Tuesday, 23 April 2024, 13:58

logo-gi-3.jpg edisi 022/tahun I (16 Rabiul Awal 1429 H/24 Maret 2008)

Emang nggak seru kali ye kalo hidup diisi dengan serius mulu. Nggak ada bunga-bunganya, nggak ada hiburan, hanya fokus pada kerjaan atau belajar mulu. Katanya sih gitu. Apalagi kalo yang ditanya adalah remaja. Simak nih pendapat teman kamu yang berhasil dijerat dan ditodong via Yahoo! Messenger, “Hidup gue bakalan garing Mas, kalo cuma belajar, belajar dan belajar. Sekali-kali boleh dong hiburan!” tulis Andre asal Bandung. BTW, kalo kamu mo pada nyapa en ikutan ngobrol sama gaulislam bisa langsung add nih Yahoo! ID kita di YM (gaul.islam). Ditunggu ye! Eh, kok ini malah jadi kayak request lagu-lagu di radio: AMKM alias Anda Meminta Kami Manyun! (backsound: manyun karena lagu yang diminta kagak ada hehehe…)

Teman lain, namanya Lessya, doi nulis begini, “Hidup harus seimbang dong. Serius kudu, belajar harus, tapi otak kita kan perlu refreshing, misalnya sesekali diisi dengan menikmati hiburan, gitu.”

Hmm… ternyata emang butuh hiburan. Meskipun tentu aja kalo kebanyakan hiburan juga malah jadi malas. Nggak ngerasa harus serius. Nggak ngerasa harus fokus belajar dan berdakwah. Memang harus ada keseimbangan. Namanya juga seimbang, berarti nggak berat sebelah. Nah, ngomong-ngomong soal berat sebelah, ada juga lho teman kita yang berpendapat agak lain, “Hiburan boleh. Belajar harus. Tapi menurutku, hiburan harusnya seperlunya aja. Belajar yang harus dibanyakkin. Jadi kalo mo berat sebelah, sebaiknya berat ke ibadahnya, berat ke belajar dan dakwah. Jangan berat lebih banyak dipake hiburan. Hiburan seperlunya aja.” Rully panjang lebar ngasih jawaban saat ditodong gaulislam di YM.

Nah, ngomong-ngomong soal hiburan, biasanya di sekolah suka ada tuh pentas seni dengan beragam aksi. Biasanya diisi band lokal sekolahan atau penyanyi dadakan yang penting ada hiburan. Tapi, di sekolah tertentu yang punya modal gede mah bisa aja datengin band terkenal (minimal terkenal di kota tersebut) untuk manggung di sekolahnya.

Sobat, sebenarnya setuju nggak sih ada pensi alias pentas seni di sekolahmu? “Gue sih setuju aja. Sebagai hiburan. Tapi jangan sampe ada kerusuhan,” tulis Andre.

“Perlu banget, tapi harus band lokal sekolahan. Soalnya kalo ngundang dari band terkenal, aku khawatir terjadi kerusuhan karena membludaknya penonton dari sekolah lain,” Lessya berpendapat.

Lain lagi dengan Rully, yang aktivis rohis katanya sih, “Aku nggak setuju. Sebab, pensi yang diadain sekarang ini lebih banyak mudharatnya. Kalo nasyid juga sebenarnya khawatir karena yang nonton tetep histeris juga. Jadi lebih baik nggak ada deh. Kalo mau ada pentas kreasi, mending lomba nulis atau lomba pidato deh,” Rully ngasih alasan.

Rima, yang ngakunya asal Medan saat ditodong sama gaulislam di YM pas chatting, komen begini: “Boleh aja pentas seni diadain di sekolah. Tapi harus steril dari maksiat, miras, campur baur cowok-cewek. Konser nasyid aja harus dipisah duduk cowok-ceweknya. Kalo nggak bisa dikondisikan begitu jangan diadain aja. Daripada dosa kan?” Rima dengan penuh semangat menulis. Hati-hati tuh jari tangan jadi keriting karena kecepatan ngetik di keyboard hehehe…

Pentas Seni, ajang unjuk kreasi?

Bro, setiap manusia tuh pengen tampil dan menampilkan keterampilannya. Itu wajar. Maklumlah, karena manusia nggak mau dirinya cuma dianggap sebagai bilangan aja, tapi juga ingin diperhitungkan. Iya dong, sebab manusia memang memiliki naluri mempertahankan diri (gharizah al-Baqa’) yang penampakkan or perwujudannya adalah dengan kecintaan kepada dirinya sendiri. Buktinya, kalo mo nyebrang jalan aja reflek tengok kanan-kiri. Takut juga kan kalo ketabrak mobil or sepeda motor? Begitu pula secara naluri kita pengen diakui dan dihargai oleh orang lain. Buktinya kalo dihina marah, dilecehkan ngambek, disindir kesinggung, dipuji bangga. Iya nggak?

Itu sebabnya, wajar pula kalo kita ingin dianggap lebih sama orang lain. Maka untuk unjuk gigi-meskipun tuh gigi udah gondrong bin surplus, rela melakukan aksi agar dilihat dan dianggap keberadaannya sama orang lain. Bikin pensi konon kabarnya bisa mendongkrak gengsi sekolah lho. Ada anggapan kalo sekolah udah bisa ngadain pensi dan berani ngundang band terkenal, minimal band lokal di kotanya tuh sekolah jadi naik derajat dan pangkat.

Apa benar seperti itu? Mungkin iya, mungkin juga nggak. Tergantung yang ngeliat sih. Kalo yang ngeliatnya adalah mereka yang setuju dengan pensi bisa jadi iya jawabannya. Kalo yang nggak setuju bisa jadi mengingkari anggapan tersebut.

Kalo dikatakan pensi adalah ajang untuk unjuk kreasi bisa dimaklumi. Memang begitu adanya. Cuma masalahnya, apa benar unjuk kreasi hanya dengan pentas seni? Apa benar menaikkan gengsi dan derajat nama sekolah bisa diangkat dari pensi? Nggak selalu kan? Apalagi sebagai muslim, kita nggak bisa dan nggak boleh melakukan perbuatan sebelum tahu hukumnya. Apalagi perbuatan yang sudah tahu hukumnya, harus hati-hati. Sebab, nggak bisa kita asal lakuin aja dengan pertimbangan asas manfaat. Sebagai muslim, bukan asas manfaat yang didahulukan, tapi apakah perbuatan tersebut diperbolehkan atau dilarang dalam ajaran Islam. Itu aja. Setuju?

Meski niatnya unjuk kreasi dan kreativitas diri tapi bukan berarti menghalalkan segala cara dong. Niat aja belum cukup kalo caranya nggak benar. Niat dan cara harus klop. Niat ibadah, maka caranya pun harus benar sesuai tuntunan Allah Swt. dan RasulNya. Nah, yang kacau banget adalah niatnya salah, caranya juga salah. Yo wis, itu mah wassalam.

Seni harus ngikutin syariat

Mohon diingat ya Bro, bukan syariat yang ngikutin seni, tapi seni yang wajib ngikutin syariat. Kalo syariat ngikutin seni, itu keliru. Nanti seni akan memaksakan supaya syariat ngasih legitimasi terhadap kebebasan seni. Syariat cuma pelengkap doang, atau stempel legalisasi adanya seni dan syariat nggak bisa ngatur lebih jauh soal seni. Sehingga akhirnya rancu en bias. Contoh, kalo band kepret alias qasidahan manggung, nggak terlalu dilarang meskipun penyanyinya tabarruj alias berlebihan dalam berhias, terus joget-joget dan pake kerudungnya juga roll-on alias bisa ditutup buka secara kilat. Waduh, itu udah salah kaprah deh, Sis. Nggak banget alias jangan sampe hal itu dilakukan sama seorang muslim sejati.

Nah, seharusnya seni yang mengikuti syariat. Jadi apa kata syariat. Harus taat sama aturan main syariat. Jangankan seni, seluruh aspek persoalan kehidupan wajib ngikutin apa kata syariat. BTW, apakah syariat Islam ngatur masalah seni?

Waduh, jangan sampe kamu ketinggalan informasi gara-gara malas mengkaji Islam. Banyak lho ulama yang ngebahas tentang seni. Islam memandang seni musik, seni suara, seni tari, seni lukis dan jenis lainnya harus diatur dan disesuaikan dengan ketentuan ajaran Islam. So, kudu ngikutin apa kata Islam, gitu.

Tentang nyanyian dan musik ini, Islam menilai empat pokok persoalan: 1) melantunkan nyanyian, 2) mendengarkan nyanyian, 3) memainkan alat musik, dan 4) mendengarkan musik. Selain itu, dalam Islam diatur pula kondisi ketika menyanyi, mendengarkan nyanyian, bermain musik dan mendengarkan musik supaya nggak kecampur dengan perbuatan maksiat.

Oya, soal musik ini, sebenarnya ada pendapat yang mengharamkan, dan ada pula yang menghalalkan. Nah, lho kok bisa? Nggak kompak banget. Hehe..gini nih penjelasannya. Pendapat yang mengharamkan nyanyian misalnya berdasarkan firman Allah dalam QS. Luqman ayat 6, artinya? “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”(QS Luqman [31]: 6)

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah QS an-Najm : 59-61, dan QS al-Isra? : 64 (al-Jazairi, 1992 : 20-22).

Kemudian pendapat yang menghalalkan nyanyian adalah berdasarkan Firman Allah Swt. dalam QS al-Maidah [5] ayat 87; artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”

Juga dalam riwayat Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra yang berkata; “Nabi saw. mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata; “Di antara kita ada Nabi saw. yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi saw. bersabda : “Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” (HR al-Bukhari, dalam Fathul Bari III:113 dari Aisyah ra.)

Ehm, mungkin kamu bengong karena ada beda pendapat. Nah, kalo terjadi ta’arud alias perbedaan yang bertolak belakang, antara halal dan haram padahal keduanya punya dalil yang kuat dari sumber yang sama, gimana?

Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi saw. ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (asy-Syaukani, t.t. : 275)

Kesimpulan singkatnya, biar kamu nggak pusing-pusing dan mual-mual baca artikel ini, mengenai kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut: bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (al-Baghdadi, 1991 : 63-64; asy-Syuwaiki, t.t. : 102-103)

Jadi gimana? Boleh nyanyi asal: nyanyian yang mengajak ibadah, semangat perjuangan dan dakwah Islam. Tempat acaranya: nggak campur baur cowok-cewek, nggak ada miras, nggak ada maksiat lainnya. So, kalo ngadain pentas seni tapi masih jauh dari nilai-nilai ajaran Islam, itu namanya nabung dosa en udah basi. Sementara ini dulu ye. Terus semangat belajar Islam! [solihin: sholihin@gmx.net]

4 thoughts on “Pentas Seni? Udah Basi!

Comments are closed.