Saturday, 20 April 2024, 12:47

 gaulislam edisi 532/tahun ke-11 (13 Rabiul Akhir 1439 H/ 1 Januari 2018)

 

Bisa jadi! “Lho, terus aku harus bagaimana?” Harus bertaubat dan tinggalkan maksiat! “Tapi aku belum siap!” Bro, kematian itu akan datang, tidak peduli apakah kamu siap atau nggak menghadapinya. Masalahnya lagi, kita nggak tahu kapan kematian itu datang. Itu sebabnya, kita memang harus nyiapin diri untuk tetap taat. Lebih keren lagi kita bisa istiqamah dalam ketataan. Beneran. Sebab, datangnya kematian tidak menunggu kita istiqomah, Bro en Sis. So, istiqomahlah sambil menunggu datangnya kematian.

Sobat gaulislam, banyak orang yang kini mungkin masih kecapean sambil ngorok setelah semalaman merayakan tahun baru masehi. Hmm… udah mah ngerayainnya maksiat, abis duit, ngeganggu orang pula dengan nyundut petasan dan kembang api plus niup terompet. Eh, maksudnya ngeganggu orang yang sedang istirahat. Kalo sesamanya saling nyundut petasan dan kembang api serta niup terompet sih malah larut dalam hura-hura bersama. Kasihan ya!

Lalu apa sebenarnya yang dicari dalam kehidupannya? Padahal, dunia itu fana dan ajal sewaktu-waktu akan datang tanpa bisa diundur. Duh, jadi inget lagunya Bang Rhoma Irama (tapi nggak pake joget, lho) yang judulnya “Pesta Pasti Berakhir”. Wah, kalo kid zaman now kayaknya nggak terlalu tahu deh. Maklum, saya yang nulis ini generasi kid zaman old hehehe..

Gini penggalan liriknya, “Berumah megah bermobil mewah/Itu tujuan banyak manusia/Uang berlimpah pakaian indah/Itu tujuan banyak manusia

Makanan dan minuman yang serba lezat/Santapan yang selalu dicari/Rekreasi yang mahal serta memikat/Hiburan yang selalu dinikmati

Makan-minumlah senang-senanglah/Dalam pesta kehidupan dunia/Tapi ingatlah gunakan pikir/Bahwa pesta pasti kan berakhir

Dunia hanyalah persinggahan/Dari sebuah perjalanan panjang/Dunia bukanlah tujuan/Namun hanya ladang tempat bertanam

Tuh,  Bang Rhoma aja bilang gitu, apalagi al-Quran dan hadits, serta pendapat para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, juga para ulama. Mau tahu?

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS al-An’aam [6]: 32)

Oya, maksudnya kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Jangan sampe deh kita terpedaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat. Nggak banget itu!

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits al-Mustaurid bin Syaddad, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Dunia dibandingkan akhirat hanya seperti salah seorang di antara kalian yang memasukkan jari tangannya ke dalam lautan. Perhatikanlah apa yang dibawa oleh jari itu?!”

Duh, sedikit sekali dunia itu dibanding akhirat. Tetapi mengapa banyak manusia yang mengejarnya hingga lupa diri dan lupa negeri akhirat?

Menjelang akhir hayatnya, Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut kepada-Mu, tetapi hari ini aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan, tetapi hanyalah untuk menutup haus di kala panas, dan menghadapi saat-saat yang gawat, serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan.”

Luar biasa Muadz bin Jabal! Kita sih jauh banget kalo dibandingin sama beliau. Nggak level deh. Namun, kita bisa meneladani beliau, setidaknya dalam memandang bahwa dunia itu fana dan tak perlu dikejar sampai lupa akhirat.

 

Waspadai kemaksiatan

Sobat gaulislam, ketika manusia lalai karena fokus mengejar dunia, maka aturan agama sering dilanggar. Nah, maksiat inilah yang wajib kita waspadai. Beneran lho, coba deh kamu renungkan. Pernah kan, ketika mengejar dunia kita berbuat bohong atau menghalalkan segala cara? Pacaran itu kata sebagian remaja adalah salah satu kenikmatan hidup di dunia dalam hal pemenuhan rasa cinta. Ada yang lebih parah, demi memuaskan birahinya, pacaran dilanjut dengan perzinaan. Naudzubillahi min dzalik!

Hati-hati dan waspada tentang maksiat, sobat! Di dalam Kitab al-Jawabul Kafi, Ibnul Qoyyim al-Jauziyah merinci dampak-dampak buruk dari perbuatan dosa dan maksiat terhadap kehidupan seorang hamba baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

Pertama, terhalang untuk mendapatkan keberkahan ilmu. Ilmu adalah cahaya yang dinyalakan Allah di dalam hati seorang hamba, dan maksiat mematikan cahaya tersebut.

Kedua, kegelisahan yang dirasakan pelaku maksiat di dalam hatinya, dan hilangnya ketenangan dari dalam hati. Ketiga, Allah akan mempersulit setiap urusan dalam hidupnya. Keempat, menimbulkan sifat lemah baik pada agama dan badannya, sehingga pelaku maksiat terasa berat dan malas untuk melakukan ketaatan. Kelima, maksiat menghilangkan keberkahan umur dan melenyapkan kebaikannya.

Keenam, perbuatan maksiat akan mengundang perbuatan maksiat lainnya, sebagaimana ketaatan akan mengundang ketaatan yang lain. Ketujuh, maksiat akan menghalangi seseorang dari taubat kepada Allah dan pelaku maksiat akan menjadi ‘tawanan’ bagi syaitan yang menguasainya. Kedelapan, maksiat yang dilakukan berulang-ulang akan menanamkan rasa cinta terhadap maksiat itu sendiri di dalam hati, sehingga pelaku maksiat akan merasa bangga dengan maksiat yang dia lakukan

Kesembilan, maksiat akan menghinakan dan menjatuhkan kedudukan seorang hamba di hadapan Tuhannya. Kesepuluh, akibat buruk dari maksiat akan menimpa semua makhluk; manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Kesebelas, maksiat akan melahirkan kehinaan.

Keduabelas, maksiat bisa merusak akal pikiran dan menghilangkan kecerdasannya. Ketigabelas, maksiat akan menutup mata hati, menyebabkan kerasnya hati, dan pelakunya dianggap sebagai orang yang lalai. Keempatbelas, maksiat mendatangkan laknat Allah dan Rasul-Nya. Kelimabelas, maksiat akan menghalangi doa malaikat dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Keenambelas, maksiat menyebabkan kerusakan, keguncangan, gempa dan musibah. Ketujuhbelas, maksiat bisa mematikan semangat, menghilangkan rasa malu, membutakan mata hati. Kedelapanbelas, maksiat dan dosa bisa melenyapkan nikmat dan mendatangkan bencana. Kesembilanbelas, maksiat dan dosa akan meninggalkan tatatan masyarakat yang rusak akhlak dan agamanya.

Duh, ada 19 dampak dari maksiat dan dosa. Bahaya bener. Ada poin yang sesuai dengan judul buletin kesayangan kamu edisi ini. Coba, yang poin ke berapa? Ya, poin ketujuh dan ketigabelas. Kalo hati udah tertutup, bagaimana bisa menerima kebenaran dan ketaatan? Kalo terhalangi dari taubat, itu bisa berarti hidayah sulit masuk ke hatinya. Beneran, lho!

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS al-Muthoffifin [83]: 14)

Dalam penjelasan di website rumaysho.com, Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir, 14: 268)

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.” (Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7: 442)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.” (ad-Daa’ wad Dawaa’,107)

Dalam keterangan lainnya, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus…” (al-Fawa’id, hlm. 158)

 

Jemputlah hidayah!

Sobat gaulislam, kita sepantasnya bersedih ketika mendapati saudara kita sesama muslim masih doyan berbuat maksiat. Ini nulisnya “doyan” berarti sering banget. Bisa jadi malah hobi. Aduh, kok bisa ya? Padahal dinasihati sering, diajak kepada kebaikan juga setiap saat. Tetapi kenapa tak juga mau sadar dan bertaubat dari maksiat ya?

Menurut Dr Aidh al-Qarni, bahwa hati orang yang bersangkutan tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah, tidak punya kemauan untuk itu, tidak menyukainya, tidak mencarinya, dan tidak pula menginginkannya dengan keinginan yang keras.

Sesungguhnya sebagian orang ada yang tidak memperhatikan apakah dirinya beroleh petunjuk ataukah sesat. Dia pun tidak punya perhatian untuk menimba ilmu atau meraih faidah yang berguna. Dia sama sekali tidak perhatian untuk menuntut ilmu agama atau tidak menuntutnya.

Masih menurut Dr Aidh al-Qarni, orang seperti ini tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah dan tidak pula memperhatikannya. Sehubungan dengan hal ini Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (QS al-Anfal [8] : 23)

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS al-‘Ankabuut [29]: 69)

Imam Ibnu Qayyimil Jauziyah berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah (dari Allah Ta’ala) adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya” (Kitab “al-Fawa-id”, hlm. 59)

Yuk, sadar diri dan bertaubat. Berhentilah dari maksiat. Jauhi dan menyesali semua perbuatan maksiat. Taubat segera dengan taubat yang sesungguhnya (taubatan nasuha). Khawatir nggak sampe umur kita. Terus berharap hidayah-Nya. Itu sebabnya, jauhi maksiat agar hidayah Allah bisa kita dapatkan. Semangat berhijrah dan belajar! [O. Solihin | Twitter @osolihin]