Saturday, 27 April 2024, 06:59

Masa sekolah dan kuliah aku habiskan dalam genangan hawa nafsu. Minuman keras dan seks bebas adalah tarikan nafasku. Sampai akhirnya keluguan seorang pelacur muda membuka kedua mataku yang buta. Buta dari hidayah Ilahi.

Keluarga yang sakinah, mawadah warahmah, begitu penilaian orang atas keadaan keluargaku. Pamanku yang seorang pimpinan pondok pesantren di sebuah daerah di kotaku, keluargaku yang kebanyakan ustadz, bukan halangan bagiku untuk meraih berbagai julukan seperti “Anak Setan” yang diberikan oleh guru-guru di SMU atau “Si Bogor Gila” sebuah julukan yang diberikan teman-teman kost ku waktu kuliah di Bandung, karena kebiasaanku menenggak minuman keras. Aku lebih akrab dengan botol-botol laknat daripada buku-buku pelajaran sekolah. Apalagi al-Qur’an.

Bersama gank-ku disekolah, aku lebih dikenal “si pembuat ulah” yang membuat pusing guru-guru yang ada. Nggak aneh. Kalo selanjutnya setiap ada trouble, pasti aku bersama gank-ku menghuni daftar pertama “most wanted” pihak sekolah. Pernah suatu ketika, aku datang ke sekolah? terlambat dalam keadaan sempoyongan karena mabuk berat. Demi, melihat keadaanku datang dalam keadaan mabuk berat, guru? yang sedang mengajar di kelas pun menangis dan lari. Pernah juga, karena kebiasaanku memakai baju sekolah dikeluarkan, ada seorang guru perempuan yang memakai kerudung, menegurku untuk memasukan baju sekolah. Spontan, aku langsung membuka celana di depannya, lalu aku masukan bajuku. Guru itu langsung menangis, karena tindakan kurang ajarku. Sampai teman-teman pun menganggap aku ini sudah gila.

Walaupun demikian. Aku orang yang cukup disegani oleh guru-guru, terutama bidang eksak juga teman-teman yang top ranking di sekolah. Karena dalam urusan pelajaran prestasiku tidak kalah dengan mereka. Bahkan tidak jarang juara kelasnya pun sering meminta advis kepadaku, tentang pelajaran yang mereka tidak kuasai. Aneh memang. Lebih aneh lagi, kalau aku lagi dalam keadaan mabuk. Otakku menjadi sekaliber Einstein. Sering aku mendapat nilai tertinggi di kelas kala aku mengerjakan ulangan dalam keadaan mabuk. Mungkin karena itulah, pihak sekolah jadi sulit untuk menentukan sikap yang tegas atas kenakalanku yang boleh dikatakan melebihi ambang batas.

Di SMU pula aku mengenal Drugs. Bahkan sampai menjadi “BD”, sebuah istilah buat orang yang menjadi penjual obat-obat terlarang. Ganasnya, dalam menjual aku tidak pandang bulu. Teman-teman perempuanku yang suka pake, aku suplai juga. Kadang kalo sudah kepepet, mereka berani membayarnya dengan imbalan mereka mau diajak melakukan perbuatan tidak senonoh di dalam WC sekolahan.

Di rumah perilakuku tidak berubah. Di keluarga, akulah si trouble maker. Semua anggota keluarga antipati terhadapku. Aku sering bersitegang dengan saudara-saudara yang ada dirumah. Bersama dengan teman di rumah, aku? sering melakukan tindakan kriminal. Salah satunya? membongkar? dan menguras isi sebuah toko sembako dua malam berturut-turut.

Diasingkan ke Bandung

Melihat kenakalanku yang sudah tidak bisa di tolerir lagi. Selepas SMU, orang tua “mengasingkan” aku ke Bandung, dengan harapan agar aku bisa berubah dan jauh dari teman ku yang bergajulan.? Tapi di sana bukan perubahan yang aku hasilkan, malah aku semakin larut dalam kemaksiatan dan pergaulan bebas. Hal itu dipermulus lagi dengan keadaan lingkungan dan mata kuliah yang kuambil di perhotelan dengan mengambil jurusan bidang studi Bartending. Sebuah mata kuliah yang sangat kusukai dan ‘berbanding’ lurus dengan kebiasaanku menenggak minuman keras. Aku? bisa dengan leluasa mencicipi berbagai macam merek minuman keras tersebut. Malah, saking sudah “berkaratnya” aku dengan minuman keras, dalam bidang ini aku diberi “kelebihan” untuk bisa membedakan dengan mata tertutup, nama atau merek dan jenis, serta lamanya penyimpanan sebuah minuman, hanya dengan mencium dan sedikit mencicipi minuman yang di maksud.

Di Bandung, aku memilih tinggal di tempat kost, dengan enam orang teman laki-laki sekampusku ditambah tiga orang perempuan. Disini aku kian terjerumus dalam kemaksiatan. Aku yang biasanya ketika SMU cuma melakukan aktivitas mabuk, dengan perempuan pun cuma sebatas raba-raba, di Bandung lebih parah lagi. Free sex bahkan orgy atau melakukan seks rame-rame, tidur bareng dengan teman sekost yang perempuan, merupakan hal yang sudah biasa di kalangan teman-teman sekost ku. Hal itu sering mereka lakukan. Bukan sekali dua kali. Kadang bagi teman-teman kost kalau sudah kepepet, tempat-tempat kumuh pun bisa jadi tempat menyalurkan hasratnya biologisnya, yang biasanya untuk melakukannya cukup di sebuah lapangan.

Ada seorang temanku malah yang ngefans dengan peribahasa tidak ada kayu, akar rotanpun jadi. Tidak ada perempuan, abal-abal (wadam) pun jadi.Tapi sebejatnya aku, untuk urusan seperti itu atau seks bebas dalam keadaan normal, aku tidak pernah mau melakukannya, karena masih merasa jijik. Entah jika dalam keadaan mabuk berat.

Setelah beres kuliah di Bandung, akupun kembali ke kota asalku. Aku sempat ngangur dan malah masuk tahanan polisi sebanyak dua kali karena kasus obat terlarang dan tawuran, sebelum akhirnya diterima bekerja di sebuah hotel di Jakarta. Karena sempat jadi tahanan polisi itu jugalah, aku mulai agak berubah. Sedikit demi sedikit aku mulai berhenti dari ketergantungan obat-obatan dan minuman keras.

Pelajaran Dari Pelacur

Di tempatku bekerja, kebanyakan tamu-tamu yang datang bukan utuk menginap, melainkan untuk memuaskan nafsu mereka dengan gadis-gadis yang masih muda. Sebelumnya aku enjoy dengan keadaan bejat itu, menjual kondom dan mencari perempuan pemuas nafsu menjadi pekerjaan sampinganku. Sampai akhirnya ketika aku akan menyediakan sarapan pagi untuk tamu langgananku di salah satu kamar dan menelepon untuk menanyakan menu yang dia inginkan, aku merasa ada keanehan. Karena setelah beberapa kali di telepon tidak ada yang mengangkat. Kalaupun ada yang mengangkat, tidak ada suara. Dan setelah kucek kamarnya aku? terkejut dengan penglihatan di depan mata. Sepasang gadis yang masih belia dengan muka yang lugu dan kampungan, kentara dari pakaian yang dikenakannya yang berasal dari daerah, menjadi pemuas nafsu binatang tamu langgananku. Mereka amat lugu bahkan mengangkat gagang telepon pun terbalik! Astaghfirullah!

Tanpa sadar aku ber-istighfar. Entah kenapa. Aku langsung muak dengan apa yang aku lihat, aku muak dengan apa yang selama ini aku perbuat.? Bahkan aku muak dengan tempatku bekerja. Kejadian itu begitu memukulku. Perasaan bersalah sedemikian hebatnya menyeruak. Saking besarnya perasaan bersalah, seharian aku kerja tidak ada yang beres. Aku terus merenung, bertanya, bagaimana kalau hal itu terjadi kepada saudaraku? Atau siapapun yang aku sayangi? Aku tidak bisa membayangkannya. Besoknya aku mencoba menanyakan hal itu kepada tamu langgananku seorang warga keturunan. Ternyata dia membelinya dari orang tua anak itu di daerah Tegal. Maka sejak peristiwa itu, aku meng-itiqad kan diri untuk mengubah jalan hidupku yang telah banyak menyimpang dari jalan-Nya.

Salah satu bentuk realisasi hijrahku yang pertama adalah, dengan meninggalkan tempat aku bekerja dan kebiasaan-kebiasaan jahiliyyahku. Kini aku aktif mengaji bersama sejumlah kawan. Aku bertekad jika ada seorang saja muslimah yang diganggu kehormatannya Insya Allah aku akan menjadi seorang khalifah Mu’thasyim yang menolongnya. [seperti yang diceritakan Maulana kepada Mursyid]

[pernah dimuat di Majalah PERMATA, edisi Agustus 2003]

10 thoughts on “Aku Pemuja Hawa Nafsu

  1. Alhamdulillah…ya 4JJI
    aku salut dengan apa yang terjadi sama kamu dan aku yakin untuk kedepannya kamu akan menjadi orang yang berguna untuk orang banyak terutama keluarga kamu.
    aku yakin hidayah 4JJI tidak hanya sampai disitu saja…

  2. Subhanallah..
    Dialah Allah yang menguasai segala yang ada di langit dan bumi
    Dia jugalah yang menguasai hati manusia dan membimbingnya menemukan hidayah..
    Semoga istiqomah..

  3. Asslkm….
    alhmdlLh Allah telah menunjukkan hidayahNya pd Pean
    smoga dg ini pean bs menjadi orang yg bermanfaat bagi orang islam dg mnunjukkuan hal2 yg terpuji dan dijauhkan dr hal2 yg tercela
    wsslkm….

Comments are closed.