Friday, 29 March 2024, 16:58

gaulislam edisi 473/tahun ke-10 (14 Safar 1438 H/ 14 November 2016)
 

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Mendengar kata bangkit, apa yang kamu pikirkan? Hmm.. sepertinya sepakat bahwa bangkit itu adalah upaya yang dilakukan seseorang yang sedang jatuh dan terpuruk untuk bisa berdiri kembali. Kalo menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), saya punya yang edisi luring alias luar jaringan alias offline karena tersimpan di hard disk laptop, bangkit didefinisikan bangun (dari tidur atau duduk) lalu berdiri. Ya, kamu sekarang udah ngeh. Nah, masalahnya, kamu ngerasa udah bangkit atau belum? Eh, malah masih bobo pulas. Bahaya, itu!

Oya, ngomongin soal istilah bangkit, saya pernah lho nulis buku dengan judul “Bangkit Dong, Sobat!” sekira 11 tahun lalu. Ya, buku itu diterbitkan pada 2005. Buku ini termasuk salah satu buku unik yang pernah saya tulis. Keunikan buku ini, saya tulis dalam waktu 2 pekan saja alias 14 hari. Tebalnya lebih dari 200 halaman. Hehehe.. itu lagi semangat banget. Selain itu, buku tersebut sebagian adalah memoar perjalanan hidup saya (tentang diri sendiri, tentang teman, tentang keluarga, dan tentang dakwah). Jadi alhamdulillah lebih ringan nulisnya karena seperti memindahkan memori saya yang tersimpan di benak saya, dan juga di beberapa buku harian yang pernah saya tulis sejak kelas 2 SMP. Seru. Kamu belum punya bukunya? Bisa pesan ke saya kok (halah, ujung-ujungnya promosi dan jualan! Ih, ngak apa-apa dong, kan yang nulis juga butuh bukunya dibaca orang, eh, dibeli orang lalu dibaca).

Oke. Kalo kita harus bangkit, mulai dari mana? Kan, kita nggak ada contohnya, atau belum tahu contohnya. Jangan malas, Bro en Sis. Sekarang sih udah melimpah informasi dan juga orang-orang yang bisa dijadikan sebagai teladan atau acuan untuk perubahan hidup kita menjadi lebih baik sehingga bisa dikatakan bangkit. Nggak percaya? Ayo, baca sampe tuntas buletin kesayangan kamu edisi ini, ya!

 

Perlukah motivasi dari orang lain?

Sobat gaulislam, tadi kan sempat ditanyakan tentang acuan atau hal lain (mungkin berupa motivasi atau inspirasi) supaya bisa bangkit. Begini sobat. Sampai sekarang saya masih percaya, bahwa saya hanya butuh inspirasi. Bukan motivasi. Tetapi saya tidak pernah melarang siapapun untuk memotivasi. Bahkan saya sendiri sering memotivasi. Lah, lalu apa esensinya menulis subjudul ini? Ada. Justru karena ada esensinya saya menuliskannya. Dalam beberapa kondisi kita memang butuh motivasi orang lain. Mungkin sekadar untuk membangkitkan potensi yang sebenarnya sudah kita miliki, hanya saja kita belum merasakannya bahwa itu adalah potensi kita. Kadangkala kita baru sadar ketika diberikan motivasi agar mau bergerak, mau melakukan sesuatu, mau bertindak. Pada kondisi ini, motivasi memang diperlukan.

Namun, kenyataannya motivasi tak selalu menjadi ‘vitamin’ bagi orang yang menerimanya, bahkan ironinya adakalanya sang motivator justru malah yang harus dimotivasi. Salahkah? Tidak juga. Ini sisi manusiawi setiap orang. Sebagaimana khatib Jumat yang selalu mewasiatkan pesan takwa kepada jamaah, dan juga dirinya: Usiikum wa nafsi bitaqwallah (aku menasihati kalian dan aku sendiri dalam bertakwa kepada Allah). Nasihat memang untuk diri kita dan juga orang yang kita beri nasihat.

Sama seperti saya ketika menulis. Sejatinya adalah pesan bagi saya sendiri dan juga siapapun yang membaca pesan yang saya tulis. Sebab, saya—dan juga siapapun yang menyampaikan pesan nasihat—wajib bertanggungjawab dengan apa yang disampaikannya. Secara sederhana bisa dirumuskan: tuliskan apa yang Anda kerjakan dan kerjakan apa yang Anda tulis. Ini agar apa yang kita tulis bukan semata ‘nyuruh-nyuruh’ saja. Tetapi kita juga aktif melaksanakannya. Termasuk apa yang dikerjakan perlu ditulis dan dicatat agar bisa mengevaluasi di lain waktu. Sehingga apa yang kita kerjakan senantiasa menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

 

Beda motivasi dan inspirasi

Secara bahasa, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), motivasi adalah: dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Penjelasan tambahannya (dalam bidang psikologi), motivasi adalah usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.

Bagaimana dengan inspirasi? Masih menurut KBBI, inspirasi sama maknanya dengan ilham, yakni pikiran (angan-angan) yang timbul dari hati; bisikan hati. Bisa juga sesuatu yang menggerakkan hati untuk menciptakan (mengarang syair, lagu,menulis, membuat kendaraan tertentu dsb).

Dari kedua definisi ini, menurut saya, tampak sedikit perbedaan meski agak mirip dalam aksinya. Namun, saya lebih suka menggunakan istilah inspirasi. Terasa lebih kuat karena pelakunya seolah-olah berusaha secara keras untuk melakukannya. Berbeda dengan motivasi (yang dipahami banyak orang saat ini sebagai sebuah jenis pelatihan atau training untuk membangkitkan motivasi seseorang atau khalayak ramai), karena sifatnya yang seolah-olah seseorang itu “menunggu” untuk mendapatkan sesuatu dan kemudian bergerak. Inspirasi lebih aktif, sementara motivasi cenderung pasif. Saya tidak berkesimpulan pasif, tetapi memilih diksi “cenderung pasif”. Sebab, berdasarkan kenyataan memang demikian adanya. Banyak orang meminta untuk dimotivasi, jarang yang meminta untuk diinspirasi.

Apa contohnya? Saya sering mendapatkan permintaan dari beberapa orang agar saya memotivasi diri mereka dalam segala hal, terutama yang paling sering adalah dalam menulis. Saya diminta memberikan motivasi-motivasi seputar menulis. Tugasnya memang jadi semacam motivator khusus dalam penulisan. Saya bahkan membuat modul pelatihan menulis yang salah satu pembahasannya mencantumkan materi khusus; motivasi menulis. Sebenarnya, jujur saya masih merasa ragu. Sebab, motivasi itu tak akan ada apa-apanya sama sekali jika orang yang saya motivasi tak melakukannya sesuai petunjuk. Tidak bergerak. Secanggih apapun sang motivator atau guru atau instruktur dalam memotivasi para peserta pelatihan, jika yang diberi motivasi menolak melakukannya atau minimal tidak merasa yakin dengan apa yang disampaikan pemberi motivasi. Sehingga dalam hal ini memang diperlukan kerjasama dua arah. Tidak bisa satu arah.

 

Lebih sering terinspirasi daripada termotivasi

Beberapa orang dengan keyakinan diri yang penuh, biasanya lebih suka dengan inspirasi. Ia bahkan mencari inspirasi sampai jauh. Aktif bergerak. Ia mungkin saja membutuhkan motivasi. Namun tidak mengandalkan secara penuh kepada motivasi. Apalagi jika harus menunggu motivasi dari orang lain.

Oya, saya juga pernah  memberikan arahan bahwa motivasi menulis adalah untuk beribadah dan berjuang. Pengertian motivasi seperti ini lebih dekat dengan istilah niat dalam khasanah Islam. Tentu agak berbeda dengan istilah motivasi yang dipahami saat ini, khususnya jika dihubungkan dengan orang yang meminta untuk dimotivasi. Demi mendapatkan motivasi dari orang yang dianggap mampu, sebagian orang bahkan mau membelinya dengan harga tinggi. Misalnya dengan mengikuti pelatihan atau training motivasi. Salahkah mereka? Tidak juga. Itu kan seperti jual beli. Jika mampu membeli untuk mendapatkan motivasi yang diinginkannya, silakan saja. Begitu pun jika ada orang yang berani dan mau menjual pelatihan motivasi, sah-sah saja. Apalagi saat ini memang sedang gandrung. Mereka yang membutuhkan banyak, yang menawarkan juga tak sedikit.

Untuk kondisi tersebut saat ini, kita bisa menyaksikan, beragam motivasi ditawarkan: motivasi usaha/bisnis, motivasi menjalani kehidupan rumah tangga, motivasi persiapan pernikahan, motivasi belajar, motivasi untuk meraih impian menjadi pribadi yang unggul, termasuk motivasi menulis dan (mungkin saja) motivasi dakwah. Ya, konon kabarnya semua orang sebenarnya punya potensi untuk menjalani bisnis, belajar, dan termasuk menulis dan dakwah. Hanya saja mereka perlu kemauan yang kuat untuk memulai dan menjalaninya sehingga kemampuannya akan terasah.  Konon kabarnya, dalam pelatihan atau traning seperti itulah diberikan kunci-kuncinya.

Sobat gaulislam, pentingkah sebuah kemauan? Penting. Saking pentingnya kemauan, seringkali bisa mengalahkan kemampuan.  Buktinya, orang yang kemauannya tinggi untuk menjadi penulis misalnya, maka ia akan terus berusaha dan belajar serta berlatih menulis. Sementara yang sudah memiliki kemampuan menulis—meski belum mahir benar—tetapi jika kemampuannya tidak diasah terus secara konsisten, maka ia akan mudah disalip oleh yang hanya mengandalkan kemauan di tahap awal. Mereka yang kuat kemauannya dan terus berlatih, akan memiliki kemampuan juga pada akhirnya. Cepat atau lambat.

Saya sendiri merasa lebih sering terinspirasi dari bacaan atau perkataan dan perbuatan orang lain. Meskipun ia tidak memberikan motivasi secara langsung kepada saya. Contohnya, ketika saya membaca sebuah quote menarik dari Syaikh Sayyid Quthb dalam sebuah artikel, “Jari telunjuk yang setiap hari memberi kesaksian tauhid kepada Allah saat shalat, menolak menulis satu kata pengakuan untuk penguasa tiran”. MasyaAllah. Luar biasa bagi saya. Melalui quote ini, jujur saya terinspirasi untuk menguatkan keyakinan saya bahwa hanya Allah Ta’ala yang wajib disembah dan ditaati serta diakui sebagai satu-satunya pencipta dan pembuat hukum. Bukan yang lain. Saya pun terinspirasi untuk terus menulis dengan tujuan menyampaikan kebenaran Islam. Insya Allah saya juga  berazzam untuk tidak pernah mengakui sesuatu yang bertentangan dengan akidah Islam.

Begitupun saya merasa terinspirasi ketika saya membaca sebuah tulisan yang memuat pernyataan tokoh pergerakan sekelas KH M Isa Anshary. Beliau menuliskan bahwa, “Revolusi-revolusi besar di dunia selalu didahului oleh jejak pena dari seorang pengarang. Pena pengarang mencetuskan suatu ide dan cita, menjadi bahan pemikiran pedoman berjuang”. Jika beliau saja yang sudah banyak makan asam-garam kehidupan dan perjuangan tetap percaya bahwa revolusi digerakkan dari ide-ide yang ditulis oleh para penulis, maka saya yang sedang merintis dan berada di jalur perjuangan harus semakin percaya diri untuk menempuhnya dan membuktikan bahwa saya bisa menulis untuk menginspirasi dan menggerakkan banyak orang untuk mencintai Islam dan memperjuangkannya. Insya Allah.

Sobat gaulislam, kita butuh motivasi (termasuk menurut saya, inspirasi) dari orang lain untuk bisa bangkit. Tetapi, peran kita tetap menentukan langkah kita sendiri. Para inspirator dan motivator, kelas dunia sekalipun, tak akan mampu menolong keterpurukan kita jika kita tak mau berubah. Mereka bisa berhasil karena kita bekerjasama dengan mereka. Kita mengikuti sarannya, dan mengembangkannya lebih hebat.  Semoga kita siap mengubah diri kita, baik awalnya terinspirasi dan termotivasi dari orang lain, ataupun kita sendiri yang merenung dan melakukan usaha maksimal sehingga inspirasi itu muncul dari hasil kreasi kita. Apapun itu, yang penting: tuliskan apa yang Anda kerjakan dan kerjakan apa yang Anda tulis. Sebab, di situlah inspirasi dan motivasi terbesar yang (telah) kita miliki. Setidaknya, menurut saya.

 

Kesadaran itu penting

Sudah diulas motivasi dan inspirasi. Keduanya sama pentingnya. Namun, keduanya tak akan berarti apa-apa bagi kita bila kita nggak sadar. Setiap orang yang ingin bangkit, termasuk remaja muslim, kudu banget punya kesadaran. Sadar akan kondisi yang ada saat ini di sekitarmu, sadar dengan kemampuan diri, sadar bahwa kita belum bisa bangkit, sadar bahwa untuk bisa bangkit butuh perjuangan dan pengorbanan dari kita. Itu poin pentingnya. Kita tidak akan bisa bangkit dari keterpurukan selama kita tak berusaha untuk mengubah sebab-sebab keterpurukan kita. Tentu, untuk bisa seperti itu butuh perjuangan. Firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka berusaha mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’d [13]: 11)

Lebih keren lagi, kalo diri kita udah bisa bangkit, maka ajaklah kawan kita dan bila perlu seluruh kaum muslimin untuk bisa bangkit dan berjuang. Malah, banget banget keren kalo bangkitnya adalah untuk dakwah Islam dan tegaknya syariah Islam di muka bumi ini. Mantap, tuh!

Gimana memulainya? Ngaji, Bro en Sis! Sudah banyak kegiatan rohis di sekolah, remaja masjid, majelis taklim, dan kelompok dakwah di sekitar kita. Ikuti yang benar dan baik di antara mereka demi kemajuan Islam agar kita segera bangkit dari kemalasan dan ikut bergerak menyongsong kebangkitan Islam yang hakiki berupa tegaknya syariat Islam di muka bumi ini dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Segera bangkit, sobat! [O. Solihin | Twitter & IG: @osolihin]