Saturday, 20 April 2024, 01:28

Assalaamu’alaikum wr wb

Diasuh oleh Ust. Ir. Umar Abdullah

[Penulis Naskah VCD Sejarah Pornografi, Erotisme dan Seks Bebas]


TANYA:

Assalaamu’alaikum wr wb. Bagaimana hukumnya bagi orang homo, sedangkan dia punya istri. Selama dia nikah, istri belum pernah disentuh sama suami. Istri hanya bisa berdoa pada Allah, agar dia dibukakan pintu hatinya, bagaimana jalan keluarnya. Wass.

JAWAB:

?alaikumus salaam wr wb

Kalau memang istri belum pernah disentuh sama suami, kenapa istri tidak mau menyentuh suami, padahal dengan sentuhan istri dan rangsangan-rangsangan yang ia lakukan pasti suami yang impotent ataupun yg homo akan bergairah dan bangkit berahinya. Sebab kecenderungan kepada lawan jenis merupakan sesuatu yg fitri yg dimiliki oleh pria dan wanita. Hanya mereka yang sakit jiwa yang cenderung kepada sesama jenis.

Allah SWT berfirman (yang artinya):

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari diri kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya dan Dia pun menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang.” (QS. Ar-Ruum: 21)

Istri hendaklah mengobati jiwa suaminya, dan berusaha merayu dia untuk menggaulinya. Tetapi jika tidak berhasil, istri berhak menuntut cerai.

Tidaklah cukup ia bersabar dan berdoa. Sebab wanita biasanya mampu menahan nafsu birahinya sampai maksimal 6 bulan, setelah itu pasti akan menderita, dan tak tertutup kemungkinan jika imanya lemah berselingkuh dengan lelaki lain. Maka jalan yang paling aman adalah menuntut perceraian, kemudian menikah dengan lelaki lain demi untuk menjaga kehormatannya.

Khalifah ?Umar bin Khaththab ra pernah menanyakan kepada putrinya, Hafshah Ummul Mu`minin ra, perihal lama wanita sanggup ditinggal pergi suaminya berperang di jalan Allah.

Khalifah Umar ingin menanyakan hal tersebut karena saat ia meronda kota Madinah, ia lewat di depan sebuah rumah yang dari dalamnya terdengar perempuan sedang berkata, “Malam ini begitu panjang dan tepi langit begitu hitam. Sudah lama aku tiada kawan untuk bersenda gurau… Demi Allah! Kalau tidak karena takut kepada Allah semata. Tentulah kaki-kaki tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang… Tetapi Wahai Tuhanku! Rasa malu cukup menahan diriku. Namun, suamiku lebih mengutamakan mengendarai untanya…”

Umar kemudian menanyakan tentang perempuan itu kepada orang-orang. Lalu dijawab oleh orang kepadanya, “Dia si fulanah. Suaminya sedang pergi berperang di jalan Allah.”

Umar kemudian masuk ke rumah Hafshah, lalu bertanya, “Wahai putriku, berapa lama seorang perempuan tahan ditinggal lama oleh suaminya?”

Hafshah menjawab, “Subhanallah, orang seperti ayah bertanya hal itu kepada seorang seperti aku?”

Maka Umar berkata, “Andaikan aku tidak ingin memperhatikan kaum Muslimin niscaya aku tidak akan bertanya hal ini kepadamu.”

Lalu Hafshah menjawab, “Lima bulan atau enam bulan.

Sejak saat itu Khalifah ?Umar bin Khaththab menetapkan waktu tugas bagi tentara untuk bertempur adalah selama enam bulan: sebulan untuk pergi, empat bulan untuk tinggal (di medan pertempuran), sebulan lagi untuk pulang.[]