Friday, 29 March 2024, 22:11

Majalah Playboy versi Indonesia hampir pasti bakalan terbit pada Maret 2006 nanti. Pengelola majalah Playboy Indonesia menyatakan bahwa rencana penerbitan majalah tersebut pada pertengahan tahun ini tetap berjalan sesuai dengan rencana. Pihak pengelola meyakinkan bahwa penerbitan Playboy Indonesia tidak akan memuat gambar-gambar porno (Koran Tempo, 24 Januari 2006)

Percaya? Nggak deh. Abisnya tuh majalah pria dewasa yang berpusat di Amrik udah identik banget dengan majalah porno. Banyak juga lho selebritis dunia yang berpose tanpa sehelai benang pun di majalah Playboy. Meski mereka adalah bintang-bintang ternama, sebut saja Marilyn Monroe (Desember 1953), Zsa Zsa Gabor (Maret 1957), Sophia Loren (November 1957), atau Brigitte Bardot (Maret 1958). Di tahun 60-an ada Elizabeth Taylor (Januari 1963), Ursula Andress (Juli 1965), Jane Fonda (Agustus 1966), dan Joan Collins (Maret 1969).

Kemudian di era 1970-an ada Linda Evans (Juli 1971), Jane Seymour (Juli 1973), Melanie Griffith (Oktober 1976), Raquel Welch (Februari 1977), dan Farrah Fawcett (Desember 1978). Di era 1980-an diramaikan Bo Derek (Maret 1980), Kim Basinger (Februari 1983), dan Morgan Fairchild (Agustus 1986). Sherilyn Fenn (Desember 1990).

Waduh, banyak juga ya? Malah model Indonesia juga ada lho yang udah nampang di sampul Playboy edisi Spanyol dan Thailand pada Agustus 2005. Namanya, Tiara Lestari, kelahiran Solo. Bukan hanya di Playboy, Lestari juga tampil �los-polos’ tanpa busana di majalah porno Penthouse edisi Belanda pada September 2005 dengan 13 foto telanjangnya (hidayatullah.com, 14/1/2006)

Sobat, kayaknya wajar juga kalo rencana penerbitan Playboy Indonesia ini memunculkan banyak protes (meski ada juga yang mendukung). MUI dan sejumlah ormas Islam sudah ancang-ancang bakalan menolak kehadiran majalah berlisensi dari Amrik ini. “Saat ini, Indonesia membutuhkan informasi yang dapat memotivasi bangsa ini untuk lepas dari keterpurukan,� ujar Ketua PB Nahdatul Ulama (NU), KH Masdar Farid Mas’udi (SuaraMerdeka CyberNews, 16 Januari 2006)

“Pemerintah seharusnya bertindak, melarang terbitan-terbitan semacam itu, karena jika tidak hanya akan menimbulkan gejolak di masyarakat dan bisa memancing ke arah anarkis dari umat yang menolak,â€? kata Ketua MUI, Ma`ruf Amin (AntaraNews, 17?  Januari 2006)

Hal senada juga disampaikan Chamamah Soeratno, Ketua Pimpinan Pusat Aisyiah, “Semua itu tanpa mempertimbangkan akibatnya, dan produsen hiburan hanya mengutamakan tampilan visual, tanpa ada pendidikan jangka panjang bagi masyarakat, dan masyarakat sebagai konsumen juga sudah terlanjur terkelabuhi oleh tontonan (gambar) jenis ini.� (Media Indonesia Online, 20 Januari 2006)

Meski menghadapi protes dari banyak kalangan, pihak manajemen Playboy Indonesia tetap berencana akan menerbitkan majalah tersebut. Bahkan kayaknya udah mengantisipasi. “Ingat, saya ikut terlibat dalam pembuatan rancangan UU Pornografi dan Pornoaksi. Masak saya yang turut merancang, tapi ikut melanggar. Itu saya tahu banget,� kata M Ponti Carolus, Direktur Publisher Playboy Indonesia (SuaraMerdeka CyberNews, 16 Januari 2006)

Perdebatan kayaknya boleh-boleh aja terus berlangsung. Tapi pihak Playboy kecil kemungkinan kalo harus mengurungkan niatnya. Kalo Playboy edisi Indonesia jadi terbit, tentunya akan menambah daftar majalah porno di negeri ini yang berlisensi asing; FHM, EVE, dan ME. Oya, bukan berarti produk lokal steril dari pornografi dan pornoaksi lho, justru kini udah hadir sebagai �penumpang gelap’ kebebasan pers. Lihat aja media kita, terutama majalah dan televisi yang masih �setia’ berjualan pornografi dan pornoaksi. Belum lagi kalo harus ngomongin internet, wah, jadi kian banyak tuh. Sepertinya pornografi udah jadi �santapan’ setiap hari dalam kehidupan kita.

Definisi pornografi
Yup, definisi emang penting banget, itu sebabnya Ibnu Sina pernah berkomentar: “Tanpa definisi, kita tak akan pernah bisa sampai kepada konsep.� Karena itu, definisi, menurut filsuf Iran itu, sama pentingnya dengan silogisme (baca: logika berpikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat.

Oya, definisi yang jelas bakalan menolong kita untuk menentukan keputusan dan penilaian. Nggak ragu en bingung. Nggak kayak sekarang nih, menentukan definisinya aja sesuai persepsi masing-masing orang. Karuan aja hasilnya beragam. Ada yang bilang kalo berpose telanjang baru dibilang pornografi, ada juga yang bilang kalo masih mengenakan busana, meski kayak kekurangan bahan belum masuk definisi pornografi. Malah nih, kalo sesuai budaya ketimuran, belum dianggap porno. Misalnya kalo di Jawa pake kemben atau di Papua dengan kotekanya. Waduh, makin bingung aja tuh definisi pornografi.

Itu sebabnya, minimal kita paling nggak kudu buka kamus nih. Seperti disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; atau bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.

Dalam Microsoft Encarta Dictionary Tools, pornografi didefinisikan sebagai sexually explicit material: films, magazines, writings, photographs, or other materials that are sexually explicit and intended to cause sexual arousal. Tuh jelas banget kan, bahwa pornografi tuh adalah penggambaran secara tegas tentang seksual; bisa dalam film, majalah, tulisan, foto dan bahan lainnya yang bermaksud menimbulkan rangsangan seksual.

Oya, pornografi tuh nggak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi dan seni. Karena sejatinya, estetika (seni) tetap harus berdampingan dengan etika.

Bagaimana dengan Islam? Sebagai Muslim, tentu kita wajib menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Terus, nggak boleh juga kita setengah-setengah dalam mengamalkan Islam. Nggak boleh juga ada pilihan lain untuk ngatur urusan kehidupan kita selain Islam. Jadi intinya, apa kata Islam deh. Kita wajib taat kepada ketentuan Allah dan RasulNya dan harus secara menyeluruh (kaaffah). Allah Swt. befirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.� (QS al-Baqarah [2]: 208)

Dalam?  menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan: “Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya agar mengadopsi sistem keyakinan Islam (â€?akidah) dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.â€?

Guys, Islam juga udah mengatur tentang aurat. Itu sudah cukup untuk memberikan definisi tentang pornografi atau pornoaksi. Batasan aurat ini memungkinkan kita untuk bisa menentukan apakah suatu perilaku, gambar, atau gaya berpakaian seseorang termasuk memamerkan aurat atau nggak ke khalayak umum.

Oya, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya (Ahkaamul Quran al-Jashash III/318). Kalo anak laki, dari pusar ampe lutut. Itu batasan auratnya. Jadi nih, kalo ada anak cowok pake koteka dan dipamerin di depan orang banyak, jelas termasuk membuka auratnya. Itu sudah terkategori bentuk pornoaksi. Begitu pun kalo ada anak cewek pake kemben (salah satu pakaian adat Jawa), dan dipake di depan umum, maka sudah terkategori pamer aurat (itu masuk pornoaksi). Membuka aurat di depan umum dalam pandangan Islam terkategori dosa. Nah, ini jelas kan definisinya.

Itu sebabnya, kayaknya ampir semua media massa yang ada saat ini bakalan dicap sebagai media massa penyebar pornoaksi dan pornografi kalo pake definisi Islam. Dan seharusnya memang standar itulah yang dipake oleh setiap Muslim ketika menilai suatu fakta berupa perbuatan maupun pemikiran.

Ini negara sekuler, Bro!
Di negeri kapitalis nan sekuler ini, kita dituntut untuk lebih banyak �memaklumi’ dan mungkin saja kudu kompromi dengan kondisi yang ada. Maklum, sekularisme membolehkan orang untuk berprinsip permisif alias serba boleh bahkan silakan saja jika mau memeluk erat budaya hedonisme. Sah-sah saja dalam aturan sekularisme. Tak boleh ada yang ngelarang dan tak boleh ada yang cerewet ngomongin.

Itu sebabnya, tak elok dalam pandangan sekularisme jika kita petantang-petenteng untuk memaksa orang lain tunduk dengan keinginan kita. Termasuk rencana terbitnya Playboy Indonesia, atas nama HAM dan demokrasi, pengelolanya nekat jalan terus meski banyak yang protes.

Sobat muda muslim, kayaknya kudu pada sadar bahwa media �begituan’ sebetulnya udah bejibun banget di sini. Cuma, karena Palyboy punya nama besar dan identik dengan media porno, jadinya heboh. Kalo Playboy jadi terbit, maka semakin lengkaplah media porno beredar di sini. Meski pihak Playboy menjamin akan ketat dalam pendistribusian majalahnya, tapi nggak ada jaminan kalo akhirnya teman-teman remaja ada yang baca juga. Iya kan?

Seperti kekhawatiran seksolog Naek L Tobing, “Hukum di Indonesia belum kuat untuk melakukan pemilahan distribusi media berbau porno sehingga para remaja dan anak di bawah umur bisa membelinya secara bebas,� (Media Indonesia Online, 17 Januari 2006)

Kita emang prihatin, sedih, dan sekaligus kesal dengan kenyataan ini. Karena setiap hari kita nyaris digempur dengan banyaknya visualisasi dan bacaan bernuansa pornografi dan pornoaksi.

Ini nggak boleh dibiarin. Harus segera dicari solusinya. Nah, satu-satu jalan supaya bisa tenang dalam hidup ini adalah dengan menggusur sekularisme dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Lalu menghadirkan Islam sebagai ideologi negara. Tanpa itu, aksi maksiat akan tetap marak, dan aksi dari sebagian kalangan umat Islam yang sudah kesal karena maksiat dibiarkan, akan terus digelar. Betul ndak?

Membabat pornografi dan pornoaksi
Kalo dibiarin aja nggak bakalan selesai-selesai. Lihat aja penanganan yang selama ini dilakukan oleh Kapitalisme-Sekularisme, malah menjadikan kebebasan sebagai the way of life. Ideologi macam apa itu? Kok malah bikin sengsara umat manusia?

Sobat, sebagai sebuah ideologi, Islam punya cara penyelesaian terhadap masalah ini. Tentu, jika Islam diterapkan sebagai ideologi negara. Menurut Abdurrahman al-Maliki, “Barangsiapa yang mencetak atau menjual, atau menyimpan dengan maksud untuk dijual atau disebarluaskan, atau menawarkan benda-benda perhiasan yang dicetak atau ditulis dengan tangan, atau foto-foto serta gambar-gambar porno, atau benda-benda lain yang dapat menyebabkan kerusakan akhlak, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara sampai 6 bulan.� (Sistem Sanksi dalam Islam, hlm. 288-289)

Oya, hukuman tersebut termasuk dalam perkara ta’zir alias jenis dan bentuk hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Kalo emang tingkat bahayanya besar banget, bisa aja qadhi menghukum lebih lama atau bentuk hukuman lain, misalnya dicambuk.

Eh, kalo nanti Islam udah diterapkan sebagai ideologi negara, mereka yang ada di pedalaman seperti di Papua dan suku dayak lainnya, nggak bakalan dijadikan sebagai obyek wisata. Nggak kayak sekarang, mereka dianggap sebagai warisan budaya bangsa. Itu dzalim, karena seharusnya pemerintah memberikan pembinaan dan mendakwahi mereka agar mau hidup lebih mulia. Tapi nyatanya, malah dipelihara agar tetap jahiliyah seperti itu. Kasih banget kan?

Oke deh, semoga saja Playboy Indonesia nggak jadi terbit. Terus, media sejenis yang udah ada juga menjadi tanggung jawab pemerintah untuk segera menghentikan peredarannya jika ingin kepribadian masyarakat di sini jadi benar dan baik menurut Islam. Wallahu’alam. [solihin]

(Buletin STUDIA – Edisi 278/Tahun ke-7/30 Januari 2006)