Friday, 29 March 2024, 04:09

Oleh Kang Hari Mukti

Satu hal yang seringkali sulit untuk dikendalikan adalah hawa nafsu. Bila hawa nafsu sudah menguasai diri kita, jangan harap kita bisa begitu saja dengan mudah melepaskan diri dari cengkeramannya. Sangat boleh jadi butuh waktu lama untuk bisa menjinakan hawa nafsu. Tidaklah heran jika kemudian kita menjadi budak nafsu. Kita disetir oleh “makhluk” yang bernama hawa nafsu. Kita didikte oleh keinginan-keinginan yang muncul dari hati kita, bahkan sebenarnya hawa nafsu cenderung membutakan hati dan akal sehat kita.

Pengalaman saya waktu masih hidup sebagai selebritis. Orang lain yang melihat saya bsia jadi berdecak kagum. Itu sebabnya, di depan orang lain, saya harus tampil semaksimal mungkin demi jaim, alias jaga imej. Maklum saja, sebagai bintang idola, saya harus selalu terlihat lebih istimewa ketimbang penggemarnya. Bila perlu dan memungkinkan saya harus bisa memberikan ciri khas sebagai seorang bintang. Sebab, saya yakin, bila kemudian banyak penggemar yang meniru gaya hidup seperti saya, hati kecil saya merasa bangga dan puas. Itulah namanya idola.

Meski terus terang saja, di balik semua itu adakalanya saya merasakan beban berat. Betul-betul berat. Boleh dikatakan, bahwa privasi saya terjajah. Saya terikat kontrak dengan prouduser anu, sudah janji manggung di daerah anu, sudah nanda-tangan untuk konser di tempat tertentu. Terus terang saya terjajah oleh hawa nafsu saya sendiri. Belum lagi merasa was-was bila terus dikejar-kejar penggemar. Ya, awalnya memang asyik jadi selebritis, tapi kian lama kian tersiksa. Senjata makan tuan namanya. Nggak berlebihan tentunya saya katakan demikian.

Betul, dengan menjadikan hawa nafsu sebagai ‘tuhan’ kita. Berarti kita telah rela menghamba kepada hawa nafsu. Kita dijajah dan dikendalikan oleh hawa nafsu. Padahal seharusnya, kitalah yang mengendalikan hawa nafsu.

Setelah saya menyadari semua itu, ternyata ada perubahan yang sangat kentara dalam hidup saya. Utamanya bila membandingkan dengan kehidupan ketika menjadi selebriti yang dekat sekali dengan kemaksiatan. Sekarang, meski saya capek karena harus mengisi pengajian di daerah tertentu. Bahkan adakalanya dalam satu sehari harus mengisi di dua tempat yang perbedaan jaraknya cukup jauh. Jadwal saya padat sekali. Tapi alhamdulillah, saya lebih merasa lebih enjoy menikmati hidup. Karena ada nilai ibadahnya. Saya merasa bahagia, karena bisa berguna dan bermanfaat bagi orang lain dalam arti yang sesungguhnya. Rasa capek dan penat, bisa langsung hilang terobati dengan antusiasnya masyarakat yang ingin mendengarkan ceramah saya. Saya berusaha untuk bisa mengalahkan hawa nafsu dan hanya menghamba kepada Allah Swt. yang memang layak untuk disembah, dan kita harus rela menjadi hamba-Nya.

Sebab, bila kita masih merasa betah dengan maksiat, berarti kita masih dijajah oleh hawa nafsu. Jika kita lebih mementingkan untuk menyaksikan tayangan televisi ketimbang sholat, maka kita telah jadi budak nafsu. Jika kita masih getol pacaran, itu artinya kita didikte oleh hawa nafsu kita. Kenapa? Karena kita lebih mementingkan hawa nafsu ketimbang aturan Allah Swt.

Untuk itu, kita butuh solusi agar bisa melepaskan diri dari cengkeraman hawa nafsu. Pertama adalah menyadari siapa diri kita. Kita harus mengenali diri kita dengan benar. Sebagai seorang muslim, maka belajar adalah cara yang lebih bijak untuk bisa menjadi pandai. Untuk itu, mulailah mengkaji Islam. Sebab, dengan mengkaji Islam, kita bisa tahu mana yang salah dan mana yang benar. Dengan mengkaji Islam pula, insya Allah akan mencerdaskan pemikiran kita, dan tentunya menajamkan kepekaan perasaan kita. Jadi, jangan turuti nafsumu! Wallahu’alam bishowab[]

[pernah dimuat di Majalah PERMATA, edisi Agustus 2002]

7 thoughts on “Jangan Turuti Nafsumu!

  1. hawa nafsu itu susah buanget dikendalikan, kadang hawa nafsu jadi belenggu dalam diri kita, susah buangeeeeeeeeeet mengendalikannya, apalagi kalo lg emozi

Comments are closed.