Friday, 19 April 2024, 16:10

Menjamurnya festival pencarian idola dan pemilihan model banyak menarik perhatian dan minat remaja putri. Mulai dari pemilihan gadis sampul majalah remaja, foto model iklan produk kecantikan, hingga festival daerah macam Abang-None atau Mojang-Jajaka. Tak hanya di atas panggung, kemasan program kontes �ratu-ratu’-an juga santer merambah layar kaca. Seperti pemilihan putri Indonesia atau Miss Indonesia yang jadi hajatan resmi tahunan negeri ini.

Udah bisa dipastiin kalo kaum hawa yang daftar acara kontes �ratu-ratu’-an di atas pasti bejibun. Soalnya para gadis belia suka rajin daftar sana-sini-sono biar bisa ngikut pemilihan model dan bintang layar kaca. Siapa tahu kepilih. Apalagi, para biro iklan dan agen-agen model paling getol nyari calon bintang di kegiatan yang menampilkan gadis-gadis cantik ini. Atau malah mereka yang sengaja mensponsori untuk menjaring bintang-bintang muda yang berbakat dan tentu saja menjual. Bisa jadi kan? Ya, bisa-bisa aja!

Meski 3 B alias Brain (kepintaran), Beauty (kecantikan) dan Behavior (perilaku) yang selalu dijadikan standar untuk memilih sang pemenang, tetep aja ukuran kecantikan selalu jadi prioritas. Lantaran kontes pemilihan wanita-wanita cantik ini tak bisa dilepaskan dari bisnis entertaintment, showbiz, dan commercial yang tentu saja menomorsatukan penampilan fisik dibanding yang lain.

Walhasil, para peserta kontes bakal dituntut untuk tampil all out kalo pengen dinobatkan sebagai pemenang. Berani berlenggak-lenggok memamerkan parasnya yang cantik, bodinya yang aduhai, serta busana seksinya untuk memikat para dewan juri, pencari bakat dari biro iklan, atau agen-agen model. Yang dihargai dari seorang wanita hanya penampilan fisik yang mampu menggoda lawan jenisnya. Idih, rendah banget. Kasihan deh!

â€?3B’ plus Belief…
Awalnya, keprihatinan terhadap banyaknya acara pemilihan idola atau kontes putri-putrian yang tidak islami yang dirasakan oleh Mark Sungkar dan Ratih Sanggarwati. Kemudian, lahirlah gagasan untuk menggelar kontes Pemilihan Putri Muslimah Indonesia (PPMI). Ajang ini bakal dikemas sebagai sebuah kontes untuk memilih sosok wanita Muslim yang merepresentasikan karakter Muslimah sejati. (Republika, 28/04/06).

Kayak gimana sih sosok muslimah yang dikehendaki? Ketua PPMI, Mark Sungkar, memastikan dewan juri akan lebih memfokuskan penilaian terhadap pola pikirnya, akhlaknya, dan juga kehidupan rohaninya. Salah satu panitia, Ratih Sanggarwati, juga menegaskan “Penilaian fisik memang ada, tapi bukan yang utama.�.

Untuk itu, syarat yang diajukan panitia terhadap calon-calon kandidat lumayan ketat. Para peserta wajib berjilbab (atau berkerudung yang dimaksud panitia? Soalnya kerudung itu bukan jilbab, beda lho!) dalam keseharian. Nggak cuma saat kontes berlangsung, secara akademis berprestasi, shaleh, memiliki akhlak yang baik, dan peduli lingkungan. Dengan begitu, diharapkan ajang ini mampu melahirkan ikon Muslimah sejati yang nantinya bisa menjadi daiyah atau mubalighah untuk memperkenalkan kehidupan Islam bagi generasinya. Hmm…boleh juga tuh. But, bener nggak nih tujuannya?

Menanggapi rencana pemilihan Puteri Muslimah Indonesia, Ketua PP Aisyiyah, Siti Chamamah, menyatakan, para pesertanya haruslah sosok yang memiliki keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dan yang terpenting, penilaian fisik tidak dijadikan patokan utama.

Sementara itu menurut salah satu Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama, Gefarina Djohan, “Panitia harus membuat standar penilaian yang sangat jelas dan berbeda dari ajang sejenis untuk membuat masyarakat paham bahwa ajang ini memang berbeda. Jangan sampai kriterianya sama namun hanya dibedakan oleh peserta yang memakai jilbab saja, karena kalau seperti ini yang tidak ada bedanya�.

Ia mengingatkan, jangan sampai ajang ini hanya menjadi ajang untuk fashion show dan sejenisnya. Selama pemilihan itu masih berkutat pada persoalan busana dan fisik, “Menurut saya acara ini tidak perlu digelar, kalaupun digelar, ganti saja judulnya jadi Pemilihan Puteri Berbusana Muslimah,� ujar Gefa. Moga-moga panita nggak lupa atau pura-pura lupa ya ama pesan ini.

Serupa tapi tak sama
Sobat muda muslim, sebelum PPMI, ajang serupa yang islami juga telah beberapa kali digelar. Meski kemasan acara dan target pesertanya berbeda, tapi latar belakang kelahirannya setali tiga uang. Sama-sama berangkat dari keprihatinan terhadap program talent remaja yang tidak islami. Sehingga menghadirkan program alternatif bagi generasi muda Islam untuk menggali potensinya. Gitchu!

Bagi remaja putra, pernah ada FNI alias Festival Nasyid Indonesia yang dilaunching 23 Juni 2004 silam. Atau Nasyid Tausyiah dan Qiraah (NTQ) yang digelar tanggal 7 Oktober hingga 4 November 2004. Sempet ada juga, ajang Dakwah TPI yang digelar Juni 2005 lalu. Sementara buat yang putri, Lembaga Pendidikan Ratih Sang (LPRS) pernah menggelar Pemilihan Top Model Muslimah Indonesia pada September 2005.

Sayangnya, sampe sekarang gaung acara-acara islami di atas kian menghilang ditelan acara sejenis yang tidak islami. Syiarnya cuma kedengeran saat pagelaran aja. Selepas itu, jejaknya seolah hilang terbawa angin. Padahal, â€?ongkos’ tenaga, waktu, pikiran, dan materi yang dikeluarin untuk acara-acara Islami ini nggak sedikit lho. Untuk menggelar FNI aja, ongkos produksinya dari mulai penginapan peserta festival (di Raffles Hill, yang pernah dipake peserta AFI 1-3), hingga ditayangkan di layar kaca, kata Manajer Nondrama Indosiar, Jufipriyanto, sekitar Rp 1 Miliar. (Koran Tempo, 17 Oktober 2004). Weleh….weleh…!

Dari yang udah-udah, acara model gini akhirnya hanya sebatas ekstravaganza aja. Sedikit sekali manfaatnya untuk kebangkitan umat. Yang sampe ke masyarakat nggak jauh dari simbol-simbol Islami yang identik dengan kerudung, jilbab, nasyid, atau pesan moral dari para dai. Terus, gimana dengan PPMI?

Awas terjebak tabarruj
Seperti halnya Ibu Gefarina Djohan, kita juga jadi khawatir dengan PPMI yang bakal digelar ini. Jangan-jangan malah nggak ada bedanya dengan Pemilihan Putri Indonesia dsb. Cuma jadi ajang fashion show ala Muslimah dengan busananya yang menutup aurat. Padahal acara fashion show kan udah jelas-jelas mengandung unsur tabarruj yang dibenci Allah dan RasulNya. Belon tahu tabarruj?

Gini, asal �Tabarruj’ di ambil dari kata al-buruj yang berarti bangunan benteng, istana, atau menara yang menjulang tinggi. Wanita yang bertabarruj berarti dia menampakkan tinggi-tinggi kecantikannya, sebagaimana benteng atau istana atau menara yang menjulang tinggi-tinggi. (Tabarruj, Ni’mah Rasyid Ridha)

Dengan kata lain, tabarruj adalah menampakkan keelokan tubuh dan kecantikan wajah berikut pesonanya. Atau seperti kata Imam al-Bukhari, �Tabarruj adalah perbuatan wanita yang memamerkan segala kecantikan miliknya�.

Dalam ajang PPMI atau sejenisnya, para peserta bisa terjebak dalam perlombaan bertabarruj-ria. Seislami apa pun syarat yang diajukan bagi peserta kontes, ujungnya mereka kudu berlenggak-lenggok di atas �kucing berjalan’ alias cat walk memamerkan busana Muslimah dan tentu saja kecantikan wajahnya untuk memperebutkan perhatian dewan juri layaknya peragawati.

Kondisi ini diperparah oleh dunia fashion yang telah memodifikasi busana muslimah dengan aneka hiasannya menjadi alat untuk mempercantik diri yang menjadi daya tarik bagi kaum laki-laki. Udah nggak terlalu mikirin apa modelnya sempurna sesuai syariat atau nggak, yang penting tren, unik, cantik, dan beda. Nggak masalah sih kalo busana muslimah itu dipake dihadapan suami atau mahramnya, lha ini sengaja dipamerkan di ruang publik. Berabe Sis! Sumpah!

Rasulullah saw. bersabda: “�Wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka melenggak-lenggokkan tubuhnya dan kepalanya bagai punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan keharumannya, meskipun harum surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.� (HR Muslim)

Muslimah sejati; cerdas dan bertakwa
Sobat, sebagai seorang Muslim kita seneng banget ngeliat kian semaraknya acara-acara islami yang mengisi media massa. Seperti FNI, NTQ, Dakwah TPI, Top Model Muslimah, atau Pemilihan Putri Muslimah Indonesia. Begitu juga dengan popularitas simbol-simbol islami di tengah masyarakat. Busana muslimah yang menutup aurat tidak lagi asing. Senandung nasyid islami dengan mudah ditemui. Bahkan tayangan-tayangan islami kian mendominasi. Inikah tanda-tandanya kebangkitan Islam?

Kalo kita bandingkan dengan negara-negara Timur Tengah, ternyata di sana syiar dan simbol Islam udah jadi makanan sehari-hari. Tapi kenyataannya, tak ada satu negara pun yang mampu bangkit memimpin dunia. Malah sebaliknya banyak yang jadi bulan-bulanan negara penjajah Amerika, Inggris, atau Israel. Jadi yang benar, kebangkitan Islam nggak cuma dilihat dari syiar dan simbolnya aja. Karena yang terpenting itu pelaksanaan syariatnya yang dibingkai dalam Khilafah Islamiyah. Itu yang diajarkan Rasulullah saw. dan para sahabat kepada kita. Bener lho!

Karena itu, kalo kita pengen memberdayakan potensi yang dimiliki kaum Muslimah untuk kebangkitan ummat, nggak seharusnya terjebak dengan pagelaran kontes kecantikan. Kalo emang bener yang mo jadi prioritas penilaian bukan beauty, kenapa juga kudu pake acara fashion show. Lebih baik diadakan berbagai pengkajian-pengkajian Islam khusus Muslimah biar pada cerdas dan bertakwa. Misalnya, memberdayakan Majlis Taklim, diinstruksikan untuk diadakan pengkajian Islam seminggu sekali. Tujuannya, agar bangunan akidah para Muslimah lebih kokoh membentengi jiwanya. Meski ini keliatannya nggak populer, tapi kudu dijalanin biar muslimah pada cerdas. Bukan malah membius mereka dengan ajang seperti itu. Khawatir malah jadi nggak mendidik.

Terakhir, kita maaf banget kalo dianggap cerewet ngasih komentar sekaligus masukan untuk ajang kontes-kontesan ini. Asli lho, kita nggak punya maksud menyalahkan satu pihak. Karena kita juga nyadar kalo kondisi ini lahir akibat dari serangan budaya Barat yang bikin lingkungan kita kian steril dari aturan Islam dan minimnya pengetahuan kita tentang ajaran Islam. Tapi sekadar nyadar terus diem aja, tentu bukan sikap Muslim yang baik. Kita menyampaikan �uneg-uneg’ ini sebagai bagian dari dakwah Islam. Kita nggak pengen para Muslimah terjebak dalam gaya hidup yang dibalut mitos kecantikan sebagai standar dalam menilai martabat seorang wanita. Jahiliyah banget itu mah.

So, mari sama-sama gelorakan pengajian untuk semua. Dalam forum pengajian itulah kaum Muslimah akan semakin memahami kemuliaannya sebagai hamba Allah. Sehingga nggak perlu pake kontes-kontesan untuk mensosialisasikan busana muslimah atau menjaring muslimah sejati. Karena itu semua adalah konsekuensi dari keimanan kita terhadap Allah dan RasulNya. Kalo imannya udah manteb, maka insya Allah nggak cuma penampilannya aja yang syar’i, tetapi cara berpikir dan berperilakunya pun secara alami akan ikut nyar’i. Ini baru muslimah sejati. Betul? Itu sebabnya, gelorakan pengajian. Yuk! [Hafidz]

(Buletin STUDIA – Edisi 295/Tahun ke-7/29 Mei 2006)

1 thought on “Pemilihan Putri Muslimah, Haruskah?

Comments are closed.