Monday, 9 December 2024, 15:05

Ibarat tali, hubungan kita dengan Allah tergantung seberapa panjang kita mengulurkannya dan seberapa kencang kita menariknya. Di saat seorang hamba menaatiNya, berarti ia tengah mengencangkan ikatan diri kita dengan Allah Swt. Berpayah-payahnya seorang hamba menegakkan qiyamul layl, menyungkurkan keningnya ke atas hamparan sajadah, memanjatkan doa penuh harapan dengan lirih, adalah bagian memperkuat ikatan dengan Rabbnya.

Demikian pula ketegarannya menjauhkan diri dari keharaman; perbuatan maupun barang, adalah bagian merawat kuatnya ikatan diri dengan Allah Azza wa Jalla. Ketika bersliweran tawaran uang haram, lirikan wanita yang bukan mahram, atau pemandangan aurat yang bertebaran di perkantoran, di pasar bahkan hingga di majlis taklim, tapi jika ia bertahan untuk tak menggubrisnya, maka semakin kokohlah hubungannya dengan Allah.

Jauh dan dekatnya hubungan seorang hamba dengan Allah bukanlah Allah yang menentukan, tapi hamba itu sendiri yang mengaturnya. Ia yang bisa mengencangkannya, mengulurkannya, atau justru melepaskan ikatan tali tersebut [inna lillahi wa inna ilayhi raji’un].

Ironinya banyak insan yang berpikir bahwa Allah-lah yang ?berlepas diri’ darinya. Mereka berpikir Allah telah meninggalkan mereka, tak lagi mengindahkan perasaan dan nasib mereka. Sebagian lagi menyangka bahwa Allah telah menzalimi diri mereka.

Kenyataannya, hamba itulah yang mengulurkan dan melemahkan ikatan diri mereka dengan Allah. Ketika ia abai terhadap peringatanNya, sebenarnya perlahan-lahan ikatan dirinya dengan Allah terulur dan melemah. Andaikan itu terus terjadi akan berujung pada terurainya hubungan diri dengan Zat yang Rahman dan Rahim.

Allah tak pernah menjauh dari kita, tapi kitalah yang meninggalkanNya. Dan ketika kita kembali mendekatiNya, Allah lebih mendekatkan lagi jaraknya dengan kita.

Dalam hadis qudsy Allah disampaikan:“Allah Azza wa Jalla berfirman: Jika seorang hamba mendekat kepadaku sejengkal maka Aku mendekat padanya sehasta, jika ia ia mendekat kepadaKu sehasta maka aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia datang kepadaKu dengan melangkah Aku mendatanginya dengan berlari.” (HR Muslim)

Jadi, pertanyaannya bukan seberapa jauh Allah dari kita, tapi sebesar apakah usaha kita untuk mendekatkan diri kepadaNya? [januar]

[diambil dari Tabloid KELUARGA, edisi 01 2008]