Friday, 29 March 2024, 15:44

gaulislam edisi 354/tahun ke-7 (8 Syawal 1435 H/ 4 Agustus 2014)

 

Ehm, judul gaulislam edisi ke-354 ini mengingatkan saya ke tahun 80-an. Ya, judul ini adalah film Bang Haji Rhoma Irama. Film ini borongan lho. Produsernya, sutradaranya, penulis skenarionya, dan pemerannya adalah Bang Haji Rhoma Irama. Tapi kalo pemainnya sih tentu nggak cuma Rhoma Irama. Film yang diproduksi tahun 1980 ini didukung bintang film lainnya seperti Ricca Rachim, WD Mochtar, Soultan Saladin, Rita Sugiarto dan lainnya (hehehe.. kamu yang sekarang baru SMP atau SMA pasti belum lahir saat film ini dibuat).

Apa inti film ini? Ya, kisahnya adalah ketika Rhoma Irama dengan Soneta Group-nya muncul di berbagai daerah dengan niat dakwah. Ia mendapat sambutan sekaligus tantangan, karena dituduh mengkomersialkan agama. Tentangan inilah yang menjadi perjuangan Rhoma. Ia menginsyafkan teman-teman seprofesinya dari mabuk-mabukan dan perempuan. Ia juga berhasil menyadarkan calon mertuanya yang diperbudak minuman keras, hingga nyaris memperkosa anak gadisnya sendiri.

Lalu apa hubungannya dengan judul gaulislam kali ini? Ada. Hubungannya adalah, bahwa untuk membasmi kejahatan perlu perjuangan dan agar perjuangan menjadi mulia dan barokah, tentu saja butuh kekuatan doa. Perjuangan dan doa adalah bagian dari kehidupan kita. Banyak hal bisa dilakukan dengan perjuangan dan doa. Kalo kamu ingin menjadi juara kelas, tentu bukan hanya doa saja yang kamu panjatkan kepada Allah Ta’ala, tetapi kamu harus berusaha belajar dengan sekemampuanmu. Sebelum belajar kamu berdoa, selama belajar kamu berdoa, setelah belajar kamu berdoa. In sya Allah, itu bisa bikin kamu tenang karena percaya bahwa Allah Ta’ala akan menolong apa yang kamu inginkan. Jangan lupa, kewajiban lainnya juga kudu kamu kerjakan. Shalat lima waktu jangan kamu tinggalkan, puasa Ramadhan kudu dikerjakan, termasuk kamu harus berani meninggalkan atau menjauhi kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga butuh perjuangan dan doa lho. Bener!

Melawan kemunkaran

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.” (HR Muslim)

Sobat gaulislam, dari hadis ini Islam mengajarkan bahwa kemunkaran itu harus dilawan, harus dicegah, dan harus dijauhi. Memang, tak semua kaum muslimin bisa mencegah kemunkaran dengan kekuatan tangannya (baik dalam pengertian kekuatan fisik maupun kekuatan kekuasaan). Tetapi ada yang bisa dengan lisannya, dan jika tak mampu atas tangan dan lisannya adalah menolak dalam hatinya bahwa itu perbuatan yang buruk dan tidak mau mendekatinya. Hanya saja, dari tingkatan kemampuan untuk melawan kemunkaran itu memiliki konsekuensi, jika hanya menolak dalam hati itulah selemah-lemahnya iman. Ini masih mending ketimbang yang cuek aja meski ada kemunkaran di depan hidungnya.

Melawan kemunkaran jelas butuh perjuangan, tak sekadar dilawan dengan doa. Jika temanmu dihajar habis-habisan sama orang lain dan kamu tahu, apa yang akan kamu lakukan? Cukup berdoa saja, membantu melawannya, atau lari tunggang langgang karena kamu ketakutan? Lebih parah lagi kalo kamu kemudian ikut-ikutan mengeroyok temanmu karena takut dengan ancaman orang yang telah menghajar temanmu. Waduh!

Tentu saja, sebagai teman yang baik dan kamu tahu temanmu itu tidak salah, maka dalam kondisi seperti itu kamu harus menolongnya dengan berbagai cara. Kalo kamu nggak sanggup sendiri, ya minta bantuan ke orang lain dengan cara berteriak minta tolong agar orang-orang di sekitarmu tahu dan memberikan pertolongan. Tetapi kalo kamu cuma diam saja, atau sekadar berdoa saja tanpa berusaha mencegah, ya mungkin saja nasib temanmu sudah habis dipermak dengan tinju dan bogem mentah lawannya. Hadeeeuuh..

 

Jihad itu perjuangan dan doa

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kamu pernah baca sejarah Perang Badar? Ya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukannya berangkat dari Madinah pada tanggal 8 Ramadhan. Menurut Ibnu Hisyam, perang ini merupakan kemenangan perdana yang menentukan posisi kekuatan kaum muslimin dalam menghadapi kekuatan kaum musyrikin. Allah Ta’ala telah memimpin langsung peperangan tersebut. Firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS al-Anfâl [8]: 17)

Allah Ta’ala mengutus sepasukan malaikat untuk meneguhkan kaum muslimin dan menghancur-leburkan pasukan kaum kafir. Sebelumnya Allah telah meruntuhkan mental orang-orang kafir hingga timbul rasa takut yang amat sangat di antara mereka. Itu tergambar dalam Firman Allah Ta’ala (yang artinya): (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan potonglah tiap-tiap ujung jari mereka. (QS al-Anfâl [8]: 12)

Tiga hari menjelang perang Badar, kaum muslimin tidak menyadari bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya): karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS ar-Rûm [30]: 5-6)

Sebenarnya yang dimaksud dengan “pertolongan” itu tertuju pada mereka. Bahkan dikisahkan Rasulullah pernah merasa khawatir, kalau pertempuran itu akan memusnahkan kaum mukminin Madinah di muka bumi ini. Beliau berdoa kepada Allah: “Ya, Allah, jika kelompok ini sekarang binasa tidak ada lagi yang menyembah-Mu di atas muka bumi ini.”

Ya, risiko Perang Badar ini memang besar sekali, sebagaimana sesumbar Abu Jahal: “Demi Tuhan, kita tidak akan pulang sebelum sampai ke Badar. Kita akan tinggal tiga malam di tempat itu. Kita memotong ternak, kita pesta makan dan minum khamr, kita minta para biduan menyanyi. Biar orang-orang Arab itu mendengar dan mengetahui perjalanan dan persiapan kita. Biar mereka tidak lagi mau menakut-nakuti kita.”

Namun apa lacur, justru kenyataannya pasukan pimpinan Abu Jahal ini kewalahan dan binasa. Pada pertempuran di bulan Ramadhan ini, 313 tentara kaum muslimin berhasil menghajar telak dan melibas 1000 pasukan kaum kafir Quraisy. Tragisnya, Abu Jahal bin Hisyam al-Makhzumi dan Abu Lahab al-Hasyim tewas mengenaskan.

Menurut al-Maqrizi dalam kitabnya yang berjudul Imta’al Asma’, menghitung bahwa jumlah gembong alias petinggi kaum kafir Quraisy yang binasa dalam pertempuran tersebut sebanyak 27 orang, dan yang tewas setelah perang sekitar 20 orang.

Nah, kalo sekarang, seharusnya memang seluruh pemimpin negeri-negeri muslim di sekitar Palestina mengirimkan pasukannya (yang pastinya pasukan Zionis Israel kalah jumlah dibanding pasukan koalisi seluruh negeri muslim di sekitarnya) untuk membela kaum muslimin di Gaza, Palestina dan sekaligus memerangi pasukan Zionis Israel. Selama pasukan kaum muslimin berjuang, iringi dengan kekuatan doa oleh seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. In sya Allah selesai masalahnya. Nggak kayak sekarang cuma mengecam, atau sekadar berdoa aja tanpa ikut membantu perjuangan mereka.

Memang, berdoa pun sudah cukup sebagai bagian dari kepedulian. Tetapi itu semua sesuai kapasitasnya. Sebagai rakyat biasa, doa bisa dijadikan satu bentuk kepedulian, tetapi sebagai tokoh masyarakat atau bahkan pemimpin negara seharusnya bisa memberikan motivasi dan aksi untuk mengirimkan bantuan pasukan militer untuk menyelesaikan konflik ini. Sebab, ini bukan soal kemanusiaan belaka, tetapi sudah ranah ideologis, yakni pertarungan kaum muslimin dengan kaum Yahudi laknatullah.

Ibarat kalo kamu khawatir dengan gangguan setan, maka baca doa atau ayat Kursi, misalnya. Tetapi kalo ada orang lain yang menghajar kamu habis-habisan karena nggak suka dengan dakwahmu—tentu nggak cukup dengan membaca doa dan ayat Kursi, tetapi pake saja kursi (beneran) buat tameng dan untuk membalas perlakuan orang tersebut kepadamu.

 

Doa juga senjata

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS al-Baqarah [2]: 186)

Nabi Musa ‘alaihi sallam juga berdoa, kisahnya disampaikan dalam al-Quran surah al-Qashash ayat 21: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu.”

Sobat gaulislam, kita juga diajarkan untuk berdoa hanya kepada Allah Ta’ala. Imam at-Tirmidziy meriwayatkan dengan sanadnya hingga Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah (dengan berdoa), maka Allah marah kepadanya.”

Namun agar doa bisa dikabulkan, tentu ada syaratnya. Dalam hadits ke sepuluh dari kumpulan Hadits Arba’in karya Imam an-Nawawi dijelaskan bahwa: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Berkatalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu thoyyib (baik) tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Sesungguhnya Allah menyuruh orang-orang yang mukmin sebagaimana yang telah Dia perintahkan kepada para Rasul.” Allah Ta’ala berfirman: “Wahai para Rasul, makanlah (kalian) dari makanan yang baik-baik, dan berbuatlah amal shalih”, dan firman Allah Ta’ala,:”Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari makanan yang baik-baik apa yang Kami anugerahkan rizki kepada kalian”. Lalu Rasulullah menyebut seorang lelaki yang berlayar jauh, hingga kusutlah rambutnya dan kotor, ia mengangkat kedua tangannya ke langit (seraya berkata): “Ya Tuhan, Ya Tuhan” (ia bermohon) sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan (badannya) dengan barang haram, maka bagaimana yang demikian itu akan dikabulkan (diijabahi)?” (HR Bukhari dan Muslim)

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Doa akan menjadi senjata untuk memohon kepada Allah Ta’ala atas apa yang kita inginkan, selama kita sendiri beriman kepada-Nya, mentaati perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan untuk hal-hal tertentu yang memerlukan usaha, maka kita harus juga mengupayakannya, nggak hanya berdoa. Ingat lho, firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’d [13]: 11)

Nah, inilah pembahasan singkat tentang perjuangan dan doa. Semoga bermanfaat ya. So, apapun yang kita inginkan hendaknya kita berdoa dan juga berupaya semaksimal kita bisa. Keduanya harus dilakukan. Itu sebabnya, memerangi Zionis Israel yang kini tengah membantai kaum muslimin di Gaza, selain doa juga diperlukan senjata dalam wujud nyata dengan menyarankan para pemimpin negeri-negeri muslim agar mengirimkan pasukan militer untuk melawan Israel. Semangat! [solihin | Twitter @osolihin]

1 thought on “Perjuangan dan Doa

Comments are closed.