Saturday, 14 December 2024, 02:04

Sudah jatuh tertimpa tangga, terus kejedot tembok. Nestapa banget kan? Kira-kira itulah kondisi yang tengah menimpa negerinya Saddam Husein. Setelah hancur porak-poranda akibat invasi AS Maret 2003 lalu, kini petaka juga menimpa para tawanan Irak. Dalam penjara bernama Abu Ghraib di kota Baghdad, mereka mengalami penyiksaan secara fisik dan pelecehan seksual dari serdadu Amrik.

Awalnya dunia nggak gitu percaya ama “kisah� ini. Tapi semuanya mulai terkuak dalam program 60 Minutes II CBS 29 April lalu. Dalam tayangan itu tampak seorang warga Irak yang menjadi tawanan AS dalam keadaan telanjang, ditutupi kepalanya, dan disiksa oleh tentara AS. Nggak cuma ditelanjangi dan ditutup kepalanya, para tawanan itu juga ditunggangi seperti binatang, dipaksa untuk mengutuk agama mereka sendiri, disuruh mengkonsumsi minuman beralkohol dan makan daging babi, sampai disuruh mengambil makanan dari dalam toilet. (Liputan6, 27/05/04).

Malah dalam Laporan Khusus, GATRA, Edisi 28 Beredar Jumat 21 Mei 2004, dituturkan ada tahanan yang dilempar ke tengah lorong penjara kemudian seorang prajurit AS (Charles A. Graner Jr.) berlari dengan sepatu larsnya dan melompat-lompat bak bocah yang gembira bermain di atas tumpukan daun kering. Di malam yang lain, Graner duduk bersama seorang tawanan yang tertembak kakinya. Graner kemudian berdiri dan mengayunkan tongkat bisbol ke kaki tawanan yang terluka itu berkali-kali. �’Mister, Mister, please stop,� teriak tawanan itu mengiba dengan bahasa Inggris sekenanya. Mendengar itu, Graner mencibir, “Masak, gitu aja sakit?�

Siapakah para pelaku tragedi Abu Ghraib yang bikin dunia geger itu? Tak lain dan tak bukan adalah para tentara AS dan Inggris seperti yang dilansir harian Daily Mirror, Washington Post, dan Majalah Time. Tujuh tentara AS yang terlibat berasal dari Satuan Polisi Militer 372. Perlakuan mereka yang di luar batas perikemanusiaan, perikehewanan, juga peri-peri yang ada di negeri dongeng, memang pantas disebut �Iblis’ seperti judul liputan khusus GATRA.

Wajah asli AS
Ramainya liputan media seputar tragedi Abu Ghraib bikin Bush Jr, pimpinan para �Iblis’ itu misuh-misuh. Gimana nggak, kesaksian Prajurit Joseph Darby yang membongkar peristiwa memalukan di jajaran Angkatan Bersenjata Amerika ini sama dengan mencoreng muka AS yang paling getol menyuarakan HAM. Walhasil, badai kecaman menimpa AS. Guna menetralisir keadaan, Bush dalam pidato radio mingguannya, yang disiarkan hari Sabtu (8/5), menyatakan bahwa tindakan yang salah itu dilakukan hanya oleh segelintir tentara dan tidak mencerminkan karakter keselu-ruhan pasukan AS di Irak, yang berjumlah lebih dari 200.000 orang sejak awal apa yang ia sebut sebagai operasi pembebasan Irak. (Kompas, 10/05/04). Bokis banget neh. He..he..he..

Kekerasan yang dilakukan militer AS di Irak sebenarnya udah kecium dari dulu. Sebagaimana diberitakan majalah New Yorker, memo internal militer AS sejak lama menyebutkan bahwa tahanan tersebut menjadi sasaran bagi tindakan sadis, brutal, dan memalukan. Juru Bicara Amnesti Internasional untuk Kawasan Timur Tengah, Nicole Choueiry, mengatakan aksi kekerasan yang dilakukan tentara AS seolah telah menjadi pola yang baku. Oleh karena itu, tegas Choueiry, hal itu dengan mudah ditemukan di berbagai penjara Irak. (Republika, 04/05/04). Malah nggak cuma di Irak, hal yang sama juga pernah terjadi di penjara Mazhar-e Syarif di Afghanistan, dan camp Guantanamo, Kuba.

Di Irak, serdadu AS kerap kali menodai tempat suci umat Islam. Masjid Abu Hanifah di Baghdad menjadi saksi teranyar penodaaan tempat suci bagi ummat Islam ini. Senin (16/5), serdadu AS menggeledah sampai sudut-sudut masjid tanpa melepas sepatu dan memporak-porandakan kitab suci al-Quran yang ada di dalamnya. Anjing-anjing dibawa berkeliaran sampai ke halaman masjid.

Laporan tahunan Amnesty Internasional, Rabu (26/5), menyebutkan perang melawan terorisme yang digulirkan AS menjadikan negara itu pelanggar terburuk HAM dalam 50 tahun terakhir.?  (Republika, 27/05/04). Di Irak saja, lebih 5.500 warga sipil Irak tewas akibat tindak kekerasan. Itu baru di Baghdad dan tiga provinsi lainnya dalam 12 bulan pertama pendudukan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat. (Waspada online, 25/05/04).

Sobat muda muslim, melihat fakta-fakta di atas masihkah kita percaya bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan militer AS di setiap tempat itu ulah segelintir oknum seperti pidatonya Om Bush? Rasanya pas banget kalo kita bilang: inilah wajah asli AS!

Nasionalisme di dunia Islam
Kalo kita pelototin berita seputar dunia Islam, ternyata diskri-minasi terhadap kaum Muslimin justru lebih sering terjadi di negerinya sendiri. Di Palestina, dengan seenaknya serdadu Zionis nan keji itu menghancurkan rumah-rumah di kamp pengungsi Rafah. Di Irak, militer AS bebas membunuh dan memperkosa rakyat Irak, bahksan tega menodai masjid. Kok bisa ya?

Jelas bisa. Karena para penjajah itu telah menguasai para penguasa muslim di Timteng. Sehingga para penguasa itu cuma bisa berdiam diri, mengutuk, menge-cam, atau menempuh jalan damai melalui perun-dingan. Mereka buta dan tuli terhadap perilaku keji para penjajah yang meneteskan darah rakyatnya di depan mata kepala mereka sendiri. Padahal mereka punya persenjataan juga bala tentara. Seandainya mereka mau bersatu, maka semudah menghembuskan napas dan secepat kedipan mata mereka bisa mengusir para penjajah itu dari negeri-negeri Islam. Iih….jadi gemes!

Kiranya inilah hasil dari paham nasio-nalisme yang digulirkan orang-orang kafir sejak runtuhnya Kekhilafahan Utsmaniyah. Karena paham ini, kaum muslimin yang dulunya bersatu di bawah naungan Khilafah kini terpecah-belah menjadi lebih dari 56 negara-negara kecil. Mereka dibatasi oleh batas negara imajinatif yang cuma keliatan di peta doang. Nggak ada lagi ikatan akidah di antara mereka. Yang ada cuma ikatan emosional karena kesamaan suku atau negara. Rendah nian semangatnya!

Akhirnya, paham ini mengangkat kebang-saan menjadi satu Tuhan; membuat kepen-tingan nasional sebagai kepentingan tertinggi; norma-norma untuk perbuatanya tidak diambil dari firman Tuhan, melainkan dari sumber-sumber yang keruh, yakni darah dan bumi. (Etika Kristen, hlm. 170-172). Mereka berpikir yang penting negeri mereka aman. Ngapain ikut campur urusan negara lain, mending mikirin negerinya sendiri biar nggak dicaplok AS. Chicken banget khan?

Ingat dong sabda Rasul saw.: “Kamu semua adalah anak cucu Adam dan Adam tercipta dari tanah. Manusia harus mening-galkan kebanggaan mereka terhadap bangsa (suku) mereka karena hal itu merupakan bahan bakar dari api neraka. Jika mereka tidak menghentikan ini semua, maka Allah akan menganggap mereka lebih rendah daripada cacing tanah yang menyusupkan dirinya sendiri ke dalam limbah kotoran.� (Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hentikan diam kita!
Sobat muda muslim, ada pepatah yang bilang diam itu emas. Tapi kalo diam kita berarti nggak peduli ama kondisi sodara-sodara kita di seluruh belahan dunia, kayaknya nggak pantas disamain dengan emas. Pantesnya disandingkan dengan besi bekas yang tua, rapuh, penuh karat dan bolong-bolong. Hehehe… Iya,?  dong.

Lagian, nggak layak seorang muslim punya sifat individualis atawa EGP (Emang Gue Pikirin). Meski Irak atau Palestina di Timur Tengah, mereka tetep sodara kita. Jangan sampe deh, prinsip EGP menjangkiti kita. Karena prinsip EGP sama dengan penyakit stroke. Nah lho? Bingung kan? Coba simak sabda Rasulullah saw berikut: “Orang-orang yang beriman, seperti satu tubuh. Jika matanya sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit juga.� (HR Muslim)

Dari hadis itu bisa kita pahami kalo ikatan persaudaraan antar sesama muslim ibarat satu tubuh. Pas kaki kita nginjek pecahan kaca, otomatis mulut kita mengaduh, mata kita meneteskan air mata, tangan kita memegang bagian yang luka, dan dengan cepat darah kita pun membentuk antibodi biar nggak infeksi. Perlu dicatet, semuanya terjadi tanpa instruksi. Nah, orang yang terkena stroke biasanya nggak bisa ngerasain keberadaan bagian tubuh yang lain. Gitu lho…

So, nggak ada alasan buat kita untuk cuek-bebek dengan sodara-sodara kita yang di Irak, Palestina, atau tempat lain. Kudu ada yang kita kerjain buat menolong mereka. Meski kita nggak punya senjata, kita punya solusi jitu yang di-acc ama Allah. Kita tahu kalo musuh-musuh Islam itu nggak cuma serdadu, tank, atawa pesawat tempur melainkan sebuah negara adidaya yang menguasai dunia.

Itu sebabnya, kita kudu lawan dengan yang sebanding. Apalagi kalo bukan dengan kekuatan Daulah Islam. Negara yang dipimpin oleh seorang khalifah yang akan menyatukan kaum Muslimin di seluruh dunia yang terkotak-kotak oleh batas negara. Negara ini yang bakal melindungi, menjaga, serta mengayomi seluruh kaum Muslimin yang ada di dunia.

Bukti nyata peran negara dalam melin-dungi rakyatnya terlihat ketika peristiwa pengusiran kaum Yahudi Bani Qainuqa oleh Rasulullah selaku kepala negara di Madinah. Pengusiran itu terjadi karena kaum Yahudi Bani Qainuqa membunuh seorang muslim yang membela muslimah yang �dijaili’ hingga auratnya tersing-kap. Hebat banget!

Hal yang sama juga terjadi pada zaman Khalifah Abbasiah al-Mu’ta-shim. Suatu ketika seorang muslimah di kota Amuria—terletak antara wila-yah Irak dan Syam—berteriak meminta pertolongan karena kehormatannya dinodai oleh seorang pembesar Romawi. Teriakan itu ternyata “ter-dengar� oleh Khalifah Mu’tashim, pemimpin umat Islam saat itu. Kontan saja ia mengerahkan tentaranya untuk membalas pelecehan tersebut. Dan bukan saja sang pejabat nekat itu, tapi kerajaan Romawi langsung digempur. Sedemikian besarnya tentara kaum muslimin hingga diriwiyatkan, “kepala� pasukan sudah berada di Amuria sedangkan “ekornya� berakhir di Baghdad, bahkan masih banyak tentara yang ingin berperang. Fantastis! Dan untuk membayar penghinaan tersebut 30.000 tentara musuh tewas dan 30.000 lainnya menjadi pesakitan.

Langkah sangat praktis yang bisa kita lakukan sekarang adalah, mulailah getol untuk mengkaji Islam. Baik di sekolah, di pesantren, di lingkungan sekitar kita, via kajian-kajian langsung maupun membaca berbagai tulisan untuk memperkaya wawasan kita. Satu hal yang kudu jadi patokan kita: pahami Islam sebagai ideologi negara. Tanpa itu, tidak saja Islam kehilangan ruhnya, tapi juga wibawanya. Jadi, kita rintis dari sekarang usaha untuk menerapkan Islam sebagai ideologi negara di bawah naungan negara Islam, Daulah Khilafah.

Nah, sobat muda muslim, keberadaan sebuah Negara Islam itu emang penting banget. Malah nggak cuma penting, tapi wajib bin kudu alias fardhu. Karena tiada kemuliaan tanpa aturan Islam, tiada aturan Islam tanpa tegaknya Syariah, dan takkan tegak syariah tanpa Daulah Khilafah. Karena itu, mari kita sama-sama satukan visi dan ikhlaskan hati dalam rangka menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah �Ala Minhajin Nubuwwah. Sehingga skandal Abu Ghraib nggak jadi bahan cerita layaknya kisah 1001 malam. Tetep semangat, sobat! [hafidz]

(Buletin Studia – Edisi 198/Tahun ke-5/7 Juli 2004)