Saturday, 20 April 2024, 07:33

edisi 037/tahun I (4 Rajab 1429 H/7 Juli 2008)

Tahun ajaran baru segera dimulai. Tahun ajaran lama udah kita tinggalin. Bagi kamu yang masih tercatat sebagai siswa sih tentunya berharap tahun ajaran baru ini membawa perubahan baru. Tentu ke arah yang lebih baik. Tapi buat kamu yang udah lulus SMA dan nggak nerusin ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kayaknya rada nyantai dikit deh (atau malah always nyantai?). Iya, dibilang nyantai tuh karena nggak perlu mikirin lagi pelajaran kimia yang konon kabarnya bikin ubun-ubun ngebul, nggak ada lagi pelajaran fisika yang bisa bikin rambut jadi ubanan (idih hiperbolis banget! Ngarang deh lo!). Selamat tinggal pelajaran matematika yang bikin nggak karuan, maklum kata Ucup Kelik, matematika tuh akronim dari makin tekun makin tidak karuan. Pokoknya bebas lepas sesuka kamu mau ngapain aja. Tapi apa iya sebebas itu? Merasa bebas karena nggak belajar lagi? Idih, jadi selama ini kamu belajar di sekolah merasa terbebani dong? Nggak enjoy. Betul nggak?

Bro en Sis, sebenarnya kita sekolah bertahun-tahun sejak TK sampe lulus SMA itu isinya emang penuh dengan belajar. Selain belajar bidang akademik untuk ilmu umum dan ilmu agama, juga kita belajar berteman, belajar bergaul dengan kalangan manapun, belajar untuk saling menghargai dan menghormati dengan sesama komunitas tempat kita gaul, siap untuk terinspirasi oleh orang lain, sekaligus siap menjadi inspirasi bagi orang lain. Itulah hidup, Bro. Itulah makna belajar. Sekolah sebenarnya hanya satu cara kita belajar secara formal. Status kita sebagai pembelajar diakui oleh lembaga tertentu, belajar di tempat tertentu, mengenakan seragam tertentu, ada standar penilaian tertentu pula, serta kalo lulus memiliki surat tanda bukti tamat belajar alias ijazah.

Nah, selain di sekolah sebenarnya kita masih bisa belajar. Bahkan sangat boleh jadi belajar informal ini sangat banyak tempat dan kesempatannya. Kalo di sekolah itu, yang full day sekalipun, berada di lingkungan pendidikan tersebut maksimal 9 jam. Masih ada waktu 15 jam dari hitungan satu hari yang 24 jam itu. Pada jumlah jam inilah kita masih bisa belajar lagi. Belajar di sekolah kehidupan. Seperti apa tuh?

Boys and guys, waktu kamu naik kendaraan dari rumah ke sekolah, yang rata-rata ditempuh nggak kurang dari satu jam (ini kalo jarak rumahmu dengan sekolah nggak jauh), kamu masih bisa belajar untuk memperhatikan kehidupan ini. Jangan bengong aja pas naik angkot, tapi lihatlah ke sekeliling kamu. Memperhatikan para penumpang lain. Misalnya sesama teman satu sekolah atau sekolah lain. Kamu bisa ngobrol. Sebab, dengan ngobrol itulah wawasan kamu jadi terbuka. Kamu pun akhirnya jadi bisa tahu persoalan yang dialami teman kamu. Bahkan kamu sendiri bisa berbagi informasi kepada siapapun.

Belum lagi kalo kamu bisa merenungkan setiap peristiwa yang kamu lihat dalam perjalanan itu. Ketika ada orang yang meminta-minta atau mengamen di perempatan jalan ketika lampu pengatur lalulintas berwarna merah, kamu bisa memperhatikan mengapa mereka bisa seperti itu, mengapa mereka memilih hidup seperti itu dan lain sebagainya. Kamu bisa empati kepada mereka yang berada di jalur kehidupan seperti itu (dan mungkin aja kan kalo kamu punya solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut?). So, satu pelajaran lagi tentang hidup bisa dijadikan wawasan dan pemahaman kamu. Bener nggak sih?

So, sebenarnya ketika kamu lulus SMA dan nggak ngelanjutin kuliah, sebenarnya kamu udah terjun langsung dalam pelajaran hidup yang sebenarnya. Waktu yang kamu miliki bisa jauh lebih banyak untuk belajar di sektor informal. Bahkan saat itulah hidup penuh petualangan baru saja dimulai meski ada kewajiban yang hampir sama ketika masih sekolah. Misalnya kamu kerja bareng orang lain, entah di toko, di kantoran atau di pabrik. Pasti ada aturan mainnya, pasti ada ketentuan tambahan lainnya seperti wajib mengenakan seragam tertentu, harus mengerjakan tugas tertentu dan ada pertanggunganjawab atas apa yang kamu kerjakan. Iya kan?

Jadi sebenarnya polanya sama hanya kondisinya yang berbeda. Di sini, kamu juga tetap sebagai orang yang wajib belajar. Meski tak ada penilaian di bidang akademik tertentu, tapi penilaian dalam bidang lain, yakni keseriusan kerja, disiplin kerja, kebersamaan dalam sebuah team work, menghormati dan menghargai kawan kerja, memberikan kepercayaan kepada pemimpin perusahaan, dan lain sebagainya. Intinya, kita tetap belajar dan belajar selama hayat masih dikandung badan. Setuju nggak sih?

Jangan mau jadi penganggur!

Bro, hidup ini terlalu indah kalo cuma dipake bengong saban harinya. Lulus sekolah dan nggak ngelanjutin ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bukan berarti berhenti belajar dan berhenti beraktivitas. Sebaliknya, karena baru saja masuk gerbang petualangan hidup yang baru, maka kamu wajib serius mikirin. Sebab, ortu kamu bisa dibilang udah boleh berharap sama kamu untuk bisa mandiri. Bila perlu malah kamu jadi ikut bertanggung jawab dengan kehidupan keluarga kamu. Apalagi kalo ayah kamu udah pensiun kerja atau malah udah nggak ada di dunia ini. Maka, ketika kamu lulus sekolah pun, tanggung jawab ibu kamu jadi lebih ringan. Tinggal mikirin sekolah adik-adikmu (kalo kamu punya adik tentunya). Bersamaan dengan itu, tentu kamu kudu lebih kreatif nyari penghasilan. Ingat ya, bukan nyari pekerjaan, tapi mencari penghasilan untuk nafkah.

Itu sebabnya, kalo fokus kamu cuma nyari kerjaan, maka kamu jadi nggak terlalu kreatif. Karena yang dipikirin gimana caranya bikin surat lamaran dan segala kelengkapannya sambil berburu info lowongan kerjaan. Boleh aja sih, tapi harus juga dibarengi dengan kegiatan lain yang bisa menghasilkan uang. Sehingga nantinya kalo pun kamu dapetin kerjaan, kamu bisa nyambi mencari tambahan dengan keterampilan yang kamu miliki. Atau kalo pahit banget, yakni nggak dapetin kerjaan, tapi kamu masih bisa hidup dari aktivitas kamu yang bisa menghasilkan uang.

Banyak cara untuk mencari nafkah Bro. Jangan bebani lagi ortu kamu dengan urusan kita. Mulailah untuk mandiri. Kamu bisa coba jenis usaha kecil-kecilan dengan modal sedikit. Misalnya jualan pulsa telepon. Jangan bayangkan kalo jualan pulsa telepon itu modalnya harus gede. Nggak juga kok. Mungkin bisa gabung aja dulu ama teman yang udah punya usaha itu. Minimal kamu jadi makelarnya. Misalnya, kamu ngasih tahu ke temen-temen kamu yang punya ponsel bahwa kalo mo isi pulsa bisa ke temen kamu aja. Terus kamu bikin perjanjian sama teman kamu yang punya usaha jualan pulsa itu untuk dapetin fee juga. Ini pasti kecil deh hasilnya. Tapi kan bisa dibarengi dengan usaha lain, misalnya yang hubungannya dengan ponsel lagi. Saya punya teman yang model gitu. Dia nggak bisa membetulkan ponsel rusak, hanya saja dia punya kenalan yang bisa betulin ponsel rusak. Ya, sebagai makelar lah. Lumayan kan? Pasti ada pemasukan penghasilan tuh. Beruntung pula dia tergabung dalam sebuah komunitas dakwah, promosi usahanya bisa dilakukan MLM alias Marketing Lewat Mulut yang dilakukan teman-temannya. Ya, mirip-mirip kalo kita masuk jejaring sosial di dunia maya macam Friendster dan Multiply. Temannya teman kita yang belum tahu tentang kita bisa ngelihat profil kita lewat daftar kenalan yang dimiliki temannya itu. Wah, asyik banget kan?

Hmm.. itulah kenapa ukhuwah itu bisa membuka jalan bagi rejeki kita atau manfaat lainnya. Kita bisa saling memberi dan menerima, kita bisa saling menasihati dan mengingatkan. Insya Allah banyak manfaatnya. Jadi, jangan bengong aja di rumah. Cari teman sebanyak mungkin, Tentu teman yang baik-baik untuk ukhuwah kita. Syukur-syukur kalo bisa gabung dalam komunitas dakwah. Lebih mulia lagi aktivitasnya. Sehingga kalo pun nggak dapet-dapet kerjaan, kita masih bisa nyari peluang usaha bareng teman, nyari peluang dapetin penghasilan berkat kerjasama dengan teman lainnya sambil berdakwah menyampaikan kebenaran Islam. Duit dapet, pahala juga dapet. Jadi, nggak ada alasan untuk bengong di rumah sambil membebani ortu atau menikmati masa nganggur gara-gara belum dapet kerja. Padahal, usia kamu tuh usia produktif.

Hargai waktumu!

Bro en Sis, mumpung masih muda. Lulus sekolah dan nggak ngelanjutin pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bukanlah akhir dari hidup kita. Waktu kita insya Allah masih banyak. Tentu, harus kita gunakan dengan benar dan baik. Kita bisa beramal shalih, sekaligus waktu tersebut kita gunakan untuk mencari peluang penghasilan secara materi. Banyak cara bagi kita untuk bertahan hidup dengan jalan yang halal. Maka, segera hentikan diam kita dan mari hargai waktu dengan cara memanfaatkannya dengan benar dan baik di jalan yang diridhoi Allah Swt.

Nah, ngomongin soal waktu sebenarnya udah sering banget dibahas ya? Sebab, setiap dari diri kita masing-masing pasti udah punya sistem managemen sendiri dalam mengatur kebiasaan hidup kita. Jadi sebenarnya kalo mau disamakan modelnya agak susah. Tapi yang terpenting dalam mengatur waktu adalah pastikan sesuai dengan tujuan dan tak ada waktu yang disia-siakan begitu saja. Sebab, waktu ini akan terus berjalan. Sang waktu nggak perlu minta ijin sama kita yang lagi bengong, main gaple, ngobrol nggak jelas, dan aktivitas miskin manfaat lainnya. Ia akan terus berlari meninggalkan kita yang nggak pernah bergerak sedikit pun. Sering tak terasa, waktu seminggu sangat cepat, itu kita tahu setelah kita melewatinya. Bagi kita yang melewatinya dengan banyak amal baik insya Allah menjadi tabungan pahala kita kelak. Tapi bagi kita yang melewati hari demi hari dalam seminggu itu hanya dengan bengong dan bertopang dagu saja, rasa-rasanya sangat rugi, apalagi kalo melakukan maksiat, ruginya berlipat-lipat.

Allah berfirman dalam al-Quran:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-?Ashr [103]: 1-3)

Waktu memang ibarat pedang. Setiap detik ia memenggal kesempatan kita, dengan tak kenal kompromi. Kejam, kita rasa memang demikian. Tapi alangkah lebih kejamnya lagi apabila kita tidak memanfaatkannya untuk kebaikan. Itu namanya kita menzalimi diri kita sendiri. Sebab, ini persoalan bagaimana kita mengatur waktu yang terbatas yang diberikan oleh Allah Swt. Jangan sampai kita gunakan untuk hal-hal yang nggak ada manfaatnya.

Terbatas? Memang demikian faktanya, kawan. Andai saja usia kita di dunia ini 60 tahun. Maka itulah batas hidup kita di dunia ini. Ukuran panjang dan pendek, adalah hitungan logika kita, tapi tetap pada hakikatnya itu terbatas. Jadi, jangan sia-siakan waktumu.

Sebagai manusia, kita emang terbatas dan nggak sempurna. Itu sebabnya, kita jangan sampe melupakan siapa kita dan misi keberadaan kita di dunia ini. Ini wajib kita pahami betul, sobat. Kalau nggak? Wah, bisa kacau-beliau tuh. Coba aja perhatiin orang yang nggak sadar siapa dirinya dan misi adanya dia dunia ini, hidupnya suka semau gue. Seakan hidup nggak kenal waktu. Bahkan bagi orang yang kehidupannya diberikan kebahagiaan berlebih oleh Allah, suka lupa dan merasa ia akan hidup selamanya di dunia ini. Apalagi bila kita menjalaninya dengan serba mudah dan indah. Nikmat memang. Namun, sebetulnya kita sedang digiring ke arah tipu daya yang bakal menyesatkan kita bila kita tak segera menyadarinya. Rasulullah saw bersabda: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)

Benar, bila badan kita sehat, segar, dan bugar, bawaannya seneng dan merasa bahwa kita nggak bakalan sakit. Kalo lagi sehat nih, diajak jalan kemana aja kita antusias. Makan apa aja kita paling duluan ngambil dan mungkin paling gembul. Waktu kita sehat, kita lupa bahwa kita juga bakal sakit. Nggak heran kalo kemudian kita melakukan apa saja sesuka kita, termasuk yang deket-deket dengan dosa. Kesehatan memang nikmat yang bisa menipu kita. Melupakan kita dari aktivitas yang seharusnya kita lakukan.

Begitu pula dengan kesempatan. Kalo lagi ada waktu luang, bawaan kita pengennya nyantai aja. Coba, kalo tiba musim liburan (termasuk yang lulus sekolah), serta-merta kita bersorak kegirangan (bila perlu sambil nyanyi lagu “Sorak-Sorak Bergembira” karya Cornel Simanjuntak). Bukan karena kita bisa mengerjakan aktivitas yang nggak bisa dilakukan saat kita sekolah, tapi karena itu adalah semata-mata waktu luang. Kita menganggap bahwa itulah saatnya bersantai dan melepaskan beban penderitaan selama belajar di sekolah.

Ya, kesempatan juga bisa menipu kita. Padahal, waktu luang itu bisa kita gunakan utuk kegiatan yang bermanfaat dan berpahala. Namun nyatanya sedikit banget yang ngeh. Udah kepepet aja, baru nyesel. Ketika masih jauh dengan waktu ujian, kita nyantai banget. Eh, begitu hari “H”-nya, kita langsung kelabakan nyari bahan belajar untuk ujian. Soalnya selama itu nggak pernah nyatet pelajaran. Kalo begitu, buat apa sekolah ya? Dan yang pasti, banyak waktu terbuang percuma.

Jadi, sayangi dirimu kawan. Apalagi sekarang udah lulus sekolah. Waktumu seharusnya jadi tambah banyak untuk melakukan berbagai kegiatan yang benar dan baik, dakwah menyebarkan Islam contohnya. Yup, lulus sekolah bukan untuk nyatai, tapi justru kamu baru saja melangkah menuju arena kehidupan yang sebenarnya. Bisa lebih keras, bisa lebih terjal, tapi insya Allah selama keimanan dan akidah jadi landasan hidup kita, tak ada yang sama sekali menakutkan. Sebaliknya, kita jalani kehidupan ini dengan penuh semangat untuk tetap hidup dan menjadi jawara sejati. So, jangan pernah menatap masa depan dengan mata penuh ketakutan. Tetap semangat! [solihin: osolihin@gaulislam.com]