Wednesday, 24 April 2024, 00:06

gaulislam edisi 289/tahun ke-6 (26 Jumadil Akhir 1434 H/ 6 Mei 2013)

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Well, rasa-rasanya kita udah sering banget ngomongin soal cinta. Berbusa-busa pula kita menikmati ceritanya sambil makan jagung rebus, plus selonjoran ditemani bandrek hangat buatan Mang Ohim (hehehe jadi kayak cerpen ya?). Berbagai solusi kita dapatkan, dari yang asal-asalan hingga yang jitu bin mantap. Namun, urusan cinta dan derivatnya (turunannya) ternyata nggak selesai-selesai juga. Buletin kesayangan kamu ini, yang terbit tiap pekan, hampir tiap hari dapetin SMS yang isinya melulu soal cinta, pacaran, dan malah ada yang ngaku sempat berzina. Haduuuh…. jujur saja sedih Bro en Sis. Betapa pergaulan di antara kamu ada yang udah bablas abis. Tentu saja, mereka yang mengirim SMS bukan sekadar curhat atau pamer nomor handphone, tetapi juga minta ditraktir, eh, minta solusi atas problemnya.

Soal cinta. Ya, lagi-lagi soal cinta. Berawal dari rasa suka, lalu jatuh hati, kemudian jatuh cinta. Seterusnya? Nah, kalo seterusnya bisa beragam tuh. Ada yang kemudian akal sehatnya diinjek-injek hawa nafsu. Sehingga yang awalnya murni rasa cinta akhirnya berbalut nafsu buruk yang nggak bisa dibendung lagi karena keimanannya udah kendor. Buktinya, awalnya saling cinta, lama kelamaan malah baku-syahwat di jalan yang haram (baca: berzina). Ini sudah banyak kejadiannya lho. Naudzubillah min dzalik!

Oya, selain yang kebablasan mengekspresikan cinta di jalan yang keliru seperti berzina, ada juga yang tetap menahannya dengan segala penderitaan (tapi nggak sampe kentut disertai koloid alias busiat alias kentut sambil mencret—iiih jorok!). Gimana nggak, rasa cinta itu adalah fitrah. Namun, ketika harus mengekspresikan cinta, ada aturan mainnya alias nggak sembarangan. Nah, di satu sisi rasa cinta yang dimilikinya ingin diekspresikan dengan lawan jenis, tapi dia nggak mau melanggar syariat kalo cara mengekspresikannya melalui pacaran, sementara kalo nikah ya merasa belum mampu. Akhirnya, dia tahan rasa cinta itu meskipun banyak temannya yang pacaran dan menggodanya untuk melakukan hal yang sama. Tetapi dia bergeming pada prinsipnya alias nggak ikut maksiat. Itu bagus dan keren meski harus menderita menahan godaan hawa nafsu. Namun jangan khawatir sobat, upaya kamu akan berbuah pahala dan kemuliaan karena taat kepada Allah Swt. dan RasulNya.

Jangan lebay maknai cinta

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Yup, nggak usah lebay memaknai cinta, seolah cinta itu di atas segalanya dan menganggap bahwa tanpa cinta orang bisa mati berdiri. Lalu, demi mempertahankan cintanya kepada lawan jenis akhirnya melawan aturan Allah Swt dan RasulNya. Itu bukan saja lebay tapi kurang ajar.  Contohnya nih ya. Udah jelas yang namanya pacaran itu dilarang dalam Islam, eh, karena saking cintanya kepada pacarnya malah mengabaikan nasihat agama lalu menjadikan hawa nafsu buruknya sebagai panglima. Akibatnya, pacarannya makin hot, lalu lupa diri dan akhirnya berzina. Bahaya besar!

Selain itu, ketika cinta dijadikan berhala—yakni diagungkan dan dipuja-puja serta disembah—maka segala hal yang menurutnya melawan rasa cinta, kudu dilibas. Baginya, cinta ditempatkan sebagai sesuatu yang sakral, nggak boleh dilawan, bahkan oleh aturan agama sekalipun. Contohnya, para pelaku dan pendukung LGBT alias Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Waduh, ini sih keterlaluan banget. Bukan saja kurang ajar, tetapi berani membangkang Allah Swt. dan RasulNya.

Pelaku dan pendukung LGBT merasa bahwa perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender adalah hal yang wajar karena berangkat dari rasa cinta. Meski cintanya terlarang menurut ajaran agama, tetapi mereka menganggap bahwa cinta sesama jenis adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Waduh, agama disingkirkan demi cinta yang udah didominasi hawa nafsu bejat. Waspadalah Bro en Sis, jangan sampe kamu ikut-ikutan bejat.

Hadeeuuhh… kalo kayak gitu dalam memaknai cinta, bisa berabe juga lho. Itu sebabnya, sekali lagi nih, kalo cinta (apalagi sudah berbalut hawa nafsu buruk) diposisikan di atas segalanya, ditambah jika kemudian menginjak-injak norma agama, itu namanya kurang ajar dan membangkang terhadap Allah Swt. dan RasulNya.

Cinta juga butuh aturan

Meskipun untuk jatuh cinta orang tidak perlu belajar, tapi kita harus belajar cara mencintai orang dengan sehat. Itulah sebabnya, cinta membutuhkan aturan. Even love needs rules. Cinta juga adalah sebentuk tanggung jawab. Ya, cinta adalah tanggung jawab. Ketika kita berani mencintai seseorang atau sesuatu, maka kita sudah harus mendampinginya dengan tanggung jawab.

Kecintaan seseorang kepada dirinya sendiri, akan memberikan rasa tanggung jawab bahwa ia harus menjaga dan merawat dirinya sendiri. Baik secara fisik maupun mental. Ketika kita mencintai harta yang kita miliki, maka kita akan punya tanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya. Begitu pun ketika kita mencintai seseorang; mencintai calon istri atau calon suami, mencintai anak kita, mencintai istri atau suami kita, mencintai orangtua, maka semua itu pasti melahirkan tanggung jawab. Kita akan merawatnya agar cinta yang kita taburkan bersih, suci, dan kita berkomitmen sebagai bentuk dari tanggung jawab bahwa kita berusaha untuk tak akan pernah mencederainya atau menodainya.

Oya sobat gaulislam, ada beda lho antara cinta dan seks. Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang ulama itu, ngasih penjelasan yang detil banget soal cinta. Kata beliau, cinta (dalam bahasa Arab al-mahabbah), pengertian dasarnya adalah bersih. Sebab bangsa Arab menggunakan istilah ini untuk menyebut gigi yang putih bersih. Ada juga yang bilang kalau kata al-mahabbah berasal dari akar kata al-habab, yakni air yang menguap karena hujan yang lebat. Sehingga al-mahabbah (cinta) itu bisa diartikan sebagai luapan perasaan saat dirundung kerinduan ingin bertemu kekasih. Catet deh tuh!

Ada juga yang mengartikan al-mahabbah sebagai tenang dan teduh, seperti onta yang duduk tenang dan tidak mau bangun lagi setelah menderum. Jadi, seakan-akan orang yang sedang jatuh cinta itu merasa tenang, mantap dan tidak terlintas sedikit pun untuk beralih pada yang lain. Pengertian lain tentang cinta (al-mahabbah) adalah “bara api yang membakar hati, karena keinginan untuk bersama dengan orang yang dicintai”.

Kamu perlu tahu lho, cinta (kepada lawan jenis) tumbuh pertama kali pada masa pubertas. Menurut para ahli perkembangan jiwa, usia remaja mengalami pubertas adalah pada usia 14-16 tahun. Masa ini disebut juga “masa remaja awal”, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi.

Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan datangnya ‘mimpi basah’ yang pertama.

Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orangtua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.

Bro en Sis rahimakumullah, selain itu, pendidikan seks yang beradab sangat dibutuhkan bagi remaja agar mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas hingga melakukan seks pranikah. Ketidaktahuan dalam masalah seks juga bisa berakibat petaka fatal dalam menyikapi akibat-akibat setelah melakukan seks bebas. Kasus aborsi dan penyakit menular seksual misalnya, adalah satu contoh betapa remaja banyak yang awam dengan masalah ini. Padahal bahaya secara medis sangat mengancam dirinya, belum lagi jika kita bicara tentang dosa.

Itu artinya pula, kamu kudu belajar bagaimana menyikapi dan mengekspresikan cinta (termasuk pengetahuanmu tentang seks) menurut tuntunan syariat Islam. Maka untuk mendukung hal ini, para orang tua dan orang-orang di sekitarnya jangan memberi kesempatan kepada remaja untuk belajar tentang seks berdasarkan keinginannya sendiri. Tetapi harus dipantau dan diarahkan oleh para orang tua dan sebisa mungkin memberikan jalur yang benar berkaitan dengan informasi seputar pendidikan seks yang benar dan baik menurut Islam.

Sobat gaulislam, harus dipahami pula bahwa cinta tak sama dengan seks. Ini untuk memberikan bimbingan bahwa, ketika merasakan jatuh cinta kepada lawan jenis, bukan berarti harus dilampiaskan dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Karena rasa cinta dengan mengekspresikan cinta adalah sesuatu yang berbeda. Rasa cinta adalah bagian dari penampakan naluri mempertahankan jenis, sementara mengekspresikan cinta adalah upaya pemenuhan dari naluri melestarikan jenis.

Jadilah remaja bertanggung jawab

Saat ini, paham hedonisme sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Dalam Kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols & Hassan Shadily, “hedonism” diartikan sebagai “Paham yang dianut orang-orang yang mencari kesenangan semata-mata”. Suatu way of life alias jalan hidup yang mengedepankan kesenangan itu, meliputi pola pikir dan perasaan, penampilan lahiriah dan perilaku.

Hedonisme yang muncul dalam masyarakat kita saat ini memang bukan hanya pemilikan dan pemakaian barang mewah tapi juga penyalahgunaan narkoba (narkotika dan zat berbahaya lainnya), cara bergaul, hubungan seks bebas, biseks dan homoseks seperti kecenderungan sebagian dari masyarakat kita yang mengaku modern ini.

Sobat gaulislam, mencari kesenangan tak dilarang, asalkan itu halal. Tapi jika haram, meski yang melakukan adalah diri kita sendiri, dan mungkin saja yang akan rusak adalah kesehatan kita sendiri, tapi bukan berarti hal itu boleh kita lakukan. Karena kita sendiri adalah milik Allah Swt. Dialah yang berhak atas tubuh kita sepenuhnya. Itu sebabnya, bunuh diri diharamkan, meminum miras dan mengkonsumsi narkoba diharamkan, berzina diharamkan, aborsi diharamkan. Padahal, kesemua itu adalah berkaitan dengan kita sendiri, tubuh kita sendiri. Tapi Allah Swt. melarang perbuatan yang seperti itu. Karena kita dinilai tidak amanah dalam menjaga dan merawat diri kita. Kita tak punya tanggung jawab jika berani menelantarkan diri kita sendiri.

Memberikan pemahaman kepada remaja agar mereka mengerti tentang tanggung jawab dalam kehidupannya adalah bagian dari tanggung jawab para orangtua (di rumah, di masyarakat dan juga negara) untuk menghasilkan generasi unggulan. Baik unggul secara kognitif (ilmu pengetahuan—umum dan agama), afektif (emosi/perasaan), psikomotorik (keterampilan), maupun perkembangan fisiknya yang sehat.

Oke deh Bro en Sis, sebagai muslim kita terikat dengan akidah dan syariat Islam. Nggak boleh asal berbuat, apalagi karena dorongan hawa nafsu buruk. So, jaga cintamu, jangan sampe berbuah petaka. Salurkan cintamu ketika suatu saat nanti emang sudah siap menikah. [solihin | Twitter @osolihin]

1 thought on “Cinta Berbuah Petaka

  1. Asw Pak Ust. bsa ga yah kalau masa ta’ruf lama???
    Syukron WS….

    Sebaiknya ta’aruf dilakukan bila sudah siap untuk menikah, salah satu tanda sudah siap ya, bisa segera menikah, penundaan bisa dilakukan untuk hal2 yg sifatnya teknis saja, misal kesepakatan kedua belah pihak keluarga dll, tapi kalo dirinya sendiri yg belum siap, sebaiknya jangan ta’aruf dulu atau membuat komitmen,

    Smoga bermanfaat,

    Redaksi Gaulislam

Comments are closed.