Tuesday, 19 March 2024, 13:20

 gaulislam edisi 246/tahun ke-5 (19 Sya’ban 1433 H/ 9 Juli 2012)

 

Siapa sih yang saat ini nggak kenal internet, handphone, smartphone, tablet (bukan obat lho!), dan jenis gadget lainnya? Rasa-rasanya anak saya yang kelas 1 SD udah terbiasa megang handphone yang saya gunakan, udah kenal istilah dan bahkan pake komputer pula. Generasi di atasnya, misalnya kakak-kakaknya udah yang 3 dan kelas 6 SD, tentu saja udah akrab dengan gadget meski lebih banyak sekadar main gim. Bagaimana dengan yang remaja? Rasa-rasanya kita juga sudah sering melihat mereka bercekikikan sambil melototin hape miliknya, bahkan ada murid saya di sebuah lembaga pendidikan dibekali ortunya dengan smartphone. Ckckck.. jaman saya SMA di akhir tahun 80-an, teknologi informasi dan komunikasi nggak semarak seperti sekarang yang dibanjiri beragam gadget.

Bro en Sis rahimakumullah, buat kita yang kebetulan bisa menikmati beragam produk teknologi informasi dan komunikasi, pantas untuk bersyukur (meski tetap kudu waspada akan dampak buruknya). Sebab, masih banyak saudara kita yang bukan saja belum ngeh, tapi karena emang masih terkendala soal dana sehingga belum sempat merasakan manfaat dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Teknologi informasi dan komunikasi ini perkembangannya memang melompat-lompat. Frog jump alias lompatan kodok. Sekali lompat beberapa jarak udah bisa ditempuh. Nggak ngerayap. Tapi benar-benar cepat sekali perkembangannya.

Ponsel alias telepon seluler yang pada awal tahun 2000-an di negeri ini masih jarang yang pake, sehingga kalo ada yang udah punya boleh dibilang tuh orang keren banget dah. Waktu kerja di Jakarta tahun 2000 aja saya sempat bengong ada anak SD di sebuah sekolah swasta terkenal udah membawa ponsel ke sekolah. Saya aja belum punya. Lucunya, dasar anak SD, masih senengan main. Waktu itu, si anak yang punya ponsel lagi enjoy main bola bekel, sementara ponselnya ditaro di sampingnya. Ckckck..

Tapi Bro, sekarang justru kebalikannya, bisa dibilang aneh kalo kita nggak punya ponsel. Maklum, harga ponsel udah murah banget. Begitu juga dengan simcard-nya. Kartu perdananya murah, udah lengkap dengan nomor ponsel dan juga bejibun bonus kalo diaktifkan. Kalo mo isi ulang pulsa juga murah dengan beragam pilihan nominal harga yang diinginkan dan sesuai dengan ketersediaan dana yang dimiliki. Wajar dong kalo ponsel udah menjamur di mana-mana. Bahkan saya pernah lihat ada sopir angkot dan tukang sayur keliling yang bawa ponsel. Meski tuh ponsel kelas “biasa”, tapi tetep namanya ponsel kan?

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, terus soal internet, siapa pula yang masih kuper dan nggak gaul banget tentang internet? Kayaknya siap-siap deh dieledekin nggak gaul kalo sampe nggak ngeh dengan internet. Sekarang ini, terutama di kota besar, teknologi informasi dan komunikasi bernama internet udah biasa. Menjamurnya warnet di kota-kota besar adalah sebagai indikator paling gampang untuk mengetahui bahwa di daerah itu mudah mengakses internet dan memang ada penggunanya. Lagian siapa yang mo bela-belain buka warnet kalo penduduk di situ masih pada gatek atau malah nggak ngeh dengan teknologi tersebut. Tul nggak sih?

So, teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi salah satu teknologi yang paling mudah nyetel dengan kita. User friendly, gitu lho. Sebab, seperti kata slogan sebuah produk ponsel: “teknologi yang mengerti Anda”. Ya, teknologi komunikasi ini memang disesuaikan dengan manusia sebagai penggunanya.

Nah, karena manusia tuh makhluk sosial, dan salah satu cirinya adalah keinginan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, maka teknologi informasi dan komunikasi ini menjadi alat yang memudahkan antar manusia untuk saling berhubungan. Bentuk hubungan komunikasinya bisa dengan cara verbal, maupun nonverbal. Cara verbal adalah dengan lisan, seperti menelepon menggunakan ponsel. Sementara cara nonverbal bisa dengan gerak tubuh, jeritan dan desahan, juga dengan tulisan dan gambar.

Bro en Sis ‘penggemar’ setia artikel-artikel gaulislam, ponsel dan internet khususnya, memang mengakomodasi kebutuhan manusia akan teks, suara, dan gambar (termasuk video). Maka, nggak heran kalo komunikasi verbal dan nonverbal bisa dilakukan dari ponsel. Contohnya adanya fasilitas video call, atau memajang video hasil rekaman dari gadget yang kemudian di-share melalui situs jejaring sosial yang sudah tertanam di dalamnya, lengkap dengan fasilitas internet tentunya. Sehingga, kawan-kawannya di dunia lain bisa nonton bareng video hasil rekaman si pemilik gadget.

Maka tak perlu heran pula kalo sekarang banyak remaja yang lebih asik nunduk melototin gadget, berinteraksi dengan kawan-kawannya di dunia maya, di berbagai kesempatan: di jalan, di kendaraan umum, di sekolah, bahkan di kamarnya sendiri, termasuk mungkin saja ada yang tetap nekat membawa ke kamar mandi saking pengennya dapetin update info dari kawan-kawannya atau karena ingin update keberadaan diri dan kondisinya agar orang lain tahu aktivitas yang sedang dijalaninya.

 

Mengubah gaya hidup

Boys and gals, jujur aja dengan adanya teknologi ponsel dan internet, bukan hanya merevolusi cara kita berkomunikasi, tapi juga mampu mengubah gaya hidup. Kalo dulu saat kita bepergian harus selalu siap sedia air minum, bila perlu dibawa serta termosnya, karena susah mencari penjual air minum di perjalanan. Tapi kini, teknologi industri telah merekayasa penjualan air minum dalam kemasan plastik. Nggak perlu dimasak, dan bisa langsung diminum. Sehingga, kalo kita jalan jauh nggak perlu repot-repot bawa termos berisi air minum, karena sudah banyak penjual air minum dalam kemasan. Ketika haus, sementara kita masih di kendaraan, nggak perlu khawatir, karena suatu saat kendaraan berhenti di daerah keramaian, biasanya langsung diserbu penjaja minuman dalam kemasan. Kita bisa membelinya. Murah dan mudah didapat.

Dengan kenyataan seperti ini, selain merevolusi kebiasaan kita dalam memenuhi hajat hidup kita (dalam hal ini soal minum), juga sekaligus mengubah gaya hidup kita. Misalnya, kita akan lebih memilih membawa uang berlebih ketimbang membawa makanan atau minuman dari rumah. Selain repot, tentunya sekaligus jaim alias jaga imej. Meski pergi jauh, nggak khawatir kehausan atau kelaparan. Tinggal beli di jalan dan bekasnya bisa langsung buang ke tempat sampah. Kalo dulu mikir-mikir kan mau buang gelas dan termos bekas minum?

Bro en Sis rahimakumullah, itu pula yang terjadi pada teknologi infoirmasi dan komunikasi ini. Cara kita berkomunikasi memang akhirnya berubah. Kalo dulu ketika kita jauh dari ortu kita biasa berkirim surat via pos untuk berkomunikasi. Atau kalo penting banget bisa menggunakan pesan singkat melalui layanan telegram. Telepon rumah (PSTN), sebagai media komunikasi verbal, memang akhirnya bisa menggantikan peran komunikasi nonverbal dari surat atau telegram. Tapi, ini juga masih terkendala dengan harganya. Sehingga masih jarang yang mau berlama-lama menelepon SLLJ apalagi SLI. Berhemat pun menjadi pilihan. Mungkin saja berkirim kabar via telepon cukup sebulan sekali atau dua minggu sekali. Kalo pengen lebih hemat lagi ya kirim surat via pos. Tapi dengan risiko dapat balasan yang nggak bisa diprediksi kapan dibalasnya.

Gaya hidup kita saat itu, adalah sesuai dengan cara kita berkomunikasi. Kalo kangen banget kita bisa pulang kampung untuk bertemu dengan orang tua kita. Padahal itu butuh waktu dan tentu biaya yang nggak sedikit. Iya kan? Ponsel, komputer, dan internet belum berkembang pesat teknologinya. Sehingga hanya digunakan oleh kalangan tertentu saja. Seperti militer. Itu pun kayaknya baru di negara maju aja. Akibatnya, arus informasi tentang dunia luar hanya menerima dari stasiun televisi. Itu pun hanya satu stasiun aja, milik pemerintah. Ya, TVRI. Maka, nggak heran dong kalo mandeknya perkembangan teknologi ini berdampak pula pada gaya hidup masyarakat kita. Di kampung ya akrab dengan suasana kampungnya. Kerbau, sawah, air sungai dan mandi di pancuran yang dialiri dari mata air. Akses informasi yang terbatas mengakibatkan kita jadi hanya tahu sedikit tentang dunia luar. Ada untungnya juga sih, sehingga kasus narkoba nggak marak. Kejahatan modelnya biasa aja. Ya, sekitar maling jemuran dan maling ayam dengan cara konvensional. Sekarang nggak jamannya lagi maling begituan. Gaya hidup yang ditunjukan dengan pergaulan muda-mudi pun jaman dulu tergolong biasa aja. Memang seks bebas udah ada dari dulu. Tapi tingkat kasus dan perkembangannya nggak sedahsyat sekarang.

Oke, jadi kita sepakat ya bahwa teknologi informasi telah mengubah cara kita berkomunikasi dan tentu sekaligus mengubah gaya hidup kita. Jika dulu harus berkirim surat via pos, kini nggak usah repot-repot, tinggal kirim SMS dan dalam hitungan detik udah nyampe. Lagian sekarang ponsel di kampung juga udah banyak orang yang punya. Sebab, BTS (base transceiver station) kini udah didirikan sampe di desa-desa. Artinya, sinyal ponsel tetap nyala. Nggak ada blank spot-nya meski di daerah terpencil. Meski kalo terpencil banget sih kayaknya tetep nggak ada sinyal deh. Pernah sih saya ngalamin kayak gitu. Hehehe…

Belum lagi teknologi 3G jika udah merata penyebarannya. Nonton tivi nggak perlu lagi diem di rumah. Sambil di perjalanan bisa nonton siaran sepakbola dari mobile television. Asyik benar ya? Bisa video conference atau video call juga. Dengan teknologi ini kita bisa bertatap muka dengan orang yang kita telepon. Kita pun bisa mengakses mobile video. Dengan kemajuan seperti ini, tentu bukan hanya cara kita dalam berkomunikasi yang berubah, tapi juga gaya hidup. Memang, fasilitas ini masih terbatas bagi kalangan tertentu saja yang memang memiliki ponsel yang mendukung generasi 3G (malah sekarang udah ada generasi 4G). But, bukan tak mungkin kan kalo suatu saat nanti, malah harga ponsel jenis itu udah terjangkau sama kita-kita dari golongan ekonomi kelas menengah. Siapa tahu kan?

Berkembang pesatnya teknologi komputer dan internet, menjadi kian ngeramein teknologi informasi dan komunikasi. Bahkan ponsel kini bisa bekerjasama dengan komputer dan internet. Saling mendukung dan sinergi. Sebuah pencapaian yang cukup maju di bidang ini. Kita jadi mudah untuk berhubungan dengan orang lain. Gaya hidup kita pun ikut berubah.

Kalo dulu orang harus susah payah ngintip dengan mata langsung ke kamar mandi untuk melihat orang yang sedang mandi demi memuaskan nafsu seksnya, kini kamera pengintai bisa mempermudah. Bahkan saking canggihnya ponsel berkamera dan mampu merekam, kita malah bereksperimen dengan benda itu untuk membuat klip video. Termasuk video porno sekali pun. Celaka lagi jika kemudian ditransfer ke komputer via bluetooth atau kabel USB, dan selanjutnya klip porno itu, atau foto pose syuur itu, akan berseliweran di dunia maya dan bisa diakses oleh banyak orang. Gawat!

Oke, nafsu mesum memang nggak berubah. Sejak dulu udah ada. Tapi kini sarana untuk mengekspresikannya udah sedemikian canggih, sehingga sangat membahayakan. Jelas, ini udah mengubah gaya hidup kita.

Sobat muda muslim yang dirahmati Allah Swt, tentu saja nggak semua hasil perkembangan teknologi ini buruk. Banyak juga beragam kebaikan yang bisa dicapai dan diraih berkat teknologi informasi dan komunikasi, lengkap dengan perubahan gaya hidupnya. Seperti misalnya memanfaatkan teknologi ponsel dan internet untuk berdakwah. Jelas hal itu udah mampu merevolusi cara kita berkomunikasi dalam meyampaikan dakwah dan mengubah gaya hidup kita dalam menikmati teknologi komunikasi tersebut untuk kebaikan. Cuma sayangnya, mengapa lebih banyak orang bereksperimen menggunakan teknologi ini untuk hal yang buruk dan maksiat? Ah, di sinilah perlunya faktor keimanan dan akidah Islam yang kuat (ehm, boleh dong kamu baca buku saya yang judulnya Yes Iam Muslim untuk melengkapi pemahaman kamu tentang keimanan dan akidah Islam). Oke nggak, Bro? Lanjuut… *hehehe… promo dah!

 

Menciptakan ketergantungan

Ketika hidup begitu mudah, kita akan terbiasa dengan kemudahan tersebut. Kebiasaan kita menggunakan perkakas teknologi komunikasi seperti ponsel, komputer dan internet sangat mungkin akan membuat kita punya ketergantungan terhadap alat-alat tersebut. Sehingga kalo nggak memiliki atau kehilangan alat tersebut, cara kita berkomunikasi dan gaya hidup kita pun berubah. Seorang teman pernah mengeluh bahwa ia nggak bisa lepas dari internet setelah tahu bagaimana mudahnya berkomunikasi dengan orang lain via email. Itu sebabnya, ketika seminggu saja nggak berhubungan dengan komputer dan internet, rasanya ia terisolasi dari komunikasi dengan dunia luar. Padahal, ia masih bisa ngobrol dengan orang di kehidupan nyata. Tapi karena ia merasa begitu tergantung dengan internet, ada yang hilang dalam hidupnya ketika lama tak berhubungan dengan produk dari teknologi informasi tersebut.

Ini sangat wajar mengingat teknologi informasi dan komunikasi ini sangat akrab dengan kebiasaan manusia dalam bersosialisasi dengan manusia lainnya (misalnya situs jejaring sosial macam facebook dan twitter). Apalagi udah sering digunakan sehingga mampu merevolusi cara dia berkomunikasi dan menciptakan gaya hidup baru. Maka, ketika dijauhkan untuk waktu yang lama, kebiasaan berkomunikasi dan gaya hidup yang menyertainya pun akan berubah.

Orang yang terbiasa menggunakan ponsel untuk berkomunikasi, tapi begitu ponselnya rusak atau hilang, pola komunikasi dan gaya hidup yang selama ini mengikutinya akan berubah. Misalnya, ia mulai malas berkomunikasi kalo nggak ada ponsel. Bahkan merasa terisolasi dari dunia luar karena biasanya ia bisa berkomunikasi via SMS atau update status di facebook dan twitter setiap hari dengan rekan-rekannya. Sementara untuk menelepon via telepon rumah atau wartel dianggapnya masih kurang efektif dan efisien dibanding komunikasi via ponsel. Sebab teknologi tersebut masih kalah dengan ponsel yang memberikan kemudahan kita berkomunikasi meski sedang berada di luar rumah, misalnya dalam kendaraan di perjalanan.

Sobat, terjadinya ketergantungan ini sangat wajar. But, kita juga harus realistis bahwa bukan berarti kehidupan kita berakhir kalo sarana penunjang komunikasi itu kebetulan nggak mampir dalam kehidupan kita. Bagi kita kaum Muslimin, meski ponsel, komputer dan internet suatu saat dengan beragam alasan nggak bisa kita miliki dan diakses, bukan berarti dakwah kita berhenti total. Itu hanya akan mengurangi cara kita mengkomunikasikan dakwahnya aja, tapi tetap dakwah harus dijalankan tanpa teknologi itu. Setuju kan? Iya dong, Sebab, inti dari dakwah kan menyampaikan kepada orang lain. Hanya saja memang harus diakui kalo teknologi penunjang dakwah itu saat ini sangat membantu penyebaran dakwah menjadi lebih efektif.

Oke deh, moga kita bisa lebih bijak dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi ini sehingga nggak tergantung banget dengan kemudahannya. Itu artinya, ketika suatu saat penunjang komunikasi ini harus jauh dari kita, kita tetap harus siap berkomunikasi dengan orang lain. Jangan pernah merasa terkucil atau terisolasi dari dunia luar. Tetap lakukan meski harus kembali ke jaman konvensional. Nggak bisa SMS, toh surat masih bisa dikirim via pos kan? Kalo suatu saat nggak ada komputer, kita juga kudu siap tetap menulis pesan dakwah meski harus ditulis tangan. So, mumpung segala kemudahan ini masih hadir, manfaatkan sebaik dan sebijak mungkin untuk menunjang kegiatan positif yang kita lakukan.

Kalo pun label “generasi nunduk” disematkan ke kamu, jadilah “generasi nunduk” yang memanfaatkan kecanggihan gadget untuk segala hal yang bermanfaat, salah satunya untuk dakwah Islam. Keren kan? BTW, istilah “generasi nunduk” sempat diprotes temen saya, “Lha emangnya ada orang yang baca or kirim pesan via handphone tapi kepalanya tegak?” candanya. Hehehe… ini sekadar istilah aja Bro. [solihin | Twitter: @osolihin]

1 thought on ““Generasi Nunduk”

Comments are closed.