Saturday, 20 April 2024, 03:40

gaulislam edisi 263/tahun ke-6 (20 Dzulhijjah 1433 H/ 5 November 2012)

 

Sobat muda, selama kamu menjalani hidup, apakah kamu pernah mempunyai idola? Ah, sebenarnya kalian tidaklah perlu menjawab pertanyaan ini. Saya sudah dapat memastikan apa jawabannya. Sudah dapat memastikan bahwa setiap dari kalian, termasuk yang sedang membaca Buletin gaulislam ini, tentulah pernah dan sekarang pun punya idola.

Eh, sebenarnya itu bukanlah semata-mata prediksi lho. Itu lebih ke arah fakta bahwasanya manusia, yang termasuk di dalamnya para remaja, mempunyai naluri alamiah untuk mengidolakan sesuatu.

Sebagai manusia, saya pernah merasakannya sendiri. Bahkan semenjak saya kecil. Pernah merasakan kekaguman luar biasa terhadap sosok Ultraman yang begitu besar dan mampu membuat para monster babak belur. Tercengang ketika pertama kali melihat lima orang manusia biasa di layar TV berubah menjadi lima pahlawan berhelm pembela kebenaran, Power Rangers. Tidak perlu waktu lama bagi saya untuk meniru gerak-gerik para jagoan layar TV yang saya tonton itu. Main gebuk teman sendiri adalah hasil dari mengidolakan enam jagoan itu. Ah, sebenarnya saya malu menceritakannya. Tapi tak apalah, sebagai gambaran dan pelajaran untuk semua.

Itu pada masa anak-anak. Idolanya biasanya tak jauh-jauh dari itu. Beranjak remaja, tentu beda lagi siapa idolanya. Kebanyakan remaja biasanya kesengsem dengan para artis. Apalagi di jaman sekarang dimana Korean Wave sedang gencar-gencarnya melanda negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini. Kebanyakan remajanya pun terlena. Terpukau dengan gaya dan dandanan orang-orang Korea itu. Efeknya? Sudah bisa ditebak, Bro en Sis. Ya, mereka akan mengikuti gaya para artis yang diidolakan. Baik itu cara berpakaian, pola pikir, dan prilaku mereka.

 

Selektif pilih idola

Oya, masalahnya sebenarnya terletak di sini. Para remaja kebanyakan mengikuti sesuatu dengan tanpa pertimbangan-pertimbangan lebih jauh. Main ikut aja, tanpa berpikir ulang apakah sesuatu yang diikuti itu benar atau salah. Nggak peduli lagi. Yang penting enjoy.

Padahal, idola yang mereka jadikan teladan, para artis itu lebih memberikan contoh yang negatif. Lihat aja, misalnya girlband-girlband yang sekarang tumbuh pesat bak jamur di musim penghujan. Siapa pun tahu bagaimana cara berbusana mereka. Serba terbuka. Memperlihatkan bagian tubuh yang semestinya tidak diperlihatkan di depan umum. Aurat yang semestinya ditutupi dengan baik. Yang semestinya tidak boleh diumbar-umbar kecuali untuk suami masing-masing jika sudah tiba waktunya, nanti setelah nikah.

Itu dari segi penampilan. Belum lagi dari segi pesan yang mereka sampaikan lewat lagu-lagu yang didendangkan. Lagu-lagu itu sengaja dibuat guna menyebarkan inspirasi tentang pengekspresian cinta yang bebas. Tidak harus pada orang, waktu, dan tempat yang tepat. Asal suka sama suka, bolehlah melakukan apa pun atas nama cinta. Kehidupan cinta yang bebas, tanpa ikatan suci bernama pernikahan. Sungguh ironi dan menyedihkan.

Namun sobat muda muslim, di tengah-tengah kesedihan yang ada, kita masih bisa dan patut untuk berbangga. Kenapa? Karena ternyata masih ada remaja-remaja tangguh di dunia ini. Mereka ini adalah para remaja yang yang sudah mulai paham bahwa hidup mereka tidaklah semata untuk main-main belaka. Ada sebuah pertanggungjawaban yang kelak harus dihadapi. Sebuah pertanggungjawaban yang hanya mengenal satu perhitungan berdasarkan kebenaran atau kebatilan. Oleh karenanya, kita bisa melihat, mereka sangat berhati-hati meniti hidup. Berpikir ribuan kali dalam urusan memilih idola. Begitu selektif. Jika kira-kira si calon idola dapat membimbing pada kebenaran, mendorong untuk senantiasa ingat dan dekat dengan Allah, maka mereka akan mengambilnya.

Namun, jika kira-kira si calon idola yang ‘ditaksir’ bisa membawanya pada kebatilan, mereka akan segera mengambil tindakan cepat. Melupakan dan untuk kemudian membuangnya jauh-jauh dari alur kehidupan mereka. Tidak peduli betapa kuat keinginan di dada untuk menjadikannya panutan. Syarat nggak terpenuhi, ke laut aja!

Hanya kitalah yang dapat menilai. Apakah diri masing-masing termasuk pada golongan remaja keropos yang begitu mudahnya ‘mengadopsi’ idola seenak hati. Atau, remaja tangguh dengan  perisai sekuat baja, yang hanya mengidolakan orang-orang yang senantiasa bertabur dan bertebar kebaikan.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, ada banyak idola bertebaran di muka bumi. Mereka menjelma bak pahlawan bagi ‘pengikut’ masing-masing. Namun, tahukah kalian bahwa seorang idola tidaklah selalu identik dengan pahlawan. Apalah jadinya jika setiap idola disebut pahlawan? Bagaimanalah mungkin seorang idola dengan milyaran fans berat tapi menyebarkan kesesatan dan kerusakan di muka bumi masih saja disebut pahlawan? Apakah kalian rela menyebutnya pahlawan? Akal yang masih waras tentu akan mengatakan tidak. Mereka adalah penjahat dan perusak, bukan pahlawan.

Dulu, seorang pahlawan biasanya diidentikkan pada mereka yang mati di medan pertempuran. Entah itu mati karena membela bangsa, negara, atau agama. Namun, semakin lama julukan atau gelar pahlawan ini semakin meluas cakupannya. Tidak lagi jelas batasannya. Tidak melulu dinisbatkan pada orang yang mati di medan pertempuran. Seorang bapak yang pontang-panting mencari nafkah kini juga bisa disebut pahlawan bagi keluarganya. Seorang guru yang berjuang mendidik dan mengajarkan ilmunya kini juga bisa disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Tetapi, secara umum bisa disimpulkan bahwa pahlawan adalah seseorang yang telah berjuang mengorbankan waktu, jiwa, atau raganya demi kebaikan orang lain. Jika dikaitkan dengan Islam, maka ‘pahlawan Islam’ adalah mereka yang telah mengorbankan waktu, jiwa, atau raganya demi menjaga serta menegakkan kemulian Islam dan para pengikutnya.

Sobat muda muslim, mempunyai idola memang naluriah. Tetapi menetapkan siapa idola kita, itulah yang penting. Tidak sembarangan. Karena jika sembarangan, dan ternyata kualitasnya buruk atau bahkan jahat, itu sama saja bermain-main dengan api. Waspada!

Idola memang diperlukan dalam pengembangan kepribadian seseorang. Karena manusia pada dasarnya memang membutuhkan panutan yang bisa menjadi cermin saat harus menentukan berbagai pilihan hidup. Sungguh tidak bisa terbayangkan jika seandainya idola yang dipilih adalah idola yang memberikan contoh yang buruk atau bahkan rusak, itu akan berpengaruh pada kepribadian kita.

 

Jadi idola bagi yang lain

Bro en Sis, kabar baiknya, kamu nggak harus selalu terpaku mencari idola. Kamu semua berpotensi menjadi idola atau teladan bagi yang lainnya. Seorang kakak misalnya, bisa menjadi teladan bagi adik-adiknya. Seorang guru, bisa menjadi teladan bagi para muridnya. Pun seorang remaja seperti kamu nih, bisa menjadi teladan bagi teman dan orang-orang sekitar. Maka pastikan apa yang diteladankan adalah teladan yang baik. Jangan sampai kalian memberikan teladan yang buruk pada teman dan lingkungan kalian.

Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang baik kemudian beramal dengannya, maka ia mendapat balasannya (pahala) dan balasan serupa dari orang yang beramal dengannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan siapa saja yang mencontohkan perbuatan yang buruk kemudian ia berbuat dengannya, maka ia mendapat balasannya dan balasan orang yang mengikutinya tanpa mengurangi balasan mereka sedikitpun,” (HR Ibnu Majah)

Lalu, bagaimana supaya tidak salah memilih idola? Ini penting. Karena di sinilah pangkal urusannya. Di sinilah seorang remaja sering terjebak. Terkadang seorang remaja merasa bahwa pilihannya sudah bagus, sudah mantap. Tapi ternyata, dia tertipu. Tertipu pesona semu sang idola.

Maka ada satu jurus jitu yang dapat dipakai supaya tidak tertipu dengan pesona palsu sang calon idola. Apa itu? Gunakanlah syariat Islam. Gunakanlah ia sebagai pedoman untuk menentukan siapa idola kalian. Islam adalah sebenar-benar petunjuk yang berasal dari Allah Ta’ala Yang Maha Mengetahui, pencipta manusia dan alam raya, Allah swt. Maka jika kita berpedoman padanya, sudah dapat dipastikan kamu semua nggak akan pernah dikecewakan. Sumpah? Ciyuz! Eh.

Tak hanya sampai di sini. Syariat Islam tidak hanya dapat digunakan sebagai pedoman untuk memilih idola. Tapi juga bisa digunakan jika kita ingin menjadi idola. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa. Sejak dahulu, telah bermunculan idola-idola berkualitas tinggi yang lahir berkat kegigihan mereka mengamalkan syariat Islam ini. Super keren!

Oya, tahukah kalian siapa idola yang paling agung yang pernah ada berkat kesempurnaannya mengamalkan ajaran Islam ini?  Dialah Rasulullah Muhammad saw. Keteladanannya bahkan tidaklah untuk manusia semata, melainkan juga untuk seluruh alam. Namanya bahkan tetap bersinar terang meskipun orangnya sudah meninggal ribuan tahun yang lalu. Akan senantiasa bersinar hingga dunia berakhir nanti.

Ah, tentu di antara kamu ada yang pesimis. Bagaimana mungkin bisa memilih idola atau bahkan menjadi idola dengan menggunakan syariat Islam. Padahal kamu marasa bahwa diri kamu masih sangat awam dengan Islam. Sangat minim pengetahuan.

Jangan terburu-buru berkecil hati dulu, sobat. Saya ingin mengingatkan bahwasanya obat dari segala macam kebodohan adalah kemauan untuk belajar. Ingin menguasai Islam, maka belajarlah. Belajar dengan tekun, dengan semangat sekuat baja. Berkorban waktu, harta, dan tenaga. Luangkanlah waktu untuk mau menghadiri kajian-kajian keislaman. Juga jangan ragu, sisihkan uang jajan untuk membeli buku-buku keislaman. Insya Allah, pengorbananmu akan berbuah manis. Dibalas oleh Allah dengan limpahan ilmu.

Maka dengan melimpahnya keilmuan Islam itu, diharapkan kalian dapat memilih dengan baik siapa idola kalian. Juga dapat menjadi idola berkualitas yang senantiasa bertabur dan bertebar kebaikan. Semoga. [Farid Ab | faridmedia.blogspot.com]

1 thought on “Siapa Idolamu, Sobat?

Comments are closed.