Thursday, 28 March 2024, 20:41

gaulislam edisi 554/tahun ke-11 (19 Ramadhan 1439 H/ 4 Juni 2018)

 

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bro en Sis! Pembaca setia Buletin Remaja gaulislam! Wuih… kalo melihat dari judul edisi kali ini, kira-kira kamu ada yang ingat sesuatu nggak? Itu, loh, suatu topik berita yang beberapa waktu lalu menjadi viral di media sosial. Khususnya di media sosial Instagram, nih. Hayoo… apa, ya? Lanjut, yuk!

Meski udah berlalu sekira dua pekan dari hari ini, tapi rasa-rasanya masih hangat kalo mau dibicarakan lagi. Ya, betul! Itu kasus penghinaan dan pengancaman terhadap Presiden Jokowi yang dilakukan oleh seorang remaja dengan inisial RJ.

Wah… jangan-jangan udah pada lupa, nih. Memang, sih. Kasus ini sudah tidak terlalu terdengar lagi ramainya. Terkubur oleh berita-berita terbaru lain. Tiktok misalnya. Aplikasi yang lagi viral banget di Instagram. Yang bahkan si aplikasi ini ternyata banyak juga kontroversinya. Tapi bukan itu yang akan kita ulas di sini. Bener, kan?

 

Menghina presiden?

Gimana, sih, kronologi kejadiannya? Jadi beberapa waktu yang lalu, ada sebuah video yang sangat menarik perhatian banyak penjelajah media sosial. Pasalnya, video ini berisi tentang penghinaan dan pengancaman terhadap Presiden Republik Indonesia saat ini, Joko Widodo. Melalui sebuah akun, pemuda dengan inisial RJ ini, dengan bertelanjang dada, ia berteriak-teriak dengan kata-kata yang tidak pantas sambil menunjuk-nunjuk foto Presiden Jokowi. Bahkan ia juga mengeluarkan kata-kata ancaman. Kira-kira gini, nih, yang RJ katakan dalam video berdurasi 19 detik itu. Nggak saya tulis semua transkripnya.

“Gue tembak loe ye. Ini kacung gua. Jokowi gila, gua bakar rumahnya. Presiden gua tantang cari gua 24 jam, kalau nggak loe temuin gua, gua yang menang,” kata RJ dalam video tersebut.

Wah… ngeri juga, ya, Bro en Sis. Tentu saja video ini menjadi viral dan menuai berbagai kontroversi. Hingga akhirnya polisi ikut turun tangan dan menangkap RJ di kediamannya di Jakarta.

Nah, RJ akhirnya ditangkap dan dibawa polisi untuk dimintai penjelasan tentang perbuatannya itu. Secara hukum dan juga catatan kejadian-kejadian sebelumnya, kasus penghinaan juga ancaman seperti kejadian ini, hukumannya tidaklah ringan. Bisa dikatakan, kasus ini adalah kasus yang cukup berat.

Tetapi apa yang terjadi? Seperti yang telah dijelaskan di banyak portal berita di internet, RJ tidak dihukum sebagaimana semestinya karena dikatakan masih di bawah umur. Kamu bisa mencari berita selengkapnya tentang kelanjutan kasus ini, ya. Si RJ hanya disebut sebagai anak yang berhadapan dengan hukum, ditambah pula dengan alasan bahwa apa yang dilakukannya konon sekadar lucu-lucuan. Selesai hanya dengan minta mangap, eh minta maaf. Ah, alangkah lucunya hukum di negeri ini.

 

Anak di bawah umur?

Mengutip dari penjelasan tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur, dijelaskan sebagaimana berikut:

Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kedua, bentuk-bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan terhadap anak di bawah umur: 1) Perlindungan melalui proses peradilan pidana anak; 2) Perlindungan melalui peraturan pidana anak; Perlindungan melalui penjara atau lembaga pemasyarakatan anak; dan 3) Perlindungan melalui rehabilitasi anak.

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tolok ukur untuk menentukan batas usia anak di bawah umur adalah seluruh sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, bahwa bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika adalah dengan perlindungan melalui proses peradilan pidana anak, perlindungan melalui peraturan pidana anak, perlindungan melalui penjara atau lembaga pemasyarakatan anak, dan perlindungan melalui rehabilitasi anak.

Padahal nih, di dalam undang-undang lainnya ditemukan bahwa:

Usia 12 tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sesuai psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Karenanya, batas umur 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat (2) UUD 1945.

Jadi, ya begitulah, akhir dari cerita ini. Tapi, sobat gaulislam, saya sendiri kok merasa kurang puas, ya? Seperti ada yang tidak pas dari penyelesaian hukum dalam kasus ini. Apalagi, pelaku yang sedang dibicarakan ini, bisa dibilang usianya adalah usia yang dijelaskan diparagraf sebelumnya, yaitu usia yang secara relatif seharusnya sudah tahu batasan mana yang salah untuk dilakukan juga konsekuensinya.

Ya, bisa dibilang bukan lagi usia anak-anak yang tidak bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Tapi dalam kasus ini, pelaku ternyata masih dianggap belum dewasa, alias masih anak-anak. Hmm.. Nggak betul, nih aturannya. Sama-sama dijelaskan dalam undang-undang tapi bertolak belakang. Inilah lemahnya hukum buatan manusia.

Oya, memangnya bagaimana, sih, yang seharusnya? Bagaimana, sih, definisi dewasa di dalam Islam? Pengen tahu? Stay tune!

 

Usia ‘mengerti’ dalam Islam

Jadi gini, nih, Bro en Sis sekalian yang Insyaa Allah selalu dalam perlindungan dan kasih sayang Allah Ta’ala. Dalam Islam, kedewasaan seseorang itu ditandai dengan usia baligh. Artinya, kalau seorang anak itu sudah muncul tanda-tanda baligh pada dirinya, baik itu laki-laki atau perempuan, maka ia bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya. Biasanya, dimulai sejak umur 12 tahun. Nah, sejak saat itulah, segala perbuatan yang ia lakukan, maka ia sendiri yang akan menerima konsekuensinya. Kalau beramal baik, ganjarannya adalah pahala. Begitu pula sebaliknya. Jika melakukan dosa, maka dosanya adalah untuk dirinya sendiri.

Nah, ketika seorang anak itu memasuki usia baligh, berarti ia sudah bukan anak-anak lagi. Maka ia sudah menjadi mukallaf, yaitu orang yang terbebani hukum. Tapi sebelum memasuki usia baligh, di usia tertentu, anak-anak juga sudah bisa membedakan, mana yang baik dan buruk. Ia bisa menentukan jika suatu hal itu akibatnya adalah keburukan, maka harus ditinggalkan. Nah, usia ini disebut dengan usia tamyiz.

Seorang anak bisa dikatakan masuk di usia tamyiz yaitu ketika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kiri. Apalagi seseorang yang sudah memasuki usia remaja, seperti halnya RJ yang sudah berumur 16 tahun. Mestinya, dia sudah pasti tahu benar dan salah. Bohong kalo dia nggak ngerti. Jelas, bukan anak-anak lagi.

Sebenarnya, kejadian seperti kasusnya si RJ ini, tidak boleh dibiarkan begitu saja. Karena apa? Jika tidak diberi hukuman, maka kasus serupa akan sangat mungkin terulang. Seperti halnya dalam pembahasan sosiologi tentang pengendalian sosial, yakni salah satunya adalah tindakan represif. Why? Agar menimbulkan rasa jera, supaya tidak terjadi pelanggaran lainnya lagi.

Tapi kita bisa lihat sendiri, untuk kasus ini, bagaimana tidak adil dan lemahnya hukum yang ada saat ini. Ketika seseorang yang sudah mengerti berbuat seenaknya yang menimbulkan kerusakan, tidak ada hukuman yang pantas bagi si pelaku. Apalagi di zaman sekarang, Bro en Sis, banyak sekali kepentingan orang yang berkuasa di dalam hukum di dunia ini. Hukum ini bisa dijual dan dibeli. Tergantung dengan kasus dan harganya. Lihat sendiri, kan, bagaimana tidak jernihnya hukum yang ada sekarang. Keadilan sulit sekali untuk dicari. Ckckck… sedih banget, nggak, sih? Begitulah.

Sobat gaulislam, padahal untuk kasus ini, asalkan anak itu normal, alias bisa dikatakan berakal atau masih waras ya harusnya dihukum. Bener. Jika ia memang berbuat salah, berbuat yang dapat menimbulkan kerusakan, maka hukuman tetap berlaku baginya. Itu juga bisa dijadikan sebagai pencegahan buat anak-anak lain yang mungkin berpikiran sama. Sehingga kerusakan selanjutnya bisa dicegah. Kalo nggak dihukum, ya percuma ada hukum atau memang begitulah hukum buatan manusia. Jauh dari rasa keadilan.

 

Islam punya sistem terbaik

Nah, kalau di dalam hukum Islam, nih, Bro en Sis, ada juga penyelesaiannya. Tentu, dong! Karena di dalam Islam, semua permasalahan mulai dari A sampai Z itu ada solusinya. Termasuk dalam menghukum anak yang melakukan kerusakan, kejahatan, kekejian, dan penghinaan dan pengancaman.

Dalam kasus seperti kasusnya RJ ini, nih, kita harus bisa melihat dengan jelas dan detil. Apakah anak ini sudah baligh atau belum. Tapi sepertinya sudah baligh. Usianya aja udah 16 tahun. Cowok rata-rata masuk usia baligh di umur antara 12-14 tahun.

Nah, kalo ia sudah baligh, maka ia dijatuhi hukuman sebagaimana orang dewasa. Bagi anak yang belum baligh, maka ayah atau walinya lah, yang dipanggil untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan anaknya. Anak mana, sih, yang mau ayahnya dihukum karena kesalahannya? Maka itu adalah ganjaran yang berat juga baginya. Lalu bagaimana dengan si anak? Biar ayahnya yang menghukumnya, untuk mendidik dan merasa jera sehingga akan berhati-hati dikemudian harinya.

Oya, di lingkungan masyarakat juga harus ada pembelajaran untuk menyiapkan anak usia baligh agar taat pada syariat Allah dan berpikir secara dewasa.

Tuh, kamu sekarang bisa lihat dengan jelas, kan. Ya, kita bisa lihat solusi yang sangat baik di dalam Islam. Bila hukum Islam ini diterapkan, Insyaa Allah kerusakan yang akan terjadi bisa dicegah. Terutama karena Allah pasti meridhoi syariat-Nya diterapkan. Setuju, nggak? Setuju, dong!

Kesimpulannya nih, Bro en Sis. ABG yang menghina dan mengancam presiden itu, kan bisa dikategorikan sebagai tindakan yang merusak. Merusak apa? Ya merusak kedamaian yang ada. Hihihi.. Iya, perbuatan itu adalah perbuatan yang patut dijatuhi hukuman. Beneran. Sebab si ABG berinisial RJ ini, secara hukum Islam seharusnya bisa dikenakan sanksi. Karena, syarat ia menjadi orang yang terbebani hukum sudah lengkap, yaitu baligh dan berakal.

Terus sanksinya apa? Kalau dalam Daulah Islam, sanksinya itu bisa masuk kategori Ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan khusus oleh khalifah melalui hakim (qadhi).

Nah, khusus terkait persoalan ini dibahas di Kitab Nidhomul ‘Uqubat karya Dr Abdurrahman al-Maliki. Ada di bab tentang pelanggaran terhadap harga diri. Dalam bab tersebut dijelaskan perbedaan antara al-dzam, al-qadh, dan at-tahqiir adalah; al-dzam adalah penisbahan sebuah perkara tertentu kepada seseorang, walaupun dalam bentuk sindiran halus (samar) dan pertanyaan yang esensinya berhubungan dengan reputasi dan harga diri, atau sesuatu yang menyebabkan kemarahan dan pencelaan manusia.

Sama saja, apakah perbuatan yang dilakukan tersebut termasuk kejahatan atau tidak. Seperti, seseorang berkata kepada orang lain, “Kamu ini pembohong.”    Maka, bohong dinisbahkan kepada orang tersebut, atau pencuri, atau yang lain-lain.

Adapun al-qadh adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dan harga diri seseorang tanpa menisbahkan hal-hal tertentu kepada orang lain. Sebagaimana seseorang berkata kepada orang lain, “Wahai si hina dina.”  Hai rendah!; ‘Hai orang hina”; atau yang lain.

Sedangkan al-tahqiir, adalah setiap kata celaan atau tanda-tanda yang  menunjukkan celaan (pelecehan). Pada tiga kasus semacam ini, garis-garis besarnya diringkas hal berikut ini;

Pertama, setiap orang yang mencela orang lain dengan menisbahkan perkara-perkara tertentu kepada orang lain, ia dikenakan sanksi jilid dan penjara sebulan sampai 2 tahun. Akan tetapi, jika terdakwa bisa membuktikan perkara yang telah ia nisbahkan kepada orang lain tersebut dengan bukti-bukti yang syar’iyyah, maka orang tersebut tidak dikenai sanksi atas celaannya. Ini dianalogkan dengan kasus qadzaf (tuduhan).

Kedua, Qadh terhadap seseorang dikenai sanksi jilid atau penjara mulai dari 1 bulan hingga 2 tahun. Bagi pelaku qadh tidak diperkenankan membenarkan dirinya sendiri dengan suatu bukti yang jelas, atas apa yang telah ia celakan kepada orang lain tersebut.

Ketiga, setiap orang yang melecehkan orang lain dengan wasilah apapun, dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 6 bulan.

Cukup tiga poin saja. Selengkapnya, kamu bisa baca-baca lagi tentang sistem ‘Uqubat dalam Islam. Udah ada kok bukunya dijual di toko buku. Atau, kamu belajar ngaji aja di rohis sekolahmu. Keren deh!

So, tentang pro-kontra batas usia anak di bawah umur ini, ikuti aturan Islam aja laah, ya. Why? Karena aturan Islam itu, jelas banget benar dan baiknya. Islam lah yang layak memimpin dunia ketika direrapkan sebagai ideologi dalam institusi negara Khilafah Islamiyah. Setuju? Yes! [Fathimah NJL | IG @FathimahNJL]