Tuesday, 19 March 2024, 16:49

gaulislam edisi 353/tahun ke-7 (1 Syawal 1435 H/ 28 Juli 2014)

 

Halo pembaca setia gaulislam di mana pun kalian berada. Gimana kabarnya hari ini? Semoga sehat wal ‘afiyat, ya. Amiin. Alhamdulillah jumpa lagi di buletin kesayangan kita, buletin remaja gaulislam ‘bacaan pas remaja cerdas’ Edisi ke-353 (terbit hari Senin, 28 Juli 2014 atau 1 Syawal 1435 H). Well, hari ini penulis seneng banget. Tahu nggak kenapa? Hmm… masa sih nggak tahu? Kasih tahu nggak, ya? Ok, dari pada nanti bonyok plus tulang bengkok mending kasih tahu aja deh. (Lho? Emang siapa yang mau mukul?) So, today is special day! Hari ini adalah Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Yup, setelah kita ‘bertarung mati-matian’ menahan lapar dan haus (padahal biasanya isi kulkas ludes diembat tanpa sisa sedikit pun. Lebay!) akhirnya kita dipertemukan dengan Idul Fitri. Yeah! Waktu yang dinanti-nanti oleh seluruh kaum Muslimin seantreo dunia. Jelas dong! Gimana nggak, setelah berpuasa 1 bulan lamanya hari itu pun tiba. Eits, jangan lupa kita bersyukur. Alhamdulillah. Tapi bulan Ramadhan nggak cuma menahan lapar dan haus dong pastinya. Karena berpuasa juga menahan hawa nafsu kita. Tul nggak?

 

Gembira sambut Idul Fitri

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Hari Idul Fitri atau sering juga disebut hari lebaran emang event yang penting. Why? Sebab, dalam Islam hanya ada dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Fitri yang dihubungkan dengan puasa Ramadhan. Sedangkan Idul Adha dengan ibadah haji. So, sebagai kaum Muslimin kita gembira dong menyambut hari istimewa ini. Maka nggak heran banyak orang yang super sibuk nyiapinnya. Emang apa aja sih yang biasanya dilakukan saat menyambut hari lebaran?

Hmm… aktivitas masyarakat dalam hal ini emang macem-macem. Bahkan beberapa di antaranya sudah menjadi tradisi turun temurun. Sibuk bikin kue, mengecat rumah atau beli baju baru. Pada malam Idul Fitri atau dikenal sebagai malam takbiran, di mana orang-orang dari berbagai kalangan baik anak-anak, remaja atau dewasa keliling kampung rame-rame, mengumandangkan takbir sambil mukul bedug plus bawa obor. (Jadi inget jaman SD baheula. Hehehe…) Atau kalau di kota ngadain konvoi di jalanan. Beberapa ada yang naik mobil dan motor. Malah bisa bergadang semaleman. Bahayanya, kalau sampe mengganggu orang lain. Kalau bergadang, ujung-ujungnya bangun telat dan ketinggalan sholat Id, gawat!

Aktivitas lainnya yaitu nyundut petasan atau kembang api. Wah.. kalau yang ini sih kayaknya nggak bakal ketinggalan deh. Udah nggak aneh lagi. Main petasan rame-rame sampe ada perang petasan. Ditambah warna-warni cantik dalam bentuk menarik yang dihasilkan oleh petasan kembang api. Seperti bentuk bunga, ular naga, menara dll. Wuih… asiik! Tapi main petasan bisa mengganggu orang lain juga loh. Suaranya yang berisik bikin sakit telinga dan mengganggu orang yang lagi istirahat. Selain mengganggu, main petasan juga bisa membahayakan. Gimana coba kalau petasannya salah lempar alias salah sasaran? Harusnya ke depan malah balik ke tempat yang nyulutnya. Atau sebelum dilempar udah meledak duluan. Aduh… gimana nasib tangannya tuh? Bisa luka. Pasti. Beruntung kalau nggak buntung. Naudzubillahi min dzalik!

Petasan layaknya bom versi mini. Keduanya menghasilkan suara ledakan. Suara dan ledakan bom tentu lebih besar. Ngomongin soal bom, penulis teringat kepada saudara kita di Gaza yang terus dihujani bom oleh orang Yahudi Israel laknatullah. Akibatnya, saudara Muslim kita kehilangan tempat tinggal dan anggota keluarga. Sungguh berbeda dengan kita di negeri khatulistiwa ini. Bisa tidur enak, makan enak. Atau bergembira main petasan dan konvoi keliling jalan. Sementara saudara kita di sana mempertahankan tanah Islam dengan bertarung harta, jiwa bahkan nyawa. Sungguh miris!

Nggak cuma takbiran dan main petasan. Ada juga yang mabuk-mabukan, main gaple, nyabung ayam dan nonton dangdut koplo. Alasannya sih. ‘katanya’ mau memeriahkan acara lebaran. (Mungkin yang ngelakuin ini kebanyakan kaum bapak-bapak. Soalnya anak-anak kan pada main petasan. Hihihi…) Nah, yang lebih parah kaum muda-mudi nih. Acara maksiat semisal zina udah nggak asing lagi. Pergi bareng pacar, nonton kembang api dan akhirnya berzina. Astaghfirullah! Memeriahkan lebaran kok dengan berzina?

Sobat gaulislam, jangan sampe deh melakukan hal-hal kayak gini di malam Idul Fitri. Eh, nggak cuma di malam Idul Fitri tapi kapan pun dan di mana pun! Mending melakukan hal lain yang bermanfaat misalnya membaca al-Quran plus men-tadabburi-nya, sholat malam, membaca siroh dll.

 

Evaluasi diri setelah Ramadhan

Ramadhan emang sudah berlalu. Ibadah sholat tarawih tak akan kita jumpai selain di bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Menunggu detik-detik berbuka puasa bersama keluarga akan kita rindukan. Di bulan Ramadhan banyak kita jumpai wanita berbondong-bondong menutup auratnya dengan mengenakan kerudung. Baik di tempat umum atau di layar televisi. Remaja yang punya pacar diputusin dulu atau dikurangin ketemuannya (padahal tadinya tiap hari). Warung-warung tutup pada siang hari walaupun masih banyak sih yang bandel alias tetap buka. Banyak juga yang lebih giat beribadah. Mereka yang sebelum Ramadhan sholatnya bolong-bolong jadi full lima waktu saat Ramadhan. Mereka yang awalnya males sholat ke masjid jadi rajin bahkan ngisi shaf pertama. Teman-teman kita yang tadinya males baca al-Quran–bahkan sekadar untuk membukanya atau malah lebih bangga memajangnya di lemari ruang tamu–jadi rajin membacanya dan target harus khatam. Kaum muslimin yang tadinya enggan bersedekah dan berinfaq malah jadi yang tercepat mengeluarkan hartanya begitu Ramadhan tiba. Mereka yang tadinya jarang berdoa, juga yang tadinya jarang sholat sunnah, atau yang tadinya dan yang lainnya. (Aduh, kok jadi yang-yang begini sih? Jadi pusing nih, yang. Lho!)

Jujur, sebenernya hal itu emang membuat kita senang. Bisa dikatakan sebuah perubahan yang positif dan menjadi contoh yang baik bagi mereka yang saat ini masih enggan untuk beribadah. Namun, apakah setelah Ramadhan berlalu ibadahnya tetap rajin? Akankah istiqomah? Check it out!

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Setelah Ramadhan berlalu kita bisa lihat fenomena yang memprihatinkan. Selama Ramadhan ibadahnya rajin, semangat banget pokoknya, eh di bulan setelahnya malah berubah 180 derajat. Kerudung dilepas lah, nggak sholat di masjid lah, pacaran makin hot lah dll. Kalau kayak gini, lalu buat apa ibadah yang sudah dilakukan saat bulan Ramadhan? Apa ibadah cuma di bulan Ramadhan aja? Terus maksiat lagi di bulan lainnya? Astaghfirullah! Ini sih namanya bukan menjadikan kita bertakwa. Padahal Allah Ta’ala memerintahkan kita berpuasa agar kita menjadi pribadi yang bertakwa. Seperti dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 183)

Bertakwa itu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ramadhan berlalu tapi kita jadi malas beribadah atau malah berbuat maksiat. Nah, itu artinya kita nggak bertakwa. Sayang banget kalau ninggalin Ramadhan tanpa bekas. Tanpa dapet ‘sertifikat’ takwa. Justru, usai Ramadhan seharusnya membuat kita makin baik lagi. Makin semangat en rajin sholatnya, sedekahnya, baca al-Quran-nya, sholat sunnahnya dll. So, nggak cuma di bulan Ramadhan aja. Di bulan lainnya justru makin ‘digenjot’.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu (terus menerus) walaupun sedikit. (HR Abu Daud, An Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah)

Nah, udah jelas kan Allah Ta’ala menyukai amalan yang dilakukan terus menerus. Masih mau ngelak? So, usai Ramdahan kita kudu en harus intropeksi. Evaluasi diri. Apakah ibadah Ramadhan kita tahun ini lebih baik dibanding sebelumnya? Apakah ke depannya akan lebih giat beribadah atau malah sebaiknya? Dan apakah kita termasuk hamba-Nya yang bertakwa? Ayo evaluasi!

 

Berpuasa usai Ramadhan

Hah? Puasa usai Ramadhan emang ada, ya? Bukannya puasa cuma di bulan Ramadhan doang? Hmm… pertanyaan kayak gini nih yang mungkin dilontarkan oleh mereka yang cuma mengenal puasa Ramadhan. Lha, jadi beneran ada? Ya ada lah! Puasa itu macem-macem. Ada puasa wajib kayak puasa Ramadhan en puasa Nazar. Ada juga puasa sunnah kayak puasa Senin-Kamis, puasa Daud, puasa di hari-hari terang (ayyamul bidh) tiap bulan (yakni tanggal 13-15). Nah, puasa usai bulan Ramadhan tak lain dan tak bukan adalah puasa selama enam hari di bulan Syawal. Jadi, usai Ramadhan harus puasa lagi ya? Nggak wajib sih. Puasa enam hari di bulan Syawal itu hukumnya sunnah alias kalau dikerjain dapet pahala, kalau nggak ya nggak dapet apa-apa dan nggak berdosa. Tapi lebih bagus kalau puasa sunnah ini juga dilakukan.

Sobat gaulislam, puasa enam hari di bulan Syawal tentu memiliki keutamaan. Begitu juga dengan puasa yang lainnya. Dari Abu Ayyub al Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari bulan Syawal maka dia seperti berpuasa satu tahun penuh. (HR Muslim)

Tuh, seperti berpuasa satu tahun penuh. Bisa kebayang nggak? Puasa Ramadhan aja cuma 1 bulan. Eits, nggak cuma seperti puasa satu tahun penuh loh. Puasa enam hari di bulan Syawal juga sebagai penyempurna atas kekurangan puasa kita di bulan Ramadhan, menjadi tanda kalau kita teguhdalamberamal sholih–karena amal sholih nggak akan terputusdengan berlalunya bulan Ramadhan tetapi terus berlangsungselagi kita hidup–juga sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah Ta’ala. Wuih… mantap!

Soal waktunya, puasa sunnah ini bisa dikerjakan di awal, di tengah atau di akhir bulan Syawal. Tentu kalau dikerjain di awal lebih baik karena itu artinya kita bersegera dalam beramal sholih. But, puasa di tengah en di akhir bulan juga fine-fine aja. In sya Allah dapet pahala jika dikerjakan dengan benar dan ikhlas. Gimana? Siapp?

 

Idul Fitr sebagai hari berbuka

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Ada yang aneh nggak dengan tulisan yang pake bold di atas? Itu loh yang Idul Fitr sebagai hari berbuka. Cung yang ngerasa aneh! Nanti dikasih lolipop deh. Hehehe. Yap, penasaran apanya yang aneh? Ok, dari tadi kan penulis pake kata ‘Idul Fitri’. Nah, yang ini Idul Fitr. Bukan karena penulis lupa nggak ketik huruf ‘i’ di ujungnya ya. Bukan sengaja penulis hapus. Penulis ngetiknya dengan kesadaran full kok. Nggak setengah-setengah. So, apa bedanya?

Well, banyak orang Indonesia–mungkin juga kalian–memaknai Idul Fitri sebagai kembali suci. Kembali menjadi insan yang bersih layaknya bayi baru lahir, baru menatap indahnya bumi Allah dan nggak punya dosa. Betul apa bener? Namun, sebenernya Idul Fitri dan Idul Fitr (Ied Fitr) adalah dua istilah yang beda. Kalau Idul Fitr artinya kembali berbuka, setelah sebulan penuh kita puasa. So, arti sebenernya bukan Idul Fitri tapi Idul Fitr (Ied Fitr). Mungkin kalian baru tahu. Ok, no problem! (penulis juga baru tahu beberapa hari sebelum Lebaran. Heheheh…) Nah, karena sekarang udah pada tahu, jadi jangan lupa di-share lagi ke yang lain ya.

Ok, sobat gaulislam yang masih setia memegang dan membaca buletin ini, sudah sepantasnya kita bersyukur dan memanfaatkan momen spesial ini dengan baik. Entah itu dengan silaturrahim atau bermaaf-maafan yang sudah menjadi tradisi masyarakat kita. (Padahal minta maaf itu nggak mesti pas lebaran aja). Bulan Ramadhan dan hari Idul Fitr–yang merupakan syiar Islam–semoga membuat kita makin cinta dengan diin ini. Pokoknya makin lope-lope deh! Semoga Allah Ta’ala menerima ibadah puasa kita juga ibadah lainnya. Semoga kita lebih giat beribadah. Ingat, nggak cuma di bulan Ramadhan. Tetaplah berdakwah demi melanjutkan kehidupan Islam. Tetaplah berjuang hingga saat itu pun tiba. Saat di mana kita akan mendapat kemuliaan. Di mana syariat Islam kembali tegak di muka bumi ini. Insya Allah. Oya, sekalian atas nama pribadi dan kru gaulislam, mengucapkan: “Taqabbalallahu minna wa minkum”.Artinya, semoga Allah Ta’ala menerima (amal ibadah) kami dan ibadah kalian. Semoga ya. [Muhaira | email: Iraazzahra28@ymail.com]