Friday, 29 March 2024, 17:04

By: Ibnu Tosanov

“Dao Ming Shi (baca: Tao-ming-she)… ah… tidak…!!” Sari teriak histeris. Jerry Yan yang tampil di Meteor Garden tengah beraksi.

“Berisik!” Sari menoleh ke arah suara.? Wajah jutek Nurul didapati.

“Usil!” balasnya pedes.

“Eh, dibilangin!” untung biji matanya yang melotot tidak keluar. “Teh Evi mo shalat witir tau!” tegasnya, menyembul dari balik pintu kamar. Sari cengengesan. Malu.

“lya… entar Sari kecilin!” janjinya menggerutu. Bibirnya sontak mengerucut.

“Awas, ya!” ancam Nurul pura-pura.

Meteor Garden terus berlangsung. Tentang empat cowok: Dao Ming Shi, Hua Zhe Lei, Wu Jian Hao, Xi Men, dan seorang San Tjai yang beralur cerita melenakan para remaja tanggung.? Istilah Nurul, setali tiga uang dengan sodara-sodaranya: Beverly Hills, Melrose Place, Friends, Dawson’s Creek, dan film beracun lainnya! Bedanya cuma satu, film asal Taiwan ini bercitra Asia.

Nurul mendesah. Menghela nafas. Nggak habis pikir. Dulu, waktu musimnya A2DC? alias Ada Apa Dengan Cinta? Gila-gilaan Sari nguber-nguber itu cowok yang namanya Nicholas Saputra yang meranin si “gunung es” Rangga. Waktu jumpa meet and greet-nya para pemain film Mira Lesmana itu di Bandung Super Mall, Sari bela-belain lho, ngambil jatah mata kuliah Landasan Filosofis Pendidikan demi ingin nongkrongin langsung tampang cool-nya! Sampe kakak tingkatannya yang janjian tampangnya mirip dengan Rangga, di-hunting juga! Ujungnya gini pas mereka berpapasan di koridor kampus.

“A! Aa…,” serunya manja. Tepatnya gatel.

Wajah segar itu menoleh dengan mata khas Rangga-nya. Tajem. Eh, malah dikasih ?discount berupa senyum kiyutnya lagi! Udah deh, Sari klepek-klepek saat itu!

“Priyogi ka abdi?” Waduh, bahasa planet, nih!

Susah payah Sari mengatur debur-debur jantung GR-nya! Ramah banget!

“Abi bogoh!” Gubrak! Kebayang deh, Mamoru Chiba terjungkal konyol digituin sama Usagi Tsukino di Sailor Moon-nya! Lontarannya memang lugas, polos, tapi… cenderung gila! Duh, rasanya siang terik itu plong… banget, udah ngungkapin gejolak itu! Tinggal menanti jawab dengan harap-harap cemas!

Si Cowok bengong.? Asli!? Lalu, sunggingan senyumnya yang sanggup mengernyitkan mata elangnya terbingkai, sembari berujar, “Maaf, saya sudah di-booking! Deuu…, kamar hotel kali!

Gantian Sari yang bengong. Melongo. Percaya sih, cowok seganteng dia sudah ada yang punya; tapi, menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, orang bilang dia masih sorangan! Gimana, sih?

Sebelumnya, saat Westlife lagi ngetop-ngetopnya; giliran Shane, Bryan, Nicky, Mark, dan Kian yang dimimpiin. Malah sempet Sari cembokar, pas tau kok, mengapa mesti Sherina, sih, yang nemenin Westlife melagukan ulang I Have a Dream? “Kenapa nggak gue aja…!” gerutunya nggak tau diri. Adiknya aja sampe mules ngedengernya. Masih untung lho, burung-burung gereja yang nangkring di pohon mangga dekat jendela kamarnya nggak pada lari waktu nyimak Sari nyanyi!? Akhimya ia putuskan untuk memboikot kaset itu dengan tidak membelinya! Adiknya mencak-mencak kesel.

Sekarang giliran Meteor Garden yang diidolakan. Herannya, kok secepat itu ya Sari berpindah ke lain hati?? Sampe-sampe tentang bab ini, pemah lho, Sari angot dibisikin temen gaulnya, “Sar, gosip bilang; Jerry Yan gay, ya?”

“Apa lu kate? Gue timpuk lu kayaknya enak, deh!” sentaknya tunjuk-tunjuk persis di depan hidung. Matanya mendelik, menunjukkan emosinya yang meletup. Temennya tadi sontak mengkeret. Ngeri.

“Tentang Sari, ya?” Nurul terperanjat. Sentuhan Teh Evi lembut menyapa galaunya.? Pandangannya yang sedari tadi menembus jendela dan terkonsentrasi pada simbol DT di muka atap mesjid Daarut Tauhiid terbuyar.

“Tanpa dijawab pun Teteh sudah bisa menerka,” begini nih jawabnya kalo lagi bete begitu.? Senyum tipis Teh Evi mengembang.

“Bagaimana kita bisa menyentuh dunia orang lain, kalau kita belum dapat menembus dunia kekitaan kita,” dan pasti begini nih sahutan “jembatan” yang dibangun Teh Evi.? Bijak.

“Kata ‘sabar’ belum cukup ya, Teh?”

“Tuh kan, sudah bisa menjawab sendiri.”

Hening menyela.

“Menjadi jalan kebaikan memang tidak mudah. Kita mesti siap diinjak-injak!” entah, untaian kata-kata pilihan ini sanggup meresap ke dalam ceruk hatinya yang tengah merindukan kesejukan.

“Wudlu dulu deh, sebelurn tidur. Sempurnakan dengan witir plus tilawah. Masih ada hari esok. Itu pun jika esok masih milikmu lagi….”

Menjelang tengah malam demikian, Gegerkalong memang dikenal sepi dari kehidupan malam. palagi sengatan dingin Bandung utaranya; cukup menjadi jawaban mengapa lebih baik memilih kegiatan rumah. Aktivitas warga baru kentara beberapa jam menyambut Shubuh.? Utamanya berbondong-bondong menuju masjid Daarut Tauhiid. Hitung-hitung gratis mengikuti siaran live kuliah Shubuh Aa Gym.

ooOoo

Beranjak terik, jalan setapak menuju kost yang melintasi FPMIPA terasa menyempit. Gegerkalong memang kawasan kost.

“Rul…! Rul… !”

Mengapa mesti teriak-teriak, sih? Udah tau banyak orang!? Udik! Nurul ngedumel. Dia berbalik.

“Wee…!”??????????? Sari ngagetin.

“Kya…!” Nurul melonjak kaget. Ada mimik jelek yang diperagakan Sari.

Bola matanya dikonsentrasikan pada titik yang sama, dengan kernyitan hidung bak boneka Piglet, dan uluran lidah yang cuek menjuntai. Gila nih anak!

Sari cekikikan korbannya memias. Walau mesti mengorbankan rasa malunya!

“Astaghfirullah…,” jujur, mati-matian Nurul melatih lidahnya untuk menspontankan dzikir ini meloncat.

“Ya Tuhan, ampunilah temanku yang jail ini,” ujarnya sok serius seraya mengusap-usap punggung Nurul.

“Kebalik!” Sari dijitak.

“Aduh… napa sih, Rul?” ringisnya sembari mengelus-elus kepalanya yang berkerudung gaul itu.? “Ya Allah… hamba didzolimi… karuniakanlah hamba suami rupawan, hartawan, dermawan, dan budiman…,” guraunya.? Sari masih inget candaan ala Aa Gym ini.

Kali ini tawa Nurul pecah.

“Rul, lu nggak bilang-bilang kalo punya temen cakep!” bukanya. Tepat di depan mesjid DT, mereka tengah memesan dua porsi karedok. Waktunya makan siang.

“Itu lagi…,” Nurul menyahut tanpa ngeh.

“Eh, beneran. Gue serius!”

“Nurul dua rius!”

Kebiasaan saling canda, cela-celaan… bawaan sebelum ngaji masih menyisa.

“Demi keberlangsungan masa depan gue juga lho, Rul!” tekannya sungguh-sungguh. Tapi… sebentar-sebentar, seorang Sari? Nggak meyakinkan, deh! “Siapa sih, dia?”

“Yang mana?”

Lalu, Sari mendeskripsikan lelaki yang dimaksud.

“Dia anak FPBS…,” terpotong, “hatur nuhun nya, Bu!” dua piring karedok lengkap dengan leupeut dan kerupuk terhidang. “Ngambil kuliah minor Psikologi Perkembangan di PPB,” urai jilbaber berjubah lebar ini rinci.

“Emang sih, fisiknya nggak sekekar Tobey Maguire…,” terlintas di benaknya aksi Spiderman versi bisokop, “tulang pipinya nggak seekspresif Jerry Yan…, hidungnya nggak sebangir Indra L. Brugman…, tingginya…”

“Ah, Sar, kalo cuma ngeliat lay-out luar; nggak akan pernah bertahan lama,” Nurul berhasil memangkas pembicaraan sahabat kecilnya itu, “toh, kalo udah mati mah tetep aja jadi bangkai! Jadi makanan ulat dan belatung….”

“Hus! Jangan kenceng-kenceng! Lagi makarena, nih!” sebenarnya Sari sudah terbuka menerima masukannya. Ia hanya mengontrol perkataan Nurul.

“Dalam dunia psikologi, penilaian perempuan memang lebih tertuju pada fisik, sih. Bukan pada hal-hal yang esensial! Macam keilmuan, kepandaian….”

“Siapa bilang? Dalam masalah kepribadian gue care, lho!

“Iya! Mobil pribadi, rumah pribadi….”

Ketauan begitu, Sari cekikikan. Pun Nurul.

Nggak salah, sih. Baheula ketika ngetrend Little Missy Sari kesengsem berat sarna Rudolfo.? Pas zamannya Boyzone, Ronan Keating sebagai personal termuda jadi inceran. Saat Maria Cinta yang Hilang berkibar, hatinya sudah kepincut sama yang namanya Fernando Colunga. Dan pengidolaan atas dasar fisik itu bener-bener muna! Janji Sari yang akan setia hanya retorika saja! Buktinya, sudah manis sepah dibuang. Sari tersenyum geli mentertawakan kebodohannya.

“Simbolik tampang aktivis, sih,” setelah beberapa menit perhatian mereka tersita pada santapan, kalimat ini membuyarkan pikiran Sari. “PJM kayak gitu..”

“Apaan tuh PJM? New entry, ya?” Sari menyudahi makanannya.

“Pasukan Janggut Melambai, bo… !”

Kompakan mereka terkekeh-kekeh.

“Rapi jali. Rambut pendek belah pinggirnya khas. Kemeja lengan panjang dan celana semi baggy-nya menghiasi. Gitu, deh!” Nurul membersihkan mulutnya dengan tissue. “Cuma yang bikin Nurul salut, tilawahnya kuat. Kalo dosen belum hadir, bawaannya gatel kepengen ?bercinta’!” sorot mata Nurul hidup. Ada sinar bangga di sana. Semangat.

“Bercinta…?” nada Sari terdengar ganjil menggantung.

“Bercerita tentang tarbiyyah,” terangnya demi menangkap mimik asing dari wajah Sari, “program kelas, Sar. Orang dia yang ngusulin, kok. Lalu…, bla, bla, bla….”

Sari menyimak dengan empati. Terus terang, Sari pun nggak habis pikir; awal semester saat sama-sama tembus ke UPI walau beda jurusan, mereka berdua masih belum begitu acuh dengan Islam. Kemudian atas rekomendasi seorang kakak angkatan-yang akhir-akhir ini baru terselidiki aktif di rohis himpunan di-satu-atapkan dengan Teh Evi yang bijak dan keibuan dengan aura keislamannya yang kuat memancar! Apalagi dikondusifkan dengan Gegerkalong yang kental dengan celupan DT-nya. Udah, deh; mereka nggak bisa berkutik. Tapi herannya, berangkat dari garis start yang sama, kok, secepat itu ya Nurul memahami Islam? Sampe-sampe mengenai bab ini, Nurul udah nggak malu lagi berjilbab lebar, berjubah gombrong, dan berkaus kaki serta bermanset ria! Tambahan pula, sikap, gaya, dan cara berpikirnya pun kontan berpindah ke lain hati! “Setidaknya, Nurul nggak ngotorin citra Islam yang udah diusilin macem-macem. Kalo kita nggak bisa manisin makanan, jangan ngasinin, deh!” dalihnya di muka. Baru kali itu lho, Nurul ngomong seserius itu tentang Islamnya….

“Agaknya kamu nggak usah ngejar-ngejar dia, deh!”

I don’t care who he is/Where he’s from/Don’t care what he did/As long as I love him…, kelakarnya memplesetkan reff As Long As You Love Me-nya Backstreet Boys.

“Sari…!!” gemas Nurul mencubitinya.

“Aduh, aduh…! Iya, iya…, gue bakal ngejar dia….”

“Heh!”

“Eh…, maksudnya nggak…, aduh…, udah dong, Rul!”

Kehangatan persahabatan menyelimuti.

Nurul belum tahu, jika candaan barusan berasa hampa di hatinya. Hambar. Hati kecilnya berontak. Sudah jemu ia dengan topeng semu kelaki-lakian yang selama ini dipujanya. Wajah segar dan teduh dengan tatapan hangat yang didapati Sari pada lelaki tetangga sebelah kelas itu… sanggup mencipta ruang di ceruk jiwanya. Teh Evi…, kok, Sari jadi berselera sama laki-laki bersetelan aktivis dawah, sih … ?

ooOoo

“Sebagaimana laki-laki menyenangi perempuan seksi; maka ketika ia berubah sholeh, maka ia akan menyukai perempuan sholehah. Begitupun dengan perempuan…,” Teh Evi menutup mentoring Ahad siang itu. Kebetulan beliau mentornya. Sari manggut-manggut mengerti.

Dalam sendirinya, bertolak dari selasar al-Furqon; sembari merenung ia melangkahkan kaki mengarah ke pengajian Aa. Masih jam sebelas. Ada sisa satu jam untuk mengikutinya langsung.? Memang sih, bakal berjubel. Ya… paling banter di tempat parkir lah. Samping stasiun radio MQ AM.

“Bukunya, Teh!” sebuah tangan besar mengangsurkan Indahnya Pernikahan Dini karya kreatif M. Fauzil Adhim. Tanpa minat diraihnya. Setiap pengajian Aa, membludak para enterpreuneur. Kebanyakan para pelajar dan mahasiswa. Aa yang memotivasi, sih.

“Berapa, nih?” Sari masih terpaksa membolak-balik halaman.

“Ini infaqnya sebesar…,” lalu pemilik suara ramah itu menyebut harga, “Abdi nyandak ti agenna dengan harga sekian…,” beberapa digit angka diutarakannya, “terserah Teteh mau membayar berapa.” Sari terperangah dengan cara menjualnya yang unik. Jujur bener. Nggak dapat untung, lho… ! Rutuknya lucu. Penasaran dengan si Akang, ia mendongak. Allah! Lelaki tetangga sebelah itu? Sari mengejang. “Harga boleh kurang dari tarif, tapi moal nolak kalau lebih,” imbuhnya usil. Tersenyum tulus.? Alamaaak… lelaki tetangga sebelah! (Yee… udah! Nggak usah pake echo!).? Ditatap seperti demikian, lelaki itu memalingkan wajah.

“I-iya, deh. Ini uangnya…,” kikuk. Uang tiga puluh ribu rela dilepasnya tanpa kembali.

Pengajian Aa tidak tersimak dengan konsentrasi. Apalagi tatkala perkataan Teh Evi terngiang sejuk:

“Jika wajah yang engkau pandang membuatmu menjadi baik, ketahuilah dia adalah orang yang memiliki perilaku yang baik….”

“Betapa berharganya nilai sebuah pandangan kasih sayang, hangat, teduhsehingga seorang Kaab bin Malik teramat merindukannya dengan berusaha agar kekasihnya, Rasulullah, tidak lagi memalingkan wajah saat ia berupaya mencuri pandang..”

Namun, tiba-tiba mata Sari meleleh dengan bulir-bulir hangat saat Aa bernasyid dengan sedu sedan:

Pandangan mata selalu menipu

Pandangan akal selalu tersalah

Pandangan nafsu selalu melulu

Pandangan hati itu yang hakiki

Kalau hati itu bersih

Setetes, dua tetes. Mutiara-mutiara bening itu menyeruak paksa menganak sungai….

ooOoo

Shihab. Mahasiswa FPBS. Mengambil jurusan bahasa Arab. Angkatan ’98. Aktif di LDK. Berbekal data-data singkat di atas, atas panggilan rindu menikmati keteduhan sinar wajah serta kehangatan pancaran matanya; Sari memberanikan diri bertandang ke ruang LDK. Berdasarkan informasi, lelaki itu menjadi kuncen di dalamnya.

“Silahkan masuk, Teh!” bariton ramah yang tidak asing lagi di telinganya mengizinkan ia masuk setelah salam terucap. Di sana ada seorang perempuan…eh, akhwat! Gitu kata Nurul. Akhwat muda itu tentu tidak risih dengan jilbab lebar, lengkap dengan aksesori manset serta kaus kaki yang tengah dikenakan Sari. Semenjak kejadian itu… Nurul tidak habis-habisnya bertasbih, tahmid, dan sesekali takbir atas perubaban Sari. “Nanti gue…,” Sari menatap Nurul asing. Ups, kelepasan! Sorry, sisa masa lalu masih membekas! “Eh Nurul, anterin ke Shafira dan Robbani Muslimah, deh!”

“Ada yang bisa saya bantu, Teh?” akhwat muda itu lembut mencari tahu.

“Ada VCD Harun Yahya, kan?” konon, LDK pun ber-enterpreuneurship juga! Dengan rental VCD Islaminya. Apa, ya..? Keajaiban Penciptaan Manusia, Arsitek-arsitek di Alam, Keruntuhan Teori Evolusi, atau… eh, ini niat kedua lho, para pembaca!

“Mi…,” suara lelaki itu. Satu kerinduan terobati. “Abi keyayasan Hayatur Rasul dulu, ya. Mau meminta Ust. Hilman untuk mengisi taklim rutin anggota.” Lalu dengan tegap ia melenggang keluar. Sedari tadi batas antara akhwat dengan si lelaki terhalang oleh kain hijau. Kata Nurul apa, ya…? Hijjaz, gitu? Eh, perasaan ini mah grup nasyid Malaysia! Oh iya: hijab!

Setelah beberapa langkah menghilang dari balik pintu, ragu Sari bertanya, “Teh, Lelaki barusan namanya Shihab, kan? Bukan Abi?” ucapnya polos.

Akhwat muda itu tersenyum kecil. “Nama yang pertama tepat. Sementara ‘Abi’…,” rona mukanya memerah jambu. Hey girl, what’s up?! Hati Sari penasaran.

“Kami pasangan muda…”

Sari terperanjat!

Epilog

“Teh Evi…, carikan Sari ikhwan yang sholeh yang sanggup membimbing Sari…,” kerongkongannya tersekat. Serak. Suaranya basah. Mukenanya masih melekat. Sudah beberapa hari ini Sari shalat Istikharah. Jendela hati Teh Evi memanas. Haru. Sepertiga malam itu, buku Indahnya Pernikahan Dini yang tengah dibaca Nurul hasil pinjaman dari Sari terlepas dari pegangannya.[]

(Kado sederhana untuk Akh Agung [Bio ’00], mujahid LDK-UPI, di 1407’02-AlFurqon.Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jamaa bainakumaa fii khairiin… ).

Catatan:

lwyogi ka abdi: ada yang bisa saya bantu

Bogoh: cinta

Sorangan: sendiri

Cembokar (bhs. gaul): cemburu

Karedok: makanan khas Sunda. Sejenis Lotek (baca: gado-gado). Narnun sayurannya sengaja tidak direbus

Hatur nuhun, nya: terima kasih, ya

Leupeut: lontong

Makarena (bhs. gaul): makan

Baheula: dulu

Muna (bhs. gaul): munafik

Nyandak: mengambil

Ti: dari

Moal nolak: tidak akan menolak

Na: nya

[diambil dari Majalah PERMATA edisi 08/Tahun VII/Pekan kedua Nopember 2002]