Tuesday, 30 April 2024, 07:51

Stasiun tv yang satu ini emang pandai menghadirkan tren baru dalam menghibur pemirsa. Setelah sukses dengan Kontes Dangdut TPI (KDI) dan Audisi Pelawak TPI (API), TPI kembali menyodorkan sebuah program dengan ide segar di tengah kegersangan budaya hedonis. Yup, pertengahan Juni kemaren, digelar pemilihan para dai muda berbakat lewat ajang Dakwah TPI (DAI). Ih, kayak Miss Universe aja pake dipilih-pilih segala. Nggak malu tuh ama jenggot. Ehm…

Menurut General Manager Produksi TPI Nala Rinaldo, acara itu digelar bermula karena TPI pernah mengalami kesulitan untuk mencari dai untuk acara-acara keagamaan yang ada di stasiun televisi tersebut. “Apalagi pas Ramadan, di mana stasiun televisi berlomba-lomba memproduksi tayangan dakwah. Kita jadi sering kesulitan mendapatkan dai karena kedahuluan dipakai oleh televisi lain,� ungkapnya. Hmm…rupanya profesi dai, lagi naik daun nih. Apalagi makin banyak tayangan religius. Cocok!

TPI makin semangat ngegeber kontes dai ini setelah mengetahui sambutan dari masyarakat lumayan hangat-hangat kuku. “Antusiasmenya sangat luar biasa. Sejak pendaftaran dibuka di Jakarta 26 Mei hingga 3 Juni, pendaftar hampir mencapai 3000 orang. Hari ini telah terjaring sepuluh peserta dari Jakarta,� ungkap Manajer Humas TPI Theresia Ellasari (Kompas, 07/06/2005)

Itu baru di Jakarta. Belon lagi peserta yang ikut audisi di Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Mereka yang lolos audisi bakal digembleng oleh dai-dai kondang. Ada Aa Gym, pakar ESQ Ary Ginanjar, Dr. Khairul Alwan Nasution dan Jazuli Juwaeni. Mereka bakal dapetin materi tentang ceramah, mengaji, pengurusan jenazah, jurit malam, salat malam, dan bakti kepada masyarakat. Makanya setelah cukup mateng (telor kalee) mereka bakal magang di masjid, penjara, atau panti asuhan. Pantes dong kalo peserta adusinya bejibun banget. Semoga niat baiknya bisa dipertanggungjawabkan. Kita berdoa ya.

Bagus buat remaja, tapi…
Sobat, rasanya kita emang pantas acungi jempol bagi penyelenggaraan kontes dakwah seperti di atas. Gimana nggak, di tengah gencarnya ajang penggalian potensi remaja yang steril dari nilai-nilai Islam, kontes ini hadir bagaikan oasis di tengah padang pasir. Cieee….berasa banget gitu lho bedanya. Ketika mayoritas remaja muslim berlomba-lomba tampil cantik atau bersuara merdu untuk menjadi bintang, kontes ini menawarkan pilihan untuk menjadi dai. Nggak pake liat tampang, penampilan fisik, atau suara yang merdu. Yang penting nggak tengsin jadi pengemban dakwah. Lho, emangnya kenapa mesti tengsin?

Sorry sobat, bukan menganaktirikan status dai lho. Cuma kebanyakan, menjadi dai alias pengemban dakwah, seringkali jadi underdog bagi remaja dalam menjalani masa mudanya. Selain dianggap kaku bin anti toleran, jadi dai kudu siap dikucilkan dari pergaulan remaja yang berkiblat pada budaya Barat. Seperti gaya hidup permissif alias serba boleh yang lagi tren. Makanya kita berharap, digebernya kontes ini setidaknya memberikan pancingan kepada remaja muslim untuk mengenal Islam lebih dalam dan ikut terjun ke dunia dakwah. Nggak asal ngikut kebiasaan remaja Barat yang semrawut. Wetul? (saking fasihnya bilang �betul’).

Tapi…, ada uneg-uneg yang bikin kita khawatir dengan kontes dai. Ngeri kalo-kalo keikhlasan para calon dai terkikis ketika memasuki �pesantren entertaintment’ ini. Bukannya mau su’udzhon, maaf saja. Ini sekadar masukan. Meski berbeda, kontes dai masih nggak bisa dipisahin dari ajang pencarian bakat remaja yang lagi menjamur dalam tayangan televisi. Tetep ada ekspos kehidupan para santri yang disiarkan ke seluruh pelosok negeri. Dari mulai kegiatan Pondok Dai, Titian Dai, sampe babak eliminasi dalam Mimbar Dai. Itu artinya, popularitas ala bintang sudah menunggu para calon dai yang lolos audisi.

Bener sobat, ketenaran dan limpahan harta sering kali menjadi bagian dari daya tarik yang menyedot ribuan peseta audisi untuk mengadu nasib dalam KDI, API, AFI, atau Indonesian Idol. Sekali lagi, ini yang kita khawatirkan. Haruskah popularitas juga yang meneteskan air liur para peserta audisi kontes dai? Semoga tidak.

Tanpa kontes, dakwah tetep wajib
Sobat, dakwah Islam yang identik dengan aktivitas amar makruf nahyi munkar memang nggak termasuk bagian dari rukun Islam. Tapi jangan salah, kewajibannya sama dengan shalat lima waktu, shaum Ramadhan, atau berzakat lho. Allah Swt. berfirman:

?ˆ???§?„?’?…???¤?’?…???†???ˆ?†?? ?ˆ???§?„?’?…???¤?’?…???†???§???? ?¨???¹?’?¶???‡???…?’ ?£???ˆ?’?„???????§???? ?¨???¹?’?¶?? ?????£?’?…???±???ˆ?†?? ?¨???§?„?’?…???¹?’?±???ˆ???? ?ˆ???????†?’?‡???ˆ?’?†?? ?¹???†?? ?§?„?’?…???†?’?ƒ???±?? ?ˆ???????‚?????…???ˆ?†?? ?§?„?µ?‘???„?§???©?? ?ˆ???????¤?’?????ˆ?†?? ?§?„?²?‘???ƒ???§?©?? ?ˆ???????·?????¹???ˆ?†?? ?§?„?„?‘???‡?? ?ˆ???±???³???ˆ?„???‡?? ?£???ˆ?„???¦???ƒ?? ?³???????±?’?­???…???‡???…?? ?§?„?„?‘???‡?? ?¥???†?‘?? ?§?„?„?‘???‡?? ?¹???²?????²?Œ ?­???ƒ?????…?Œ
“(Dan) orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana� (QS At-Taubah [9]: 71)

Dalam hal ini, Imam al-Qurthubi menyatakan, “Allah Swt., telah menjadikan amar makruf nahi munkar sebagai faktor pembeda antara orang-orang Mukmin dan orang-orang munafik. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik dan sifat yang paling menonjol pada kaum Mukmin adalah amar makruh nahi munkar dan puncaknya adalah dakwah Islam.� (Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, jilid 4, hlm. 47)

Itu sebabnya, sebagai muslim yang taat kepada Allah dan RasulNya, nggak ada alasan untuk menyepelekan kewajiban mulia yang satu ini. Di mana aja dan kapan aja, dakwah Islam nggak bisa dipisahin dari identitas seorang muslim. Lantas gimana jadinya kalo kewajiban ini dicuekkin ama kaum Muslimin?

Imam al-Ghazali rahimahullah pernah bertutur di dalam bukunya, Ihya Ul?»m ad-D?®n: “Amma ba’d, sesungguhnya amar makruf nahi munkar merupakan bagian paling agung dalam agama dan merupakan tugas yang untuknya Allah mengutus para nabi seluruhnya. Seandainya amar makruf nahi murnkar ini “dipetieskanâ€?, sementara ilmu dan pengamalannya diremehkan, maka tidak akan ada kenabian; agama akan rusak; masa kevakuman (dari kenabian) tidak dapat dihindari; kesesatan akan segera tersebar luas; kebodohan akan menjadi hal biasa; kerusakan merajalela; pelanggaran akan semakin meluas; negeri-negeri akan hancur; dan manusia akan binasa.â€? Nah lho? Harap dicatat ya.

Kalo gini ceritanya, nggak ada kontes dai pun, dakwah Islam tetep kudu jalan. Nggak pake audisi, seorang muslim emang seharusnya jadi dai. Akur? Oke, kamu emang hebat!

Biar dakwah mendapat berkah
Sobat, seperti yang udah kita paparkan sebelumnya, cuma ridho Allah yang pantas kita harapkan dalam aktivitas dakwah. Nggak boleh ada penumpang gelap dalam niat kita. Nggak peduli apa penumpang gelap itu berwujud popularitas, penghargaan, pujian dari keluarga, atau pengakuan dari temen. Pokoknya nggak boleh pada ngikut. Atau aktivitas dakwah kita nggak akan diterima oleh Allah Swt. Mau? Nggak lah yauw!

Seseorang pernah datang menemui Rasulullah saw. dan bertanya: “Apa pendapat Anda jika ada seseorang berperang untuk memperoleh upah dan gelar; apa yang akan dia peroleh?� Rasulullah saw. menjawab: “Tidak ada sedikit pun pahala baginya.� Orang tersebut bertanya hal yang sama sampai tiga kali. Akan tetapi Rasulullah saw. tetap menjawab bahwa tidak ada sedikit pun pahala baginya. Beliau kemudian melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan dalam rangka mencari keridhoanNya.� (HR an-Nasai)

Selain keikhlasan dalam niat, satu lagi yang nggak boleh kelupaan agar ridho Allah yang kita harapkan tak bertepuk sebelah tangan. Yaitu, cara mengemban dakwah yang kudu mencontoh pada baginda Rasul saw. Bener sobat. Dakwah nggak cuma asal mangap terus keluar suara (emangnya ikan?). Tapi wajib diperhatiin juga isi dan cara penyampaiannya. Biar on the target alias tepat sasaran. Gitchu!

Sebelum bercermin kepada dakwah Rasul saw., kita kudu pahami kalo metode dakwah Rasul itu bukan sebuah penawaran. Tapi kewajiban yang harus diikuti. Catet tuh!

Mencontoh Rasul saw. dalam berdakwah
Tak ada sosok yang pantas kita teladani dalam berdakwah selain Rasul saw. Gimana nggak, Allah Swt. udah ngejamin kalo beliau steril dari kekeliruan dalam menyampaikan Islam. Dan terbukti Rasul saw. juga sukses membumikan Islam semasa hidupnya.

Dulu, Rasul berani menyampaikan bahwa penyembahan terhadap berhala saat itu salah besar. Meski cuma seorang diri en mayoritas kerabatnya membenci, Rasul tetap pede. Karena itulah berdakwah membutuhkan keberanian. Berani melawan kezaliman. Berani mengatakan kebenaran meskipun terasa pahit. Kalo hitam, bilang aja hitam. Nggak pake ditutup-tutupin jadi putih atau dimanipulasi jadi abu-abu. Oke? Ayo, katakan hitam!… katakan hitam!… katakan hitam! (Latah neh gara-gara sering main ama Dora! Hehehe…)

Pernah suatu ketika Abu Jahal melarang Rasul untuk shalat di dekat Ka’bah dengan ancaman akan menginjak leher beliau ketika sedang sujud jika masih ngotot. Rasul nggak peduli dengan ancaman itu. Beliau tetep shalat dekat Ka’bah dan nggak ada para pembesar Mekkah yang dapat menghentikannya.

Keistiqomahan Rasul saw. juga patut kita teladani. Musuh-musuh Islam nggak akan tinggal diam membiarkan para pengemban dakwah merajalela menyampaikan kebenaran. Segala cara bakal mereka tempuh untuk melemahkan mental bin semangat para pengemban dakwah. Selama di Mekkah, Rasul saw. tak henti-hentinya mendapatkan tekanan, ancaman, boikot, sampe intimidasi terhadap para sahabat. Tapi beliau dan para sahabat sudah mempersiapkan dirinya untuk berjuang dan menghadapi segala risikonya. Meski harus berujung pada kematian.

Saking liciknya, para pemuka Quraisy sampe pake �senjata’ paman Nabi, Abu Thalib, yang selama ini menjadi pelindungnya, untuk meminta Rasul meninggalkan dakwah. Jawab Rasul: “Demi Allah hai pamanku. Seandainya mereka mampu meletakkan matahari pada tangan kananku dan rembulan pada tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara (dakwah) ini, tiadalah aku akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan dakwah atau aku binasa karenanya.� (Tarikh Tabari II:326, Tarikh Ibnu Asir II:64)

Untuk itu kita harapkan kelak para dai yang lulus dari �pesantren ertertainment’ itu memiliki karakter seperti Rasulullah saw. dan para sahabat. Ikhlas mengharap ridho Allah. Nggak bermanis muka, apalagi menjilat, mengharap pujian dari orang lain atau menghindari celaan. Kalo tujuannya selain ridho Allah, dakwah akhirnya bakal terpeleset ikut selera masyarakat, bukan untuk mengubah selera rendah masyarakat saat ini. Gaswat!

Nah sobat, yang kudu diinget adalah never ending berdakwah sambil memoles kreativitas kita agar dakwah yang disampaikan mudah dipahami orang lain. Bukan mencari pujian orang lain dengan mengorbankan idealisme dan syariat. Oke? Kamu pasti bisa. Ayo Berangkaat! [Hafidz]

(Buletin STUDIA – Edisi 251/Tahun ke-6/4 Juli 2005)