Friday, 26 April 2024, 17:47

Orang suka ngegampangin ngasih gelar pahlawan. Padahal, untuk jadi pahlawan nggak cukup cuma berjasa untuk orang lain, tapi misi perjuangannya sesuai nggak dengan perintah Allah. Kalau nggak, ya jangan disebut pahlawan.

Ada fenomena baru di Rusia. Di negeri Beruang Merah itu remaja putrinya sedang demam pelatihan tenis. Tingginya ghirah main tenis ini ternyata diilhami oleh kesuksesan bintang tenis putri Maria Sharaprova. “Aku ingin menjadi pemain tenis terkenal dan punya banyak uang seperti dia,” aku seorang remaja cewek mengidolakan Maria Sharaprova. Yup, seperti kamu bisa liat, Maria Sharaprova memang jadi diva dunia tenis. Selain sukses sebagai pemain tenis, doski juga ngetop karena fotogenik. Geulis, kata orang Bandung alias cakep (bandingin ama Venus bersaudara). Setiap pertandingannya dibanjiri cowok yang ngefans sama Maria. Nggak heran kalau Maria Sharaprova juga ngetop sebagai model. Lebih sukses ketimbang pendahulunya, Anna Kournikova.

Di Argentina malah lebih edun lagi. Para pecinta bola dan fans mantan bintang Argentina, Diego Armando Maradona, bikin agama baru dan sang bintang sebagai tuhannya. Para pemuja Maradona -yang ingin disebut “Diegorian Brothers” itu- menamakan tempat beribadah mereka “Gereja Maradonian”. “Alkitab” yang mereka gunakan adalah otobiografi Maradona.
Tak lupa, mereka menyebut setiap orang yang membantu Maradona sampai ke puncak karirnya sebagai “nabi”, atau mungkin dapat disamakan dengan 12 murid Yesus. Udah begitu ritual sembahyangnya adalah pada hari Rabu, dan ucapan pujian mereka bukan lagi haleluya, tapi D-i-e-e-e-e-g-o.

Natalnya? Sori, bukan tanggal 25 Desember tapi 30 Oktober sesuai tanggal kelahiran sang bintang. ?”Siapa saja yang tidak percaya bahwa Tuhannya Sepakbola lahir pada tanggal 30 Oktober, adalah seorang pembohong,” ujar Hernán Amez, “penemu agama” ini pada harian Diario Ol?. Hmm, inikah pahlawan dan ‘tuhan’?

Siapa Sih Pahlawan?

Kalau mau ditilik, ternyata setiap bangsa punya pahlawan, tokoh pujaan. Para pahlawan itu punya jasa yang besar buat bangsa mereka sendiri. Orang Eropa punya Alexander The Great atau Iskandar Zulkarnain, orang Amerika Serikat punya Jenderal Douglas McArthur, orang Jepang punya Miyamoto Musashi, dan orang Jawa punya Gajah Mada, Hayam Wuruk, sampai Jaka Sembung.

Tapi apa setiap pujaan layak disebut pahlawan?

Itu yang rasanya perlu dikaji. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yg menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yg gagah berani. Sedangkan menurut Webster New Word Dictionary pahlawan (Inggris: hero) adalah legenda seseorang yang memiliki kekuatan dan keberanian luar biasa, kiriman dewa-dewa dan datang dari kalangan mereka, terkadang memiliki dikaruniai setengah-dewa dan dipuja setelah ia mati.

So, pahlawan itu adalah orang yang punya andil besar dalam menegakkan kebenaran dan kepentingan orang banyak. Dari pengertian ini tokoh-tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Tjut Nyak Dhien, dsb., pantas digelari pahlawan. Jasa mereka dalam menegakkan kebenaran, memperjuangkan kemerdekaan negeri ini nggak ada yang menyangsikan.

Sayang, seperti diungkap dalam Bidik I, makna pahlawan itu udah mengalami penurunan makna. Hari gini gampang aja orang kasih cap pahlawan buat seseorang. Nggak pandang apa jasanya, dan apa yang dibelanya, langsung aja dicap pahlawan. Pokoknya kalau bisa mengharumkan nama bangsa, maka dapat gelar pahlawan. Para TKW misalnya, diberi gelar “pahlawan devisa”.

Yang lebih konyol lagi nggak sedikit orang yang memuja seleb terus menyebutnya sebagai pahlawan. Ya ampun, kira-kira aja dong! Sama seperti sebutan pejuang. Ada tayangan di televisi – kamu-kamu udah pada apal kali –, orang yang mau ‘nembak’ incerannya dikasih sebutan pejuang. Kesannya heroik banget. Padahal mah cuma mau bilang I love u.

Be Careful, Please!

Buat kita, pahlawan itu jelas penting. Sebabnya manusia itu adalah mahluk yang butuh tokoh pujaan. Adanya orang yang dianggap ‘wah’ alias lebih hebat, adalah sebagai tumpuan harapan dan cara mengidentifikasi diri. Misalnya, karena kesengsem sama Maria Sharaprova, maka banyak remaja putri yang pengen mengikuti jejaknya. Pelawak Indonesia banyak yang terpengaruh ama Tessy Srimulat lantas mengikutinya jadi bencong-bencongan, seperti Ivan Gunawan dan Aming Extravaganza. Hii!

Maka, apa pantas sembarang orang jadi pahlawan? Jasa apa juga yang bisa bikin seseorang pantas jadi pahlawan? Sobat SODA, itu kudu diteliti dengan baik. Kalau nggak, nanti sembarang orang bisa jadi pahlawan seperti si Britney Spears atau mungkin Tessy Srimulat itu. Keciaaan, deh!

So, kudu disepakati dulu dan jernih memandang persoalan; siapa layak digelari pahlawan. Orang yang suka berbuat jahat bin maksiat, udah pasti masuk kotak. Nggak pantes jadi pahlawan. Jangankan menggelarinya pahlawan, dihormat aja nggak boleh, bro. Nabi saw. bersabda, “Jangan kamu menyebut orang munafiq itu sayyid (tuan), kalau memang benar ia majikan maka berarti kamu telah memurkakan Tuhanmu.”(hr. Abu Daud).

So, tokoh-tokoh jahat macam D.N. Aidit, Muso, Hitler, Mussolini, Karl Marx, Al Capone, Edi Tansil, dsb. udah pasti nggak masuk kualifikasi. Apalagi orang yang jelas-jelas menghina agama (Islam), bilang semua agama sama, tuhan semua agama sama, kok dibilang pahlawan? Hmm, kayaknya nggak deh ya.

Bagaimana kalangan seleb dari dunia entertainment? Coba deh kamu itung sendiri, apa jasa-jasa mereka begitu besarnya sampai pantas digelari pahlawan? Apa seleb macam Maradona pantas jadi pahlawan apalagi tuhan?

Ternyata sebutan pahlawan itu tergantung sudut pandang orang yang melihatnya. Dalam Islam, pahlawan itu pantas disandang ?oleh mereka yang banyak berjasa bagi banyak orang. Apalagi kalau mereka menegakkan kalimatullah, menyingkirkan yang batil dan mungkar.

Sebaliknya, mereka yang jelas-jelas bikin susah banyak orang, menghina agama, gelarnya adalah pecundang. Nggak peduli sebanyak apapun pujian yang diberikan orang kepadanya. Kalau berbuat maksiat, ya tetep aja maksiat, nggak layak dijadikan sebagai pahlawan. Meskipun banyak orang yang memuja mereka.

Karena itu untuk menjadi pahlawan sebenarnya nggak perlu pengesahan dari manusia, tapi Allah saja yang punya hak untuk menetapkan diri seseorang sebagai pahlawan di sisiNya. Soalnya, manusia suka salah paham; yang jelek disebut bagus, yang bagus disebut jelek. Itu sudah sering terjadi dalam sejarah kehidupan manusia.

Jadi, kalo mo lihat siapa pahlawan, lihat saja kiprahnya, sesuai tidak dengan perintah Allah dan Nabi-Nya. Kalau tidak, jangan sebut mereka pahlawan. Setuju? [januar]

[pernah dimuat di Majalah SOBAT Muda, edisi Desember 2005]

1 thought on “Hati-Hati Mencari Pahlawan

Comments are closed.