Friday, 19 April 2024, 07:29

Pemilihan “Gadis Sunsilk 2001â€? baru saja usai 23 Januari 2002 lalu di Plenary Hall Jakarta Convention Center. Ada rasa suka, bangga, dan juga haru dari mereka yang berhasil meraih kemenangan. Lima dari sekian puluh, ratus, bahkan mungkin ribu ABG putri yang “melamarâ€? untuk menjadi “Gadis Sunsilk 2001â€? berhasil menjadi pemenangnya. Hmm… kalo kamu kebetulan nonton siaran tunda ajang itu di salah satu televisi swasta, mungkin kamu bisa?  ngeliat gimana senengnya teman kita yang jadi pemenang kontes itu. Bukan tak mungkin bila kemudian ada juga di antara kamu yang terlibat secara emosi. Misalnya, ikut merasakan kesenangan itu. Ujungnya, boleh jadi kamu pengen nyoba tahun depan untuk ikutan lomba itu. Siapa tahu kan?

Sobat muda muslim, setiap orang butuh yang namanya penghargaan. Siapapun ia. Sebab, seperti yang udah kita ketahui, bahwa manusia punya potensi hidup berupa naluri. Salah satunya adalah naluri mempertahankan diri. Wujudnya bisa berupa ingin dihargai, ingin dianggap eksis dalam kehidupan ini. Pokoknya, nggak mau cuma dianggap sebagai bilangan doang, tapi sekaligus pengen diperhitungkan juga. Tul nggak? Rasanya nggak ada deh di dunia ini, orang yang pengen direndahkan atawa dipandang sebelah mata oleh orang lain. Hampir semua orang ingin dihormati, dihargai, bila perlu disanjung dan dipuja.

Itu wajar dan manusiawi. Kamu suka marah nggak kalo kebetulan temen sekolah kamu tiba-tiba menjitak kepala kamu? Pasti deh kamu bakalan murka bin sewot besar. Bisa-bisa urusannya “tahlilan� nih. Soalnya itu udah menyangkut harga diri kamu. Beralasan dong kalo kemudian kamu mau ngajak duel sampe titik darah yang penghabisan sama orang or temen yang menjitak kepala kamu itu. Harga diri emang di atas segalanya. Itu sebabnya pula, sampe-sampe orang Jepang terkenal dengan aksi “harakiri�-nya. Dalam tradisi mereka, pantang untuk mengalah. Harakiri adalah sebuah kehormatan dalam pandangan mereka. Hmm, memang mahal!

Nah, dalam kasus ini juga hampir sama alias mirip. Kamu bisa lihat dan mungkin merasakan kalo sampe dipuja dan dikagumi banyak orang. Senang kan? So pasti, perasaan mereka juga nggak jauh bedalah sama kamu. Seneng kalo sampe dirinya dikagumi, dihormati, dihargai, dan yang pasti, diberikan tempat khusus dan menyandang gelar, “Gadis Sunsilk 2001�. Wuih, siapa yang nggak seneng?

Pasti deh seneng banget. Maklum, untuk meraih predikat itu, udah berapa banyak waktu yang ia habiskan, entah sudah berapa harga pengorbanan materi dan juga tenaga yang dikeluarkan untuk itu. Jadi emang, untuk menyandang gelar seperti itu bukan perkara mudah. Wajar aja kalo kemudian rasa senang langsung memenuhi seluruh ruang dalam jiwanya begitu diumumkan bahwa dirinya dinobatkan sebagai pemenang.

Apalagi kemudian diimingi-imingi dengan begitu banyak peluang yang bisa dicoba untuk mengembangkan karir dalam hidup kamu. Peluang jadi presenter, model, bintang iklan, praktisi event organizer, sampe tawaran untuk main sinetron atawa main film, dan tentu, berjuta peluang lainnya. Pokoknya, dibikin seheboh mungkin.

Cara pintar jadi bintang?
Hmm, sebelum acara pemilihan “Gadis Sunsilk 2001â€? digelar, iklannya bener-bener heboh. Misalnya aja ada klip iklan yang menayangkan para mantan pemenang pemilihan ajang tersebut dari tahun sebelumnya. Tentunya yang udah sukses meniti karir, dong. Misalnya aja iklan yang menampilkan profile Mbak Yulia. Apalagi komentar-komentarnya bikin penasaran yang denger. Seperti, “Sunsilk imagenya bagus, membuat kita lebih percaya diri. Setelah ikutan pemilihan, banyak terbuka peluang, misalnya ditawarin main sinetron. Aku dapat memilih peran, tapi tetap perannya disesuaikan dengan image SunSilk” kata presenter infotaiment “Otista” itu.? 
Walah, siapa yang nggak tergiur dikasih peluang begitu. Itu sekadar contoh bagaimana orang kemudian memanfaatkan jalan ini untuk menjadi bintang terkenal. Pokoknya banyak yang bilang, inilah cara pintar jadi bintang. Paling nggak inilah kenyataannya. Dan itu banyak diungkap oleh para mantan kontes tersebut. Mbak Yulia salah satunya.

Sobat muda muslim, jadi bintang boleh jadi memang merupakan tujuan �mulia’ para kontestan pemilihan “Gadis Sunsilk 2001� dan juga ajang sejenis. Tentu bintang yang dimaksud adalah yang berhubungan erat dengan dunia selebriti. Sebab, saat ini rasanya sulit banget nyari orang yang ingin tampil sebagai ilmuwan misalnya.

Oya, karena tujuannya?  jelas untuk menjadi bintang, maka tentu saja syarat pertama agar bisa ikut diseleksi adalah yang punya wajah cantik dan fotogenik. Tahu kan fotogenik? Ya, oke untuk dipotret. Itu artinya pula bagi yang wajahnya PPD alias Pas Pas Deh, harap minggir. Apalagi bagi yang punya tampang fotogeuneuk alias kalo difoto deket sumur, ya, mirip sumur gitu (huahaha). Uppss, sori. Jadi, kalo kamu kebetulan punya tampang yang masih boleh dibilang kurang menarik, dalam aturan dunia model harap mengundurkan diri saja dari persaingan. Kejam amat ya?

Sobat muda muslim, kontes atawa ajang beginian, sebetulnya memang udah diciptakan sebagai sarana untuk menuju tangga popularitas. Dengan kata lain, bagi mereka yang menang kudu siap mental untuk tenar. Tapi pertanyaannya, bahagia dan puaskah kita dengan ketenaran seperti itu? Rasanya, kalopun puas atawa bahagia, itu hanya sesaat dan tentunya semu. Ini kalo menurut kacamata Islam, lho. Dan memang hanya inilah standar penilaian yang kudu kita gunakan. Bukan yang lain. Dalam pandangan Islam, makna kebahagiaan adalah tercapainya ridho Allah. Bukan banyaknya materi atau pujian dari orang atas ketenaran kita. Bukan, bukan itu. Lagipula, kegiatan seperti itu hanya menumbuhkan semangat konsumtif dan kehidupan yang salah arah. Salah arah? Iya, soalnya melenceng dari dari tujuan hidup seorang muslim. Udah gitu…

Nggak produktif!
Acara semisal dengan pemilihan “Gadis Sunsilk� sebetulnya udah banyak digelar. Sebut saja misalnya kontes pemilihan “Gadis Sampul� sebuah majalah. Atau yang lebih keren dikit, pemilihan Abang-None atawa Mojang-Jajaka. Mau yang lebih tinggi juga ada, sebut saja misalnya pemilihan “Putri Indonesia�, “Miss Asia�, bahkan “Miss Universe�. Namun, ada pertanyaan besar dari kita, produktifkah kegiatan itu? Misalnya jika dibandingkan dengan kontes untuk pemilihan remaja kreatif dan inovatif di bidang iptek. Wow, tentunya kamu bisa jawab sendiri dong.

Sayangnya, di negeri ini ternyata masih banyak orang yang suka untuk berleha-leha. Masih banyak orang yang doyan untuk nyantai, dan juga banyak yang tetep getol untuk hidup seadanya. “Seadanya� dalam pengertian merasa puas dengan yang sudah diraih. Padahal adakalanya hal itu belum bisa disebut maksimal. Lucunya lagi, kadang kita suka foya-foya untuk kegiatan yang miskin manfaat. Tapi suka seret banget kalo harus mengeluarkan dana dan tenaga untuk kegiatan yang full manfaat. Coba aja kamu perhatiin deh. Apakah selama ini ada sebuah ajang besar dan diekspos gede-gedean, tentang LKIR (Lomba Karya Ilmiah Remaja) misalnya, belum pernah kan? Padahal itu salah satu kegiatan yang produktif dan inovatif.

Kita juga heran. Suer. Kenapa ajang yang sebetulnya nggak ada manfaatnya buat kemajuan bangsa kok digelar dan diekspos besar-besaran. Dan tentunya pula untuk semua itu kudu pake uang, bukan daun. Sekali lagi, uang. Bayangkan bila uang yang digunakan untuk mendanai kegiatan itu disalurkan untuk pengembangan iptek. Rasanya bangsa ini tidak harus terus menyandang gelar “abadi� sebagai sebuah negara terbelakang.

Di Jepang saudara-saudara, anak-anak dan remajanya sudah dirangsang untuk berpikir produktif. Misalnya, pernah ada kontes untuk membuat robot. Nah, yang seperti ini jelas akan bisa membangkitkan daya imajinasi dan fantasi anak-anak dan remaja. Tentu saja hal itu adalah jenis kegiatan yang tidak saja produktif, tapi juga tepat guna dalam menyalurkan atau membelanjakan uang.

Yuk, berlomba dalam kebaikan!
Setiap orang biasanya menginginkan begitu banyak yang bisa ia raih. Malah, adakalanya harus mengorbankan segalanya; waktu, tenaga, uang, dan mungkin nyawa. Ia berharap itulah kemuliaannya. Namun jangan salah, standar “kemuliaanâ€? seseorang dengan yang lainnya bisa berbeda hanya karena berbeda cara pandang. Seorang maling rela mempertaruhkan nyawanya demi sebuah “profesiâ€? yang ditekuninya. Mungkin ada sebuah kebanggaan pula jika bisa lolos dari kejaran massa atawa polisi. Seorang pengemban dakwah pun rela menukarkan tenaga dan nyawanya demi berjuang di jalan Allah. Bahkan ada rasa puas dan bangga bisa?  menyampaikan ajaran Islam ini kepada orang lain. Meski acapkali kudu berhadapan dengan orang yang tidak suka kepadanya. Bisa dengan membencinya, karena ia dianggap oleh orang tersebut telah membawa ajaran yang membuat hidup nggak bisa bebas.

Ini jelas sudut pandang tentang “kemuliaan� yang berbeda. Tapi mana yang mulia? Kita butuh standar penilaian yang pasti. Yakni Islam. Menurut Islam, yang mulia itu tentunya yang sesuai dengan ajaran Islam. Bukan penilaian atas dasar hawa nafsu.

Nah, berkaitan dengan amal perbuatan kita ini, tentu kita kudu berupaya agar amal kita adalah amal yang baik. Dan jangan lupa, berlombalah dalam kebaikan. Firman Allah Swt.:

?????§?³?’?????¨???‚???ˆ?§ ?§?„?’?®?????’?±???§????
Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) menger-jakan kebaikan; (TQS al-Baqarah [2]: 148)

Rasulullah saw. juga bersabda: “Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan. Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita. Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir. Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.� (HR Bukhari dan Muslim)

Sobat muda muslim, sungguh kasihan, ternyata banyak remaja putri lebih tertarik untuk ikut kontes atawa ajang pemilihan semacam “Gadis Tiara Sunsilk 2001� ketim-bang berlomba dalam amal kebaikan. Terus terang sedih banget, sebab ternyata banyak teman remaja putri kita justru berlomba dalam amal yang nggak ada manfaatnya sama sekali untuk perkembangan syiar Islam. Sebaliknya malah mengembangkan syiar-syiar kemaksiatan. Gaswat bener. Bener-bener gaswat!

Kita hidup di dunia ini sementara kawan. Dan itu kita udah yakin, bahwa kamu tahu soal ini. Itu sebabnya, kita cuma ngingetin, bahwa jangan sampe membiarkan hidup di dunia ini penuh dengan?  amalan yang nggak ada gunanya, apalagi selalu bermaksiat. Ih, naudzubillahi min dzalik. Allah Swt. berfirman:

?????…???†?’ ?????¹?’?…???„?’ ?…???«?’?‚???§?„?? ?°???±?‘???©?? ?®?????’?±?‹?§ ?????±???‡ .?ˆ???…???†?’ ?????¹?’?…???„?’ ?…???«?’?‚???§?„?? ?°???±?‘???©?? ?´???±?‘?‹?§ ?????±???‡

Barangsiapa berbuat kebajikan seberat zarah, niscaya akan dilihatnya (dalam catatan amalnya) Dan barangsiapa berbuat kejahatan seberat zarah, niscaya akan dilihatnya (dalam catatan amalnya) (TQS az-Zalzalah [99]: 7-8)

Oke, khusus buat temen remaja putri, kita berharap semoga kamu nggak tergoda untuk ikut kontes seperti itu dan yang yang sejenisnya. Nggak bermanfaat, nggak produktif, dan yang pasti hanya memberikan peluang untuk berbuat kemaksiatan. Prestasi hidup ini tak bisa hanya diukur dengan ketenaran, pekerjaan mapan, juga keindahan tubuh. Nggak. Lagipula, kita nggak harus punya rasa memiliki model kehidupan seperti itu. Sebab, tradisi kehidupan kaum mulimin adalah belajar, berdak-wah, dan berjuang untuk kemuliaan Islam.

Akhirnya, kita berharap juga semoga aparat dan pejabat di negeri ini lebih banyak memberikan perhatiannya kepada peningkatan SDM yang benar dan baik, bukan kepada sesuatu yang justru merendahkan martabat manusia itu sendiri. Wallahu’alam.

(Buletin Studia – Edisi 083/Tahun ke-3)