Friday, 19 April 2024, 21:01

  gaulislam edisi 390/tahun ke-8 (24 Jumadil Akhir 1436 H/ 13 April 2015)

 

Waduh, pas lagi Ujian Nasional, bahasannya anget begini nih. Hehehe.. buat sarapan deh. Sebelum ngerjain UN, baca aja gaulislam edisi 390 ini. Ok? Langsung tancap gas aja ya? Nggak pake lama-lama prolog. Hehehe…

Yup! Jangan asal tuduh. Islam sangat menjaga kehormatan manusia. Ada aturan mainnya lho dalam Islam. Nggak bisa sembarang nuduh orang berbuat maksiat atau kesalahan kalo belum ada bukti lengkap. Nggak boleh juga saling mencela. Apalagi mencap kaum muslimin sebagai kaum radikal dan teroris. Nuduh kudu ada bukti. Ok?

Sobat gaulislam, bayangin deh kalo nggak ada aturan atau ajaran untuk saling menghormati sesama manusia, pasti dunia ini terasa kering, dan bahkan menjadi tempat yang menakutkan bagi kita. Gimana nggak, sumpah serapah dan caci maki antar manusia bisa aja menjadi hal yang wajar, bahkan ngejelek-jelekkin orang sesuka hatinya juga tumbuh subur di tengah masyarakat, mencela dan memfitnah menjadi menu harian masyarakat kita. Duh, nggak kebayang gimana jadinya kehidupan kita.

Budaya saling mengintip atau memata-matai pun mungkin menjadi hal biasa aja. Kamu mungkin pernah ngelihat film Enemy of the State? Oh, belum? Hehehe.. jangan-jangan pas film itu dibuat kamu belum lahir ya? Kalo saya sih kebetulan udah gede waktu itu. Film garapan sutradara Tony Scott yang dirilis tahun 1998 ini dibintangi Will Smith, Gene Hackman, dan Jon Voight. Enemy of the State bercerita tentang rencana NSA (National Security Agency) Amrik yang akan memberlakukan pengintaian terhadap seluruh warga Amrik demi keamanan nasional dari serangan teroris. Tapi rencana ini tak berjalan mulus karena ada pejabat lainnya yang nggak setuju karena dinilai melanggar hak kebebasan sipil. Gimana nggak, rencananya di setiap rumah di Amrik akan dipasangin kamera pengintai. Waduh, ini kan udah melecehkan kerhormatan dong ya? Ehm, tuh film seru banget dengan akting aktor-aktor berkarakter kuat. Lengkapnya sih, kamu bisa tonton aja sendiri. Biar lebih puas. Ini sekadar contoh aja bahwa mengintip atau saling curiga yang berlebihan bisa juga melecehkan kehormatan manusia.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Islam sebagai ideologi ini pasti nggak bakalan membiarkan umat manusia ini saling cela, saling fitnah, dan bahkan saling menjelekkan satu sama lain. Nggak akan. Itu sebabnya, dalam Islam kita diberikan tuntunan bagaimana seharusnya berhubungan dengan orang dan saling menjaga kehormatan di antara mereka.

Inilah hebatnya Islam. Memang sih, dalam peradaban lain juga ada istilah saling menghormati, tapi Islam lain. Beda banget dasarnya. Kalo peradaban lain yang lebih menonjol adalah sikap demikian karena didasarkan kepada humanisme, prinsip kemanusiaan. Sementara dalam Islam, memang hal itu diajarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Jadi memang bukan semata sifat moral, tapi memang udah ada aturannya. Soal ini, kamu bisa buka kembali bab pertama buku ini tentang etika (baca: akhlak). Oke?

 

Nggak boleh saling curiga

Sikap curiga ini bisa menghalangi kita untuk percaya kepada orang lain. Karena bawaannya nggak percaya aja alias ragu. Yup, karena curiga adalah sikap kurang percaya atau merasa sangsi alias ragu terhadap kebenaran atau kejujuran seseorang (takut dikhianati dsb). Ini ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, cetakan III, 2003, hlm. 225.

Nah, kalo di hati kita tumbuh rasa curiga, bawaannya emang nggak percaya aja sama orang. Berprasangka buruk aja gitu. Bayangin deh kalo itu semua dilakukan oleh tiap orang yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Pasti terjadi kekacauan, karena satu sama lain udah nggak ada sikap saling percaya. Justru yang tumbuh subur adalah prasangka. Padahal, prasangka ini bisa membuat kita nggak menghormati seseorang, dan seseorang yang kita curigai jika kemudian ia merasa dicurigai akan tumbuh rasa khawatir dan menganggap bahwa dirinya nggak dihromati. Merasa disepelekan.

Dalam Islam, mencurigai orang lain sehingga merasa dirinya kudu memata-matai ini disebut dengan tajassus. Oya, tajassus adalah mengorek yakni [meneliti] berita (memata-matai).  Secara bahasa bila dikatakan, jassa al-akhbâr wa tajassasaha artinya adalah mengorek [meneliti] suatu berita. (Syamsuddin Ramadhan, Tajassus (Spionase), al-Azhar Press 2003, hlm. 3).

Sobat gaulislam, Allah Ta’ala tahu betul karakter manusia dalam soal ini, maka Allah Ta’ala menyampaikan dalam firman-Nya (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujuraat [49]: 12)

Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Awaslah kamu daripada sangka-sangka, karena sangka-sangka itu sedusta-dusta berita.” (HR Bukhari, Muslim)

Imam Qurthubiy, mengartikan firman Allah, di atas dengan, “Ambilah hal-hal yang nampak, dan janganlah kalian membuka aurat kaum muslim, yakni, janganlah seorang di antara kalian meneliti aurat saudaranya, sehingga ia mengetahui auratnya, setelah Allah Ta’ala menutupnya.”

Imam ath-Thabari ngasih komentar, maksudnya adalah “Janganlah sebagian kalian menyelidiki aurat sebagian yang lain dan janganlah mencari-cari rahasianya yang ia harap dengannya akan nampak aibnya akan tetapi cukuplah dengan apa yang nampak bagi kalian di antara perkaranya dan dengan itu pujilah atau celalah dan jangan pada apa yang tidak engkau ketahui di antara rahasianya. Beliau mengutip perkataan

Mujahid yang berkata: “Ambillah apa yang nampak bagi kalian dan tinggalkanlah apa yang tersembunyi dari kalian”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Janganlah kalian saling menyelidik, janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling berlebih-lebihan dalam sesuatu, janganlah kalian saling dengki, janganlah kalian saling benci dan janganlah kalian saling bermusuhan dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Tuh sobat, Islam memang udah ngasih aturan yang jelas dan tegas dalam menjaga dan melindungi kehormatan setiap muslim. Nggak boleh nekat memata-matai karena kita punya prasangka buruk atau karena curiga. Ini menjadi bukti bahwa Islam memberikan rasa aman bagi setiap manusia. Wah, pasti kamu sekarang bangga, bahwa Islam memang punya jawaban dari persoalan ini. Inilah okenya Islam, sobat.

Tetapi, kini dalam kehidupan yang liberal, jauh dari Islam, eh kaum muslimin malah dimata-matai oleh pihak tertentu. Baik pemerintah maupun individu dan kelompok. Hmm.. sebenarnya bukan dimata-matai aja sih, bahkan udah dituduh. You know lah, dituduh radikal, dituduh teoris, dituduh makar dan lain sebagainya. Keji banget dah tuduhannya!

 

Jangan pula saling merendahkan

Sobat gaulislam, Islam juga mengajarkan kita agar nggak saling merendahkan, saling dengki dan iri. Ini bagian dari penjagaan dan pemeliharaan Islam terhadap kehormatan. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): “Jangan kamu saling dengki dan iri, dan jangan pula mengungkit keburukan orang lain. Jangan saling benci dan jangan saling bermusuhan, serta jangan saling menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, dengan tidak mendzaliminya, tidak mengecewakannya, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk ke dada beliau, sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila merendahkan sudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta, dan menodai kehormatan muslim lainnya” (HR Muslim)

Iya, merendahkan orang lain adalah bagian dari merendahkan derajatnya sebagai manusia. Nggak menghargai kehormatannya. Itu sebabnya, Islam mengatur dengan jelas masalah ini. Memberikan arahan dan tuntunan. Tentu, agar kaum Muslimin tumbuh menjadi orang-orang yang rendah hati dengan tidak merendahkan martabat orang lain. Islam menjadikan kaum Muslimin mampu untuk menghormati muslim lainnya. Ini semua bagian dari pemeliharaan dan penjagaan Islam terhadap kehormatan manusia. Bahkan termasuk kepada kafir dzimmiy atau ahlu dzimmah, yakni orang nonmuslim yang menjadi warga negara, yang hidup bersama mereka (kaum Muslim) di Negara Islam (Daulah Khilafah Islamiyah), membayar jizyah dan taat kepada hukum-hukum Islam, kecuali yang menyangkut praktik hukum yang diakui untuk mereka, seperti hukum-hukum tentang akidah, ibadah, nikah, talak, makanan (minum) dan pakaian. Ini pendapat Imam asy-Syafi’i, al-Umm, juz IV, hlm. 213, yang dikutip dalam buku Jihad dan Perang, jilid I, karya Dr. Muhammad Khair Haekal, hlm. 218. Kebetulan saya punya bukunya tuh.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang membunuh seorang (kafir) yang sedang terikat perjanjian (mu’ahadah) yang telah mendapat perlindungan dari Allah dan RasulNya (dzimmiy), maka ia telah melanggar perlindungan Allah—yakni mengkhianati perjanjian—dan dia tidak akan mencium baunya surga, meskipun bau surga itu tercium dari jarak sejauh perjalanan yang lamanya 40 musim gugur.”

Selain itu Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu pernah mengatakan, “Sesungguhnya, hanya dengan membayar jizyah, maka harta mereka berstatus sama seperti harta kita dan darah mereka sama seperti darah kita.”  (Catatan: penjelasan hadits di atas dan pendapat Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bisa dibaca di buku karya Muhammad Husain Abdullah, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, hlm. 211).

Sobat gaulislam, inilah kepedulian Islam terhadap kehormatan manusia. Islam melarang untuk merendahkan manusia, dan berusaha untuk tetap menjaga kehormatannya. Tentu, selama masih sesuai dengan batasan-batasan yang diatur dalam Islam. So, buat yang nggak suka dengan Islam, jangan asal tuduh ya! [O. Solihin | Twitter @osolihin]