Thursday, 25 April 2024, 04:55

gaulislam edisi 533/tahun ke-11 (20 Rabiul Akhir 1439 H/ 8 Januari 2018)

 

Assalaamu’alaikum, Bro en Sis, pembaca setia buletin gaulislam. Masih terasa, ya, suasana tahun baru di minggu-minggu awal tahun baru 2018 ini. Pastinya,  menjelang perpindahan tahun kemarin, banyak banget, deh, postingan-postingan tentang resolusi ke depan untuk tahun baru 2018 dan juga tahun-tahun ke depannya. Wah.. penting juga, loh, untuk melakukan perubahan. Tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Setuju, kan?

Bro en Sis, sekadar renungan aja, nih. Bertambahnya tahun bukan berarti bertambahnya umur. Memang angka hitungan tahun menunjukkan penambahan. Tetapi sebenarnya, bertambahnya umur artinya berkurangnya jatah untuk berkelana di dunia ini. Wah, kok seram, ya. Tapi memang begitulah kebenarannya. Karena setiap sesuatu yang hidup itu sejatinya sudah ditentukan batas akhirnya. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Dan tidak ada yang tahu tentang hal itu kecuali Yang Maha Menciptakan, yaitu Allah Ta’ala.

Mungkin Bro en Sis ada yang sudah menyadari. Bahwa manusia di dunia ini harus memiliki tujuan hidup. Tujuan hidup inilah, yang akan mengarahkan manusia dengan apa-apa yang akan ia lakukan selama hidupnya. Sederhananya, kalau tujuan hidupnya baik, maka ia akan menjalani hidupnya untuk mencapai tujuan itu dengan cara yang baik pula. Dan juga sebaliknya. Kalau tujuan hidupnya tidak baik, maka ia akan menjalani hidupnya untuk mencapai tujuan tidak baik itu dengan cara yang tidak baik juga.

Bro en Sis yang in syaa Allah dirahmati Allah. Kita harus tahu, tujuan hidup manusia yang diambil sebagai pedoman hidupnya haruslah sesuai dengan akidah Islam. Why? Agar tujuan akhir di akhirat nanti adalah Surga. Sebab, dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir kita, maka kita akan memaksa diri kita untuk berjalan menuju Surga.

Usia adalah salah satu nikmat besar yang diberikan oleh Allah ta’ala. Kita bisa melihat fakta-fakta yang ada. Tentang bagaimana manusia memanfaatkan nikmat usia mereka. Ada yang memanfaatkannya untuk berbuat baik, tapi tidak sedikit orang yang menggunakannya untuk berbuat maksiat. Perbuatan yang baik akan mendapatkan balasan yang baik pula, yaitu pahala. Begitu juga dengan perbuatan yang buruk. Orang yang mengerjakannya akan dibalas dengan keburukan, yaitu dosa. Perbuatan dosa secara keseluruhan harus ditinggalkan.

Mungkin Bro en Sis sering melihat berita tentang fakta-fakta yang terjadi belakangan ini. Saya tidak akan menceritakan berita apa. Tetapi banyak sekali berita yang orang lebih mengambil pendapatnya secara nafsu duniawi. Padahal, tidak selalu pilihan manusia itu baik. Mungkin penampakannya baik, tetapi ternyata setanlah yang ada dibalik topeng ‘sok baik’ itu. Hati-hati, Bro en Sis. Seharusnya, kita kembali melihat al-Quran dan al-Hadits sebagai jawaban. Karena jalan yang lain belum bisa dibuktikan secara pasti kebenarannya. Hanya Islam jalan kebaikan dan menuju surga.

 

Selalu dalam kondisi taat

Di dalam al-Quran, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman [31]:34)

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kematian adalah ilmu Allah yang sifatnya ghaib. Tidak ada manusia yang mengetahui tentang hal-hal yang ghaib itu. Manusia memang hanya bisa merencanakan. Tetapi kita tidak akan tahu apakah rencana itu sudah ditetapkan akan terjadi atau belum. Contohnya gini, deh. Janin yang sedang dalam kandungan mungkin bisa diprediksikan tanggal kelahirannya oleh dokter, tetapi apakah dokter bisa menjamin bayi itu akan keluar dalam kondisi hidup?

Contoh lainnya, banyak kasus orang yang mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. Tetapi kalau memang belum waktunya untuk meninggalkan dunia, maka mau dipaksakan bagaimana pun, ia tidak akan mati. Atau contoh lainnya, bisa jadi seorang pemuda yang sehat tiba-tiba kecelakaan atau meninggal tanpa sebab. Atau bisa jadi juga seseorang yang sangat tua, bahkan sampai sangat lemah, tetapi belum juga meninggal. Nah, kan. Siapa yang bisa memprediksikan kematian?

Bro en Sis, kita juga harus memikirkan, bahwa meski usia kita masih muda, belum tetu kita akan sampai pada usia tua. Bahkan untuk hari esok. Bahkan untuk beberapa detik ke depan. Kita tidak tahu, kapan malaikat maut akan sampai menemui dan menjemput kita. Bisa dikatakan, tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi dari kematian. Tanpa bencana alam atau kecelakaan, kematian bisa kapan saja menghampiri setiap sesuatu yang hidup.

Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS al-‘Ankabuut [29]: 57)

Itu sebabnya, walau pun kita masih di usia muda, kita juga harus selalu berada dalam ketaatan. Kita memang harus selalu berharap kepada Allah Ta’ala. Tetapi rasa harap harus ada bersama rasa takut kepada-Nya. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Karena kalau hanya memiliki salah satunya, maka tidak akan menjadi sesuatu yang baik.

 

Harus punya target

Sobat gaulislam, sebelumnya udah disinggung, nih, tentang tujuan hidup. Bener banget, Bro en Sis. Walaupun kita tidak tahu sampai kapan kita akan berjuang di dunia ini, tapi penting buat kita untuk memiliki rencana dan cita-cita. Kebayang deh, kalau seseorang tidak memiliki rencana untuk hari esok. Atau dalam lingkaran lebih kecilnya, rencana untuk hari ini. Pasti akan kebingungan dan tidak ada kemajuan. Memang benar harus ada yang namanya tawakkal, tetapi tawakkal juga harus dibarengi dengan ikhtiar. Setuju nggak?

Sebagai manusia, kita butuh banget yang namanya rencana. Urusan terjadi atau tidaknya, itu lain hal lagi. Penting juga untuk memiliki cita-cita. Sederhananya gini, deh. Kalau seseorang itu belum menemukan cita-cita, biasanya ia tidak akan tahu harus bagaimana memutuskan pilihan untuk hari selanjutnya. Orang yang bercita-cita ingin menjadi dokter, maka ia akan mengambil semua kebutuhan-kebutuhan yang akan diperlukan untuk memuluskan cita-citanya menjadi dokter. Misalnya sekolah kedokteran. Tetapi jika rencana masa depan atau cita-citanya itu belum jelas, maka yang akan dipilihnya pun belum jelas juga, kan? Bener!

Nah, setelah menentukan rencana dan cita-cita, maka kita harus berusaha mewujudkannya. Sebenernya ini balik lagi ke awal. Loh? Iya. Ketika merencanakan cita-cita itu, kita juga harus mengetahui bagaimana cara menggapainya. Kalau mau jadi dokter, ya masuk SMA, kuliah jurusan kedokteran. Kalau mau buat usaha, ya cari modal. Dan lain sebagainya. Setelah menyusun rencana, kemudian menentukan jalan untuk mencapai cita-citanya itu, maka tahapan selanjutnya adalah berusaha melanjutkan kehidupannya dengan jalan yang sudah direncanakan.

Oya, tapi jangan lupa. Kita ini manusia. Dan, manusia hanya bisa merencanakan. Perkara nanti Allah mengabulkan dengan memudahkan jalan meraih cita-cita, maka kita harus bersyukur. Jika jalan yang kita tempuh terasa sulit untuk dicapai, maka bersabarlah. Jika ternyata jalan yang kita pilih itu menjadi buntu dan tidak ada peluang bagi kita untuk menggapainya, maka tetaplah bersabar. Bisa jadi Allah telah menyiapkan jalan lain yang lebih baik untuk kita. Bukan artinya jalan yang kita pilih itu tidak baik. Tetapi Allah sudah menyiapkan yang lebih baik. Manusia tidak lebih mengetahui dari Allah yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Bener, kan? Yes!

 

Jangan lupakan akhirat

Sobat gaulislam, tempat kembali yang semua manusia pasti bakalan ke tempat itu tidak lain dan tidak bukan adalah akhirat. Setiap manusia yang meninggalkan dunia ini, akan dikembalikan kepada tujuan yang telah ditetapkan. Mungkin bisa diartikan gini, Bro en Sis. Bisa dikatakan, kehidupan yang sebenarnya dan kekal adalah kehidupan akhirat. Sederhananya, kehidupan dunia yang kita jalani saat ini adalah pemberhentian untuk menyiapkan bekal menuju akhirat. Siapa yang bekalnya cukup, ia akan mencapai tujuan yang baik,  dan siapa yang bekalnya kurang, maka sangat disayangkan ia akan menemui celaka.

Karena itu, kita harus menjalani kehidupan ini untuk persiapan menuju akhirat. Banyak-banyak menyimpan bekal pahala untuk mencapai tujuan yang baik, yaitu surga. Eh, meski akhirat menjadi tujuan utama, bukan berarti kita tidak boleh mengejar cita-cita dunia. Tentu saja walau pun dunia ini hanya sementara, kita tetap harus berusaha bertahan hidup. Iya, nggak, Bro en Sis?

Loh? Terus gimana, dong? Berarti tujuan dunia dan akhiratnya harus sejalan, ya? Bener banget, Bro en Sis. Kalau disuruh pilih bahagia di dunia atau bahagia di akhirat, kenapa nggak bahagia dunia dan akhirat? Ya, kan? Bahkan ada doanya, loh.

“Robbanaa aatinaa fi ad- dunya hasanah wa fi al-aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaab an-naar”

(Ya Tuhan kami, berikan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhiraty dan hindarkan kami dari azab neraka)

Bro en Sis, kita boleh saja untuk memiliki cita-cita dunia yang tinggi. Ya, boleh. Asalkan tidak bertentangan dengan aturan Allah Ta’ala. Tetap melaksanakan ibadah-ibadah wajib, mengupayakan yang sunnah, meninggalkan yang tidak berguna, menjauhi sesuatu yang dibenci Allah, dan meninggalkan larangan-Nya. Tidak lupa untuk selalu menyeru kepada Islam, dan mencegah kemunkaran. In Syaa Allah, jalan apa pun yang kita lalui, asal tetap terikat-kait dengan akidah dan syariat Islam, semuanya akan membawa kepada surga.

Oya, yang paling pasti, nih, Bro en Sis, kita harus selalu ingat tentang satu hal. Yaitu, karena kita tidak tahu sampai kapan ajal itu akan mendatangi kita, maka kita harus selalu dalam kondisi taat kepada Allah Ta’ala. Banyak-banyak berdzikir dan menjauhi perkara-perkara munkar. Bisa, kan? Yuk, tetap taat di sisa usia kita. In Syaa Allah. [Fathimah NJL | Twitter @FathimahNJL]