Tuesday, 23 April 2024, 17:27

Keberanian dan ketegasan, serta ketegaran Sa’ad bin Malik za-Zuhri alias Sa’ad bin Abi Waqqash tak bisa diragukan lagi. Semangatnya mampu menenggelamkan rasa takut dan ngeri dalam dirinya. Bagi kamu yang doyan baca sirah sahabat, tentu amat mengenal kisah ‘perseteruan’ antara Sa’ad dengan ibunda tercintanya. Waktu itu, sang ibu melarang keras, bahkan mengeluarkan ancaman akan melakukan mogok makan, bila Sa’ad tetap memeluk Islam. Di ‘episode’ ini, kita bisa menyaksikan ketegasan dan ketegaran Sa’ad dalam menghadapi ibunya. Tanpa menghilangkan rasa hormat, Sa’ad tetap ngotot mempertahankan Islam sebagai agama yang mulia.

Dalam ‘episode’ yang akan dipaparkan sekarang ini, ada yang menarik dari sisi kehidupan Sa’ad sebagai seorang muslim dan prajurit Islam. Sa’ad terkenal sebagai anggota pasukan berkuda yang sangat lihai dan gagah berani. Bukan hanya itu, Sa’ad pun kesohor sebagai pemanah ulung. Ada dua hal penting yang selalu menjadikan Sa’ad dikenang dan istimewa, yakni pertama, bahwa dialah yang pertama kali melepaskan anak panah dalam membela agama Allah, sekaligus orang yang pertama tertembus anak panah. Dan ‘keunikan’ kedua yang dimiliki Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orangtua beliau. Sabda Rasulullah saw. pada saat perang Uhud: “Panahlah hai Sa’ad! Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu…” Hebat bukan?

Sebagai seorang muslim yang sudah ‘menyatukan’ dirinya dengan Islam. Adalah wajar bila sepak terjangnya selalu berlandaskan Islam. Apapun perintah yang wajib diamalkan oleh Allah dan Rasul-Nya, niscaya ia akan dengan senang hati melakukannya, termasuk urusan jihad. Nah, sahabat teladan kita yang satu ini betul-betul telah menunjukkan prestasi yang hebat dalam karir militernya. Sebagai seorang yang pandai memanah dan lihai menunggang kuda dalam setiap peperangan ini, membawanya selalu terdaftar sebagai anggota pasukan perang. Betul-betul prajurit pilihan. Bahkan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab berani mempercayakan posisi panglima perang kepada dirinya dalam pertempuran Qadisiyah. Padahal waktu itu, pasukan Persia yang harus diluluh-lantakan berjumlah lebih dari seratus ribu orang. Selain jumlahnya banyak, mereka adalah prajurit yang kenyang dengan tempaan dan dilengkapi peralatan militer yang canggih untuk ukuran waktu itu. Bukan hanya itu, Sa’ad juga harus beradu lihai dalam startegi perang dengan para pengatur siasat paling jempol yang dimiliki Persia. Tapi Sa’ad tak bergeming, malah sepertinya menganggap sebagai tantangan.

Dalam kasus ini, Khalifah Umar menulis surat perintah kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk segera berangkat ke Qadisiyah–yang merupakan pintu gerbang menuju Persia. Surat perintah tersebut dilengkapi pula dengan permintaan Amirul Mukminin untuk menggambarkan peta kekuatan yang dimiliki pasukan Islam dan pasukan musuh. Hebatnya Sa’ad, ia bisa? merinci dengan sangat detil posisi-posisi para prajurit, baik anggota pasukan Islam, maupun musuh. Betul-betul prajurit pilihan. Dengan balasan surat dari Sa’ad seperti itu, Khalifah Umar pun merasa tenang atas pilihannya.

Ada ‘fragmen’ menarik ketika Sa’ad mengirim beberapa sahabat sebagai utusan kepada Rustum–Panglima Perang Persia–untuk menyerunya beriman kepada Allah dan memeluk Islam. Negosiasi tersebut ternyata berlangsung alot dan akhirnya dihentikan dengan sebuah pernyataan salah seorang delegasi kaum muslimin, “Sesungguhnya Allah telah memilih kami untuk membebaskan hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dari pemujaan berhala kepada pengabdian terhadap Allah Swt., dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dan dari kedhaliman pihak penguasa kepada keadilan Islam. Maka siapa yang bersedia menerima itu dari kami, kami terima pula kesediaannya dan kami biarkan mereka. Tetapi siapa yang memerangi kami, kami perangi pula mereka hingga kami mencapai apa yang telah dijanjikan Allah…!

“Apa yang telah dijanjikan Allah itu?” tanya Rustum. “Surga bagi kami yang mati syahid, dan kemenangan bagi yang masih hidup.” jawab salah seorang utusan tersebut.

Sayangnya, meski mendengar pernyataan tersebut, Rustum tak bergeming, malah memilih mengangkat senjata. Mendengar kabar tersebut, ‘naluri’ keprajuritan Sa’ad bangkit, meski ia sendiri sedang sakit cukup parah. Ia berdiri di hadapan pasukannya yang sudah siaga untuk berpidato menggelorakan semangat jihad. Dan Rustum pun tewas bersama ribuan prajuritnya. Persia pun takluk. [GI-Onine]

3 thoughts on “Sa’ad bin Abi Waqqash; Prajurit Pilihan

  1. terharu
    kenapa ya zaman sekarang susah kali punya semangat kayak gitu
    karna sekarang kebanyakan islam KTP ya?
    kepedulian & ukhuwah juga minim kali
    berapa banyak muslim yg borju cuek2 aja sama yg fakir
    heran

Comments are closed.