Saturday, 20 April 2024, 06:28

 gaulislam edisi 580/tahun ke-12 (25 Rabiul Awwal 1440 H/ 3 Desember 2018)

 

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Momen Reuni Akbar Mujahid 212 kemarin (2/12/2018) menyisakan banyak kenangan, cerita, kisah menarik, berita, informasi, fenomena, fakta, dan beragam opini yang ditaburi beragam pandangan. Kamu ke sana juga kan? Kalo iya, bisa menilai sendiri deh. Gimana rasanya kita disatukan dalam kebersamaan. Nikmatnya bergabung dengan banyak kaum muslimin. Ini momen indah yang tak akan terlupakan tentang persatuan kaum muslimin. Minimal persatuan tersebut hadir di acara yang sama, di tempat yang sama. Insya Allah.

Reuni Akbar Mujahid 212 kemarin, sepertinya dari segi jumlahnya memang melebihi yang pertama di tahun 2016. Saya waktu itu juga ikut. Saat Reuni 212 tahun 2017 saya ikut juga. Jumlahnya memang banyak, tapi tak sebanyak yang kemarin. Beneran. Sampe berdesakan di jalanan. Tak bisa masuk ke arena taman Monas. Jalanan dipenuhi peserta aksi. Sinyal timbul-tenggelam, bandwidth macet. Itu bisa jadi karena banyak yang pake di satu tempat. Alhamdulillah, selain itu tak ada keributan. Padahal, dalam kondisi seperti itu, memungkinkan untuk disulut provokasi. Keren deh!

Jujur aja sih, saya merasakan nikmatnya kebersamaan dalam satu kegiatan dengan jumlah kaum muslimin yang sangat banyak. Peserta aksi yang berdatangan dari berbagai daerah menggunakan berbagai moda transportasi menunjukkan bahwa mereka yang datang sangat serius. Keimanan yang mendorong mereka melangkahkan kaki untuk bergabung dengan jutaan kaum muslimin lainnya. Luar biasa.

 

Satu hati

Dakwah memang memerlukan pengembannya. Jumlah pengemban dakwah yang melimpah, akan sangat menguntungkan karena akan banyak yang mengerti arah perjuangan Islam. Memang sih, jumlah yang hadir di acara Reuni Akbar Mujahid 212 itu sangat banyak, tetapi masih perlu dibangun kesatuan berpikir agar tak sekadar kerumunan massa. Namun demikian, karena tak mudah menyatukan hati kaum muslimin dalam jutaan banyaknya, maka acara kemarin patut diapresiasi. Setidaknya, sudah satu hati digerakkan oleh keimanan.

Satu hati bahwa kehadiran di acara itu adalah bagian dari memperjuangkan Islam. Bagi yang tak bisa hadir, tetap mendukung dan mengapresiasi kegiatan tersebut. Itulah satu hati. Semoga dalam banyak hal lain, kaum muslimin senantiasa disatukan hatinya dengan Islam.

Momen persatuan kaum muslimin seperti ini sangat diperlukan di tengah derasnya arus islamophobia (ketakutan berlebihan terhadap Islam—padahal tidak memiliki dasar yang kuat atas ketakutannya itu) yang nyaris mengikis habis kepercayaan dan kecintaan umat kepada Islam, dan berusaha meracuni umat dengan melekatkan kebebasan tanpa batas sambil nyinyir kepada ajaran Islam. Islamophobia mungkin saja akan mempengaruhi banyak orang. Tapi ingat, tidak semua orang akan terpengaruh. Buktinya, ya di acara Reuni Akbar Mujahid 212 kemarin. Banyak yang hadir!

Meski banyak yang berdebat soal jumlah yang hadir, tapi intinya banyak sekali dah. Namun emang kebangetan kalo menyebut yang hadir cuma 40 ribu orang (konon kabarnya kalah dengan tarian poco-poco massal bersama presiden). Malah ada juga di media massa mainstream, menurunkan berita bahwa peserta aksi tembus 15 ribu. Hadeuuh… benar-benar melecehkan akal sehat. Ya, bisa jadi memang ada niat untuk mengkerdilkan acara tersebut. Malah, untuk mendukung tuduhan itu, foto yang dipasang adalah saat orang-orang mulai berdatangan lalu berkumpul. Masih jarang-jarang. Kok ya menutup mata, padahal sebagai media mainstream mereka punya sumber daya dan peralatan yang memadai. Tapi, ya sudahlah. Mungkin mereka emang nggak mau melihat kebangkitan umat Islam. Mungkin lho, ini bukan nuduh, tapi sekadar dugaan kuat.

Sobat gaulislam, bersatunya banyak hati dalam satu momen tentu memerlukan dorongan. Hanya dorongan keimanan yang mampu menggerakkan banyak orang untuk satu tujuan tertentu. Kalo nggak ada dorongan iman, mana mungkin mereka mau hadir jauh-jauh dari luar kota Jakarta. Meluangkan waktu, tenaga, dan uang. Bahkan ada yang datang sekeluarga. Ada yang naik kendaraan umum, banyak pula yang kendaraan pribadi. Udah ketahuan juga kan, berapa ongkos yang perlu dibayar?

Ketika datang ke lokasi acara, ada banyak yang berjualan. Berkah tersendiri bagi para pedagang di tengah lautan manusia yang hadir. Tak sedikit yang membeli barang dagangan yang tak mau mengambil uang kembaliannya. Luar biasa. Malah ada cerita teman di sebuah grup WhatsApp, saat dia membeli makanan dan hendak membayar, pedagang tak mau mengambil uangnya, karena kata pedagangnya ada yang sudah membayari untuk teman saya itu. Ini juga luar biasa. Satu hati, satu rasa, satu dalam naungan Islam. Insya Allah.

Momen seperti ini tak bisa ditemukan dalam banyak kasus, lho. Apalagi di tengah kehidupan yang individualistis yang mendera banyak orang saat ini. Ini kasus langka. Ini pasti kehendak Allah Ta’ala yang menggerakkan hati banyak kaum muslimin di acara tersebut untuk saling berbagi, saling membantu, saling menolong.

Satu kejadian lagi yang langsung saya alami. Saat itu saya dan keluarga terperangkap dalam lautan manusia. Berjubel, berdesakan, padat tak bergerak. Kondisi seperti ini tentu membuat banyak orang yang merasakannya harus bersabar.

Ketika orang di kanan dan kiri saya mengetahui jika saya membawa anak kecil usia 8 dan 9 tahun, langsung memberikan upaya pertolongan: menawari air minum, memberikan ruang yang agak longgar supaya anak-anak masih bisa menghirup oksigen cukup, sampai ada yang meminta agar massa yang di bagian belakang tidak mendorong-dorong. Luar biasa. Ini sebuah fakta tentang bersatunya hati kaum muslimin. Padahal, saya baru bertemu, kenal pun tidak. Tapi kami yang hadir di acara itu seperti sudah satu frekuensi, ya satu hati. MasyaAllah.

 

Perlu diikat lebih kuat

Betul bahwa yang hadir di acara Reuni Akbar Mujahid 212 berasal dari berbagai kalangan kaum muslimin. Mungkin lintas mazhab, beragam ormas, banyak etnis, berbagai profesi, warna-warni strata sosial. Tumplek blek jadi satu di tempat yang sama. Indah, bukan? Tak mudah lho mengumpulkan banyak orang, apalagi ini datang secara sukarela dan bahkan memodali sendiri untuk bisa hadir ke sana. Semoga umat Islam bisa bersatu lebih dari sekadar ngumpul-ngumpul seperti ini saja.

Ini sudah bagus, bahkan sangat bagus. Hanya saja memang perlu diikat agar lebih kuat. Iman sudah sama, pemahaman akidah insya Allah sudah lumayan, tujuan datang ke acara insya Allah sama untuk menjalin ukhuwah dan menyatukan hati dalam kebersamaan di jalan Islam. Nah, berikutnya, untuk membungkam orang-orang kafir dan munafik yang nggak suka dengan kebangkitan Islam—yang menyebut jutaan kaum muslimin yang hadir sebagai buih—maka kaum muslimin wajib diedukasi dengan akidah dan syariat Islam. Tujuannya, tentu agar ikatan kebersamaannya lebih kuat lagi.

Tentang akidah ini penting banget, lho. Soalnya, akidah akan memberikan panduan supaya nggak salah arah dan nggak salah jalan. Harus lurus sesuai tuntunan Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.” (QS al-Kahfi [18]: 110)

Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS az-Zumar: 65)

Sobat gaulislam, dari kedua ayat ini jelas banget kalo akidah yang lurus itu adalah men-tauhidkan Allah Ta’ala. Nggak boleh melakukan kesyirikan. Akidah yang kuat juga akan memberikan dorongan untuk taat kepada Allah Ta’ala. Itu sebabnya, dari jutaan hati setiap muslim yang hadir di acara Reuni Akbar Mujahid 212 kemarin, meski mungkin baru sekadar ‘kerumunan’, namun insya Allah itu akan menjadi modal berharga untuk bisa disatukan dengan ikatan akidah Islam yang kuat.

Eh, kubu sebelah nyebutnya kerumunan, tapi kok banyak yang kejang-kejang ya ngelihat segitu banyaknya jumlah yang hadir (backsound: maklum, kubu sebelah kan kalo pengen menghadirkan ribuan orang aja pake menggelontorkan duit yang nggak sedikit untuk membujuk orang agar mau hadir). Beda jauh dah!

Eh, kok nulisnya: “kubu sebelah”? Emang kita kubu yang mana? Hehehe.. sekadar istilah doang. Maksudnya kubu yang membenci Islam. Dan, kalo dilihat pendukung dan pembelanya memang mereka juga terbiasa nyinyir kepada kaum muslimin, dan banyak di antara mereka memang orang kafir dan munafik. Jadi, ya kita sebut saja kubu sebelah. Biar gampang diingat.

Banyaknya yang hadir, sudah menjadi salah satu ukuran bahwa umat ingin bersatu dan memiliki tujuan yang sama. Hanya perlu diikat dengan ikatan akidah yang benar dan kuat. Agar bersatunya hati mereka bisa menjadi kebersamaan dalam gerak dan langkah demi menggapai tujuan utama dalam menegakkan Islam. Apalagi jika sudah punya dasar akidah yang benar sejak kecil.

Dari Jundub bin ‘Abdillah, ia berkata, “Kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari al-Quran. Lalu setelah itu kami mempelajari al-Quran hingga bertambahlah iman kami pada al-Quran.” (HR Ibnu Majah, no. 61)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, ia pun berkata padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab. Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabari mereka bahwa Allah telah mewajibkan pada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah shalat, maka kabari mereka, bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka zakat dari harta mereka, yaitu diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan disalurkan untuk orang-orang fakir di tengah-tengah mereka. Jika mereka menyetujui hal itu, maka ambillah dari harta mereka, namun hati-hati dari harta berharga yang mereka miliki.” (HR Bukhari, no. 7372; Muslim, no. 19)

Nah, itu sebabnya, kalo akidahnya udah oke dan kuat sih, mestinya akan taat terhadap syariat. Agar tak sekadar kerumuman massa, memang harus diedukasi dengan pemahaman Islam yang benar. Khususnya terkait akidahnya. Alangkah hebatnya kaum muslimin yang disatukan di acara kemarin jika akidahnya kokoh.

Sehingga, nggak sekadar bersatu dalam semangat karena jumlah yang membludak. Tetapi memang karena panggilan iman demi meraih ridho Allah Ta’ala. Apalagi jika kemudian memiliki tujuan yang sama, yakni menegakkan Islam di bumi ini. Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara. Bersatu di jalan Islam. Wah, mantap djiwa, itu! [O. Solihin | IG @osolihin]