nakhoda, ahli ekonomi, ahli biologi, ahli fisika, pakar matematika, fotografer, desainer grafis, dan masih banyak lagi. Kalo ditulis semua, cukup repot deh. Hehehe…

Nah, kalo melihat kondisi kayak gitu, sebenarnya kita paham bahwa tak mungkin ada orang yang bisa memiliki keahlian dalam jumlah banyak. Pastilah ada bidang yang sangat dikuasainya, setengah dikuasainya, atau sedikit dia tahu saja tapi nggak menguasai. Namun demikian, semua orang pada hakikatnya bisa belajar banyak hal sesuai yang diminatinya meskipun tak terlalu ahli, tapi minimal dia tahu.

BTW, lalu apa kaitannya dengan judul ini? Kok panjang lebar nggak karuan nulis udah lebih dari tiga ribu karakter tapi belum nyambung dengan apa yang ditulis dalam judul? Hehehe.. sabar Bro en Sis. Saya cuma ingin menjelaskan bahwa benar keahlian itu sesuai dengan bidang yang dikuasai seseorang, tetapi ada yang harus dimiliki oleh semua muslim–nggak peduli latar belakangnya, yakni pemahaman terhadap agamanya, khususnya akidah dan syariat. Apakah dia doktor, dokter, dosen, montir, sopir, office boy, satpam dan lainnya (termasuk anak sekolah), tapi dalam urusan akidah dia harus sama, nggak boleh beda. Itu artinya pula, untuk urusan cara pandang terhadap suatu masalah haruslah sama sesuai sudut pandang Islam. Termasuk dalam hal ini adalah masalah politik.

Preeet! Kamu jangan kaget dulu sobat. Politik di sini bukan berarti urusannya dengan partai politik, lalu kamu nyalonin jadi anggota DPR atau sejenisnya. Itu hanya bagian kecil dalam aktivitas politik di negara kapitalis seperti yang kamu saksikan sekarang. Nyebelin memang. Tetapi yang akan kita bahas ini adalah politik dalam definisi ajaran Islam lho. Mau tahu? Teruskan bacaan kamu sampe habis di buletin gaulislam, buletin kesayangan kita semua. Swit swiw!

 

Icip-icip politik

Sebelum kamu ‘terjun’ ke dunia politik, harus tahu dulu apa itu politik. Makanya, di sinilah perlunya pendidikan. Pendidikan adalah segalanya. Orang bisa pinter, bisa ngerti dan bisa membuat segalanya lebih bermakna adalah karena pendidikan. Setiap pendidikan insya Allah akan mengantarkan kepada pencerahan ber­pikir. Kamu nggak bakalan kuper, o’on, dan juga nggak bakalan ditipeng orang, atau malah diperalat oleh pihak yang nggak bertanggung jawab. Kamu bisa hebat dan canggih, tentu lewat pendidikan yang canggih pula, kalo pen­didikannya aja meng­gunakan sistem yang nggak jelas, maka jangan harap kamu menjadi pinter dan cerdas.

Lalu apa arti politik dalam pandangan Islam? Dalam kitab Mafahim Siyasiyah dijelaskan bahwa politik adalah ri’ayatusy syu’unil ummah, alias pengaturan urusan ummat. Adapaun pengaturan urusan ummat tidak melulu urusan pemerintahan seperti sangkaan banyak orang, melainkan termasuk di dalamnya aspek ekonomi (iqtishadi), pidana (uqubat), sosial (ijtima’i), pendidikan (tarbiyah) dan lain-lain.

Pengen bukti? Nah, Islam telah memberi­kan gambaran yang utuh dalam masalah ini, bahkan sejarah memperlihatkan selama lebih dari 14 abad, kaum muslimin hidup dengan menerapkan aturan Islam. Tidak pernah ada satu masa pun kaum muslimin hidup dengan aturan selain Islam. Catet nih, Bro! Terakhir kaum muslimin hidup dalam naungan Islam adalah di tahun 1924, tepatnya tanggal 3 Maret tatkala Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki alias Konstantinopel diruntuh­kan oleh kaki tangan Inggris keturunan Yahudi, Musthafa Kemal Attaturk. Nah, dialah yang mengeluarkan perintah untuk mengusir Khalifah Abdul Majid bin Abdul Aziz, Khalifah (pemim­pin) terakhir kaum muslimin ke Swiss, dengan cuma berbekal koper pakaian dan secuil uang. Sebelumnya Kemal mengumumkan bahwa Majelis Nasional Turki telah menyetujui pengha­pusan Khilafah. Sejak saat itulah sampai sekarang kita nggak punya lagi pemerintahan Islam. Menyedihkan bukan? Ini tanggungjawab kita untuk menegak­kannya kembali, Bro en Sis!

Well, kok bengong? Atau sedih? Soalnya memang itulah gambaran kita saat ini. Coba dari dulu memahami istilah politik seperti ini. Pasti nggak bakalan bengong or bingung kayak sekarang. Tapi, alhamdulillah, sekarang kamu mulai paham sedikit demi sedikit tentang politik dalam pandangan Islam.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Nah, itu baru definisi politik lho. Sekarang saya jelaskan sedikit bahwa aktivitas politik itu memerlukan kesadaran politik. Waduh, apa pula itu? Nggak usah lebay. Ini penjelasannya. Muhammad Muhammad Ismail dalam kitab alFikru al-Islamiy menyebutkan bahwa kesadaran politik (wa’yu siyasi) haruslah terdiri dari dua unsur. Pertama, kesadaran itu haruslah bersifat universal atau mendunia (inter­nasional). Bukan kesadaran yang bersifat lokal semata. Tengok dong saudara-saudara kita di Palestina, Myanmar, Suriah, Afghanistan, Irak, atau saudara kita di Indonesia dan berbagai belahan dunia lainnya. Kita harus tahu dan peduli dengan keadaan mereka. Apakah sekarang lagi mende­rita atau bahagia. Harus sampai ke situ, Bro! Itulah namanya mondial alias mendunia.

Nah, unsur yang kedua adalah kesadaran politik yang dimiliki harus berdasarkan pada sudut pandang tertentu alias zawiyatun khosshoh. Dengan kata lain kita harus bertindak subyektif dan obyektif dalam menilai peristiwa politik yang terjadi. Lho, gimana sih, subyektif tapi sekaligus obyektif? Gini guys, maksudnya subyektif karena memang harus didasari pada sudut pandang Islam. Obyektif artinya kunti alias tekun dan teliti dalam ‘mem­baca’ peristiwa yang terjadi.

Ketelitian dan keakuratan memahami peristiwa politik, mutlak harus kamu miliki. Kenapa? Sebab, banyak peristiwa politik yang sering dikamuflase alias diputar-balikkan faktanya dan kerap menutup-nutupi berita. Kasus terorisme misalnya. Bansus, eh Densus 88 kan nyerangnya Islam dan kaum muslimin. Ini sudah jadi rahasia umum. Sehingga setiap aksi terorisme pasti ada hubungannya dengan umat Islam. Kacau banget kan? Ya, kayak di film Java Heat yang baru tayang di bioskop 18 April lalu. Itu penulis skenarionya, sutradaranya dan mungkin juga produsernya kok bela-belain menjejalkan adegan aktivitas terorisme dalam alur cerita, ya jadinya sekadar tempelan aja tuh karena nggak ada hubungannya dengan setting cerita utama. Tetapi celakanya adalah efek dari pesan tersebut yang menyiratkan bahwa Islam mengajarkan terorisme. Padahal mah, yang kerap lakukan teror adalah musuh-musuh Islam.

Nggak percaya? Lihat saja bagaimana pemerintah Amerika Serikat menyerang Irak dan Afghanistan, membajak revolusi Mesir, dan kini mencoba ngerecoki para pejuang Suriah dalam melawan rezim Bashar Assad laknatullah itu. Waspadalah! Fakta-fakta ini harus kamu ketahui dan pahami agar tak termakan opini sesat media Barat yang umumnya benci Islam. Mungkin ada fakta yang benar yang mereka sampaikan, tetapi tetaplah kudu diverifikasi agar pasti kebenarannya. Nggak asal telen aja.

 

Kebangkitan yang hakiki

Sobat gaulislam yang mulai peduli politik, untuk mewujudkan kebangkitan yang kita cita-citakan memang butuh keseriusan dari kita semua, kaum mus­limin. Meski kita masih remaja, bukan berarti nggak boleh serius. Justru seharusnya, masa remaja kita gunakan untuk mengasah supaya bisa mempertajam kemampuan berpikir kita. Lebih khusus lagi kemampuan untuk berpikir islami. Ada beberapa tahap yang bisa kita jadi­kan sebagai jalan untuk meniti kebangkitan yang hakiki. Menurut Ustadz Hafidz Shalih (dalam kitab an-Nahdhah, hlm. 132-155) ada beberapa tahap untuk menuju kebangkitan:

Pertama, setiap muslim kudu menyadari tugasnya sebagai pengemban dakwah. Allah Swt. berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.“ (QS an-Nahl [16]: 125)

Kedua, setiap muslim harus memahami Islam sebagai sebuah mabda, alias ideologi. Dengan begitu, kita bisa menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Islam bukan hanya mengatur urusan sholat, zakat, puasa aja, tapi sekaligus mengurusi masalah ekonomi, politik, pendidikan, hukum, peradilan, pemerin­tahan, dsb.

Ketiga, kita kudu berjuang mene­gakkan Islam. Keempat, melakukan kontak pemikiran dengan masyarakat, nggak cuma diem doang. Sebarkan ide-ide Islam kepada mereka. Kalo ternyata timbul pro dan kontra, itu wajar. Rasulullah saw. saja pernah merasakannya. Tenang. Kita di jalur yang benar.

Kelima, harus jelas dalam berjuang. Artinya, kita kudu fokus dan membatasi mana yang pokok, dan mana yang cabang. Allah swt berfirman: “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS Yusuf [12]: 108)

Keenam, harus berani melakukan shiraul fikriy (pertarungan pemikiran) dengan berbagai ide sesat yang ada di masyarakat. Misalnya, sampaikan bahwa demo­krasi sesat, nasiona­lisme itu tercela, seku­larisme adalah bagian dari kekufuran, perdukunan itu syirik, dan sebagainya.

Ketujuh, selalu meng-update perkem­bangan yang terjadi di masyarakat lalu berikan solusinya dengan ajaran Islam. Kedelapan, kita harus bisa menunjukkan kelemahan dan kepal­suan sistem kufur yang tengah meng­atur kehidupan masyarakat kita saat ini. Su­paya mereka juga ngeh, bahwa selama ini ternyata hidup dalam lingkungan yang tidak islami. Itu sebabnya kita juga mengajak kaum muslimin untuk berjuang melanjutkan kehidupan Islam.

Bro en Sis rahimakumullah, mau bangkit dan berjuang kan? Apalagi untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Pahalanya besar, lho. Jadi, buruan sadar, pelajari Islam, kerjasama dalam dakwah dengan saudara kita yang lainnya, dan ayo bangkit! [solihin | Twitter @osolihin]

2 thoughts on “Remaja Peduli Politik

  1. Subhanalloh,,,
    sebagai remaja kita harus senantiasa melek politik!!!
    mari kawan kita bersemangatt..
    memperjuangkan Islam…!
    Allohu Akbar

  2. Bro n Sis…
    Stil remember Andalusia…???
    Kita pernah berjaya disana…
    Semoga Alloh menjadikan Indonesia menjadi the next Andalusia… Riiiiight…???

Comments are closed.