Friday, 29 March 2024, 20:29

gaulislam edisi 573/tahun ke-12 (6 Shafar 1440 H/ 15 Oktober 2018)

 

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Alhamdulillah, buletin kesayangan kamu ini udah masuk tahun penerbitan yang ke-12 lho, di edisi ini. Sekadar tahu aja, sekadar ngingetin doang. Mungkin kamu yang baca nggak terlalu merhatiin kali, ya. Baca aja, yang penting dapat info dan wawasannya. Hehehe.. nggak salah juga sih. Tugas pembaca memang baca, ya. Nggak perlu merhatiin masalah teknis semacam hitungan edisi dan udah berapa lama umur buletin ini. Berat. Biar kami saja yang ngurusin begituan. Eh, meski ngurusin ternyata malah gemukan, tuh. Idih, ini ngomong apa sih? Hahaha.. ya sudah nggak usah dibahas.

Jadi ceritanya begini, buletin remaja bernama gaulislam ini, alhamdulillah udah berkiprah selama 11 tahun sejak 2007 lalu. Jadi, edisi ke-573 ini adalah edisi perdana di tahun ke-12 masa penerbitannya. Bagi kami di sini sih, nggak terasa ya, kalo nengok ke belakang ternyata perjalanan sudah cukup jauh dan panjang. Awalnya nggak kepikiran bisa sejauh ini. Alhamdulillah atas pertolongan Allah, perjuangan kami untuk berupaya menemani kamu semua belajar Islam dengan cara yang mudah dipahami oleh remaja tetap eksis hingga kini, dan semoga akan dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Insya Allah.

Eh, meski demikian, ternyata ada juga orang yang belum kenal dengan buletin ajib ini, lho. Aduh. Jadi gimana gitu. Buletin ini yang kelasnya gurem atau orang tersebut yang kudet ya? Nggak tahu sih, tapi bagi kami sih nggak terlalu peduli banget. Biar saja. Sebab, yang terpenting kami tetap berkarya untuk kemaslahatan umat. Lucunya, begitu dikasih tahu kiprah dakwah melalui buletin ini, yang nggak kenal itu sepertinya agak kaget. Sebab, selama 11 tahun baru kenal, gitu lho. Apalagi setelah melihat isinya melalui website, ada yang merasa tertinggal jauh dan merasa nyesel karena baru tahu setelah berbilang tahun lamanya. Hmm… sampai segitunya, ya.

Omong-omong, judulnya kenapa ditulis: “Dakwah Nafas Panjang”, sih? Iya. Dakwah itu memang butuh waktu, selain tentunya butuh ilmu dan semangat. Ilmu dan semangat saja belum cukup bila nafas dakwahnya pendek. Maksudnya, cepat menyerah, cepat mutung alias putus asa. Bisa gawat itu sih. Ilmunya memang mumpuni, semangat boleh dibilang kagak ada matinya, tapi mentalnya belum teruji. Nah, ini yang perlu diperbaiki. Ilmu yang banyak kalo cepet putus asa ngadepin sasaran dakwah, bisa pudar. Semangat menggebu (di awal) jadi nggak ada artinya lagi saat mental rapuh diterjang rintangan dan kendala dakwah. Banyak sudah yang akhirnya padam dan tak berlanjut.

Alhamdulillah, gaulislam digarap dengan ilmu, semangat, dan sikap mental yang insya Allah sejauh ini cukup matang. Kuncinya, kami memposisikan diri bukan sebagai penentu hidayah, sebab untuk hal itu yang paling berhak adalah Allah Ta’ala. Kami sekadar berusaha memberikan jalan kepada remaja yang membaca buletin ini agar mudah menerima hidayah dari-Nya.

Itu sebabnya, jika ada yang belum sadar juga meski sudah ratusan kali dikasih tahu melalui tulisan, insya Allah kami cukup punya banyak stok nafas panjang untuk berjuang. Membantu sebisanya dan semampunya. Semoga ada jejak yang membekas dari upaya yang kami torehkan dalam membina remaja dengan pemahaman Islam yang benar dan baik.

Banyak pengalaman yang kami dapatkan selama menggarap buletin ini. Satu hal yang berkaitan dengan judul edisi kali ini, yakni bahwa dakwah itu memang butuh waktu, butuh proses, butuh kepedulian, dan keseriusan. Nggak sembarangan, lho. Itu sebabnya, butuh nafas panjang dalam melakukannya. Jangan berpikir instan. Sekali dakwah lalu berharap pembaca paham dan ikut seperti yang kita inginkan.

Nggak gitu rumusnya. Mereka manusia seperti kita. Punya pemikiran dan juga perasaan. Tak mudah memasukkan sesuatu yang baru sekaligus dan berharap reaksinya cepat terjadi. Faktanya, ada yang perlu berkali-kali disampaikan baru ngeh. Baru paham, dan baru mau mengubah gaya hidupnya menjadi lebih baik bersama Islam setelah menerima dakwah sekian tahun. Kalo nggak sabar, gimana jadinya tuh. Dakwah bisa putus di tengah jalan. Ingat, dakwah itu dilakukan agar sasaran dakwah paham dengan apa yang diajarkan. Bukan memaksakan kehendak demi tujuan atau ambisi kita bahwa kita bisa menjadikan mereka baik karena kita. Jangan berpikiran begitu, ya. Itu sih bisa nggak ikhlas, dong.

 

Perjalanan 573 pekan

Sobat gaulislam, tak mudah membuat jejak langkah hingga puluhan pekan, apalagi hingga ratusan pekan. Butuh niat yang ikhlas dan semangat yang kuat. Selain itu, butuh juga tujuan, target, komitmen dan konsistensi. Benar banget. Kalo salah satu nggak ada dari lima poin tersebut, bisa nggak jalan, lho. Itu sebabnya, kudu jalan semua. Supaya ada harmoni. Tentu saja, tetap berdoa kepada Allah Ta’ala memohon pertolongan-Nya. Agar apa yang kita upayakan senantiasa mendapat keridhoan-Nya.

Pekan pertama sepertinya cukup menentukan gambaran ke depannya. Ibarat langkah awal, bila salah niat, maka selanjutnya juga bakalan salah tujuan dan mengganggu langkah-langkah berikutnya yang mungkin saja akan jauh lebih berat. Buletin ini ketika pertama kali terbit bisa dibilang dadakan. Hanya butuh waktu 5 hari agar bisa segera terbit. Ini sebenarnya kami anggap sebagai ‘kecelakaan sejarah’. Ya, kira-kira begitu istilahnya. Saya dan kawan-kawan sebenarnya sudah merintis buletin sejenis, khusus remaja, namanya STUDIA. Padahal sudah digarap sejak Januari tahun 2000. Tapi harus berakhir pada 24 Oktober 2007. Harus berakhir karena sebuah situasi aneh. Kami dipaksa tidak boleh melanjutkan penerbitan STUDIA dengan alasan tertentu. Ah, kalo ingat ini jadi baper. Hehehe.. tapi ya sudahlah.

Saat itu saya langsung berpikir untuk menerbitkan buletin remaja tapi dengan nama berbeda. Maka, saya kontak beberapa kawan untuk berdiskusi. Hasilnya, segera membuat buletin baru dan mencari percetakan baru. Alhamdulillah, pada 29 Oktober 2007 buletin gaulislam resmi terbit edisi perdana. Banyak yang mengaku kaget. Tapi tak sedikit yang meragukan akan bertahan lama. Maklum, saat itu ‘provokasi’ terhadap buletin gaulislam lumayan gencar. Jamaah pengajian tertentu melarang anggotanya membaca buletin ini. Bahkan ada yang diancam dengan sanksi segala. Idih, kok gitu sih? Kocak dan aneh, tapi nyata.

Namun kami lanjut terus, edisi demi edisi terbit lancar menyambangi teman-teman remaja setiap pekan. Baik edisi cetak maupun edisi online. Beberapa SMS masuk dari pembaca lama STUDIA yang mengaku heran mengapa harus ganti nama. Jujur, itu tak bisa saya sampaikan dengan jujur alasannya. Biarlah mereka suatu saat tahu sendiri. Ya, gimana nggak heran, nama saya tetap di situ, rasa bahasa dan gaya penulisan sama, segmen dakwahnya juga sama. Mereka bingung karena nama berbeda. Sebab, dalam pikiran mereka, buat apa ganti nama toh isi dan gaya bahasa sama, bahkan penulisnya sama.

Pernah ada kejadian, bahwa di tempat tertentu komunitas dakwah melarang anggotanya berlangganan edisi cetak buletin ini. Tapi ada yang aneh dengan alasannya. Kata mereka, kalo edisi online-nya boleh dibaca. Lha, iki piye , jal? Tapi okelah, bagi kami yang penting dibaca walau nggak dibeli. Masa-masa awal berat tantangannya. Bukan dari musuh betulan, tapi dari kawan seiring sejalan sesama aktivitas dakwah. Kok bisa sih? Ya, bisa aja dong. Namanya juga manusia. Punya impian dan harapan berbeda. Plus, cara meraihnya (impian dan harapan) yang berbeda pula. Walau tipis perbedaan antara bersaing dengan memusuhi.

Alhamdulillah, sejauh ini kami tetap bertahan. Semoga bisa tetap berkarya untuk berbagi manfaat kepada teman-teman remaja muslim. Insya Allah. Pencapaian 573 edisi itu alhamdulillah banget, lho. Semoga menginspirasi banyak orang dan bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Tak sekadar niat ikhlas, semangat, dan ilmu semata. Tetapi lebih dari hal itu, yakni niat, semangat, ilmu, dan sikap mental tangguh untuk istiqomah di jalan dakwah.

 

Berbenah demi lajunya dakwah

Sobat gaulislam, masa lalu yang buruk dan pernah kita alami, nggak usah jadi beban. Fokus saja pada apa yang seharusnya kita lakukan. Berbenah tentang diri kita demi meraih apa yang ingin kita dapatkan. Sehingga, jejak-jejak kebaikan akan terus kita torehkan. Apalagi jika kebaikan itu kita tebar bagi orang lain.

Oya, insya Allah buletin ini akan terus melaju dalam berkiprah di medan dakwah. Penulisnya boleh datang silih berganti, tapi dakwahnya harus tetap bergerak. Memberikan banyak manfaat kepada pembacanya. Sebab, ini memang tugas dakwah untuk menyebarkan Islam.

Ya, Islam adalah agama dakwah. Salah satu inti dari ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Kepedulian terhadap dakwah jugalah yang menjadi trademark seorang mukmin. Artinya, orang mukmin yang cuek terhadap dakwah berarti bukan mukmin sejati. Apa iya kita tega jika ada teman kita yang berbuat maksiat tapi kita diamkan saja?

Bahkan Allah memuji aktivitas mulia ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim” (QS Fushshilat [41]: 33)

Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada umatnya untuk berdakwah. Seperti dalam firman-Nya (yang artinya), “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl [16]: 125)

Menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar merupakan identitas seorang muslim. Itu sebabnya, Islam begitu dinamis. Buktinya, mampu mencapai hingga sepertiga planet bumi ini. Itu artinya, hampir seluruh penghuni daratan di dunia ini pernah hidup bersama Islam. Betul, ketika kita belajar ilmu bumi, disebutkan bahwa dunia ini terdiri dari sepertiga daratan dan dua pertiga lautan.

MasyaAllah, inilah prestasi hebat para pendahulu kita. Itu karena mereka memiliki semangat yang tinggi untuk menegakkan kalimat “tauhid” di bumi ini dan punya kepedulian untuk menyebarkan dakwah dan jihad. Sesuai dengan seruan Allah (yang artinya), “Dan perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah lagi dan (hingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” (QS al-Baqarah [2]: 193)

Bro en Sis rahimakumullah, Islam membutuhkan tenaga, harta, dan bahkan nyawa kita untuk menegakkan agama Allah ini. Melalui aktivitas dakwah yang kita lakukan, maka kerusakan yang tengah berlangsung ini masih mungkin untuk dihentikan, bahkan kita mampu untuk membangun kembali dan mengokohkannya. Tentu, semua ini bergantung kepada partisipasi kita dalam dakwah ini.

Coba, apa kita tidak merasa risih dengan maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja (dan juga orang tua)? Apa kita tidak merasa was-was dengan tingkat kriminalitas pelajar dan tentunya orang dewasa yang makin meroket saja? Apa kita tidak merasa kesal melihat tingkah remaja yang hidupnya tak dilandasi dengan ajaran Islam?

Seharusnya masalah-masalah seperti inilah yang menjadi persoalan kita siang dan malam. Beban yang seharusnya bisa mengambil jatah porsi makan kita, beban yang seharusnya menggerogoti waktu istirahat kita, dan beban yang senantiasa membuat pikiran dan perasaan kita tidak tenang jika belum berbuat untuk menyadarkan sesama dengan dakwah ini.

Itu sebabnya, kita sebisa mungkin melakukan aktivitas mulia ini, sebagai bukti kasih sayang kita kepada saudara yang lain. Rasulullah shallallahu a’alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Perumpamaan keadaan suatu kaum atau masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah (mencegah kemungkaran) adalah ibarat satu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Dan bila ada orang yang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di bagian atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: “Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan air), tentu aku tidak mengganggu orang lain di atas.” Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa.” (HR Bukhari)

Sobat gaulislam, untuk ke arah sana, tentu membutuhkan kerjasama yang solid di antara kita. Jika kita ingin cepat membereskan berbagai persoalan tentu butuh kerjasama yang apik, solid dan fokus pada masalah. Pemikiran dan perasaan di antara kita harus disatukan dengan ikatan akidah Islam yang lurus dan benar.

Kita harus satu persepsi, bahwa Islam harus tegak di muka bumi ini. Kita harus memiliki cita-cita, bahwa Islam harus menjadi nomor satu di dunia untuk mengalahkan segala bentuk kekufuran. Itulah di antaranya alasan kenapa kita wajib berdakwah, menaruh peduli, dan tentunya menyiapkannya dengan benar dan baik. Termasuk membenahinya bila masih belum ada yang ideal.

Insya Allah melalui buletin ini juga akan terus menjadi sarana dakwah. Bahkan bisa jadi membutuhkan nafas panjang untuk memperjuangkannya tersebab masyarakat masih banyak yang belum mengenal Islam dengan benar dan baik. Dakwah nafas panjang akan membantu untuk bersabar dan mencari jalan terbaik dalam mendidik masyarakat agar paham Islam meski dalam menempuhnya butuh waktu bertahun-tahun.

Eh, ternyata tulisan ini juga panjang, sehingga butuh nafas panjang untuk membacanya sampai selesai. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]