Saturday, 14 December 2024, 02:19

Perang hanya akan melahirkan ribuan pemakaman” petikan dialog dalam film Heaven on Earth yang dibintangi Tommy Lee Jones. Kisah yang mengekspos brutalnya perang Vietnam. Dan saat ini, kita sering menyaksikan perang yang lain yang nggak kalah brutal. Memang tak ada desingan peluru, juga tak ada dentuman bom. Namun ‘perang’ ini tetap mengerikan. Perang itu bernama Tawuran. Ya, tawuran pelajar yang masih menyimpan misteri. Gimana nggak misterius, terjadinya aja fluktuatif. Meski saat ini nggak begitu heboh beritanya, tapi siapa tahu ‘diamnya’ itu adalah diamnya gunung berapi. Sekalinya meledak membawa petaka. Ngeri ya, Brur?

Well, temen-temen kita yang sok jagoan itu telah mengganti aksesoris sekolah dengan aksesoris gangster alias bandit. Kamu bisa lihat sendiri, pulpen berganti obeng, penggaris dipermak jadi clurit, ikat pinggang ditambah gerigi roda jadi sapu jagad. Wuih mengerikan!

Kawan, tiap bulan dua nyawa pelajar melayang. Ini memang itungan rata-rata. Angka ini berdasarkan jumlah korban tawuran antar pelajar di DKI Jakarta sejak Januari – Juli 1999, yang dikeluarkan Pusat Pengendalian Gangguan Sosial (Pusdalgangsos) Pemda DKI. Menurut kepala Bidang?  Pengumpulan dan Pengelolaan Data (Kabid Pulahta) Pusdalgangsos DKI, Raya Siahaan, sebanyak 13 orang tewas, 105 menderita luka-luka, dan 117 ditangkap petugas, selama Januari – Juli 1999 (Media Indonesia, 4 Agustus 1999)

Bukan Lagi Kenakalan
Tawuran pelajar yang terjadi hingga saat ini, ibarat sebuah film action berseri. Kejadiannya berulang-ulang. Selesai satu episode, berlanjut episode berikutnya. Kesal dan jengkel memang. Tapi itulah barang kali ‘benih-benih generasi preman’
Pakar pendidikan dan juga presenter acara Hikmah Fajar di RCTI Dr. Arief Rachman, menyebut empat penyebab utama pemicu tawuran. Pertama, berkarakter labil. Sikap pelajar tersebut cepat marah dan reaktif. Bahkan emosinya tidak seimbang dengan penggunaan nalarnya, dan imannya sangat rendah. Kedua, keluarga pelajar tersebut bermasalah. Boleh dibilang nggak cocok untuk perkembangan kepribadian anak. Seringkali orang tua menerapkan pola asuh yang represif alias melakukan penekanan terus menerus. Ketiga, ini menyangkut manajemen sekolah. Keempat, tayangan televisi yang cenderung menyajikan sadisme, vulgarisme, dan hedonisme. Jelas dampaknya tak mendorong penonton untuk menyelesaikan konflik (diringkas dari Media Indonesia, 11 Juli 1999)? 
Komentar Pak Arief yang juga kepala SMU Lab School ini tak berlebihan, karena memang faktanya begitu. Kalau melihat korbannya Brur, ada anggapan tawuran sekarang bukan lagi deliquency (kenakalan). Remaja berseragam yang melakukan tawuran semakin dekat dengan cap kriminal. Gimana nggak, badik, obeng atau batu jadi senjata pamungkas dalam menyelesaikan persoalan. Ih, ganas bener!

Tanggung jawab ortu di rumah untuk membina kepribadian anak memang sudah menjadi kewajibannya. Bukan cuma dipenuhi kebutuhan materinya, tetapi akliyah (pola berfikir) dan juga nafsiyah (pola sikap)-nya perlu dibina. Jangan sampai anak itu jadi liar. Kasih sayang ortu akan berdampak baik buat perkembangan mentalnya. Menanamkan nalai-nilai Islam akan sangat membantu perkembangan kepribadiannya.

Sekolah juga harus mampu menjadi kawah ‘Candradimuka’ bagi pelajar. Jangan menerapkan pola pendidikan sekuler yang cuma berorientasi mengejar nilai.
“Selama orde baru, pendidikan lebih banyak dititikberatkan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pendidikan moral dan agama kurang. Beban kurikulum terlalu berat, serta banyak di-‘proyek’-kan untuk mencari keuntungan, sehingga setiap ganti kurikulum ganti buku pelajaran”, ujar Prof. Dadang Hawari, yang dikutip Media Indonesia, 2 Agustus 1999.

Krisis Identitas
Punya pengalaman terjun di medan ‘pertem-puran’ bisa jadi merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka yang hobi tawuran. Ibarat jagoan yang sedang berlaga menghadapi lawan, ia akan menjadi pusat perhatian banyak orang. Melalui penampilan itulah dia jadi dikenal, diperhatikan, dan diakui eksistensi dirinya.

Memang, keinginan untuk dikenal, diperhatikan, dan diakui oleh orang lain, merupakan sesuatu yang alami dalam diri manusia. Sebab dalam diri manusia terdapat apa yang disebut Naluri Mempertahankan Diri (Gharizah Al Baqa’). Naluri ini muncul dalam betuk keinginan seseorang untuk dikenal, diperhatikan, dan diakui eksistensinya; termasuk pula keinginan untuk berkuasa, memiliki harta, dan mempertahankan diri atau membela diri jika ada serangan/ancaman dari pihak lain.

Nah, kawan kita yang hobi tawuran, mereka juga seperti itu. Disaat mereka tidak mendapat perhatian oleh keluarga atau lingkungannya, dan disaat mereka tidak mampu menampilkan diri secara positif yang memungkinkan orang lain mengakui eksistensinya; maka mereka akan bertindak apa saja supaya orang lain memberi perhatian.?  Jadi, tawuran tak lain adalah sarana yang mereka pilih untuk menunjukkan eksistensi diri atau identitas dirinya di mata orang lain.

Dari sini nampak, bahwa kawan-kawan kita telah melakukan kesalahan dalam menyalurkan Naluri Mempertahankan Diri (Gharizah Al Baqa’) yang ada dalam dirinya. Mereka ingin diakui dan diperhatikan, tapi dengan cara yang negatif dan bahkan membahayakan jiwa orang lain. Nah, disinilah pentingnya peran orang tua dan sekolah untuk membina para remaja, sehingga mereka dapat menampilkan dirinya (identitas dirinya) di masyarakat melalui aktivitas yang positif.

Terkadang seseorang juga ingin diakui dan dikenal identitas dirinya, dengan cara mencontoh identitas orang lain. Ini boleh-boleh saja, tapi dilihat dulu siapa orang yang akan kita contoh identitasnya. Jangan sampai salah pilih!

Kebanyakan remaja kita memang suka ceroboh. Maksud hati sih, ingin ngikutin Kurt Cobain pentolan Grup Nirvana yang koit gara-gara over dosis boat, tapi apa daya malah disangka orang gila. Padahal suaminya Courtney Love itu juga emang slebor. Ih, amit-amit deh kalau sampai ngikutin gaya hidupnya!

Nah kelakuan teman kamu yang sembarangan nyari contoh untuk membina identitas dirinya bisa berbahaya. Bukan apa-apa, kamu nggak boleh menyontek identitas orang lain dengan gaya hidupnya secara membabi buta. Soalnya kamu bukan babi kan? Hi…hi…! Siapa tahu orang yang kamu jadikan teladan itu malah amburadul. Kamu adalah dirimu, bukan orang lain.

Sebagai seorang muslim kamu harus bangga, percaya diri dan nggak boleh minder. Sebagai seorang muslim, itulah identitas dirimu yang sesungguhnya. Rasulullah saw. bersabda : “Tidak ada orang yang lebih mulia di sisi Allah dari seorang mukmin” (HR. Ath Thabrani). Dan satu hal lagi yang perlu kamu ingat, bahwa Allah tidak melihat tinggi dan rendahnya manusia dari sisi dandanan, atau wajah alias tampang, hartanya, dan kuantitasnya. Akan tetapi yang diperhatikan Allah adalah hati kita, yaitu keimanan kita dan amal kita, yaitu amal shaleh yang lahir dari keimanan tersebut. Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat kepada bentuk rupamu, tidak pula kepada jumlah kamu, dan tidak pula kepada harta kekayaanmu; Akan tetapi Dia melihat kepada hatimu dan amal perbuatanmu” (HR. Tabrani)
Jadi nggak usah deh pengen jadi orang lain. Apalagi orang tersebut nggak ketahuan juntrungnya. Kamu tetap kamu, sebagai seorang muslim dan mukmin. Jangan tergoda ingin jadi orang lain.

Memang sih, krisis identitas dalam diri remaja nggak lepas dari perhatian ortu sama anak-anaknya. Kasihan donk kalau sampai ditelantarkan. Jangan cuma pengen enaknya, tapi nggak mau anaknya!

Betul, mendidik anak nggak mudah. Butuh kesabaran dan ketekunan. Namun harus diingat bahwa itu semua adalah tanggung jawab ortu dan akan menjadi amal shaleh yang akan menjauh-kannya dari api neraka. Rasulullah saw. bersabda : “Barang siapa mendapat ujian atau menderita karena mengurus anaknya-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya akan menjadi penghalang baginya dari siksa neraka” (HR. Bukhari, Muslim, dan Turmudzi)

Cegah dan Tangkal
Kondisi masyarakat yang amburadul saat ini telah menjadi pemicu maraknya tawuran. Tayangan televisi yang mengekspos kebrutalan dan kesadisan telah banyak berpengaruh bagi perkembangan penontonnya. Sebagai contoh saja, film Taxi Driver yang dibintangi Jodie Foster pada tahun 1976, yang mengisahkan tentang sopir taxi yang gila, diduga kuat memicu John Hinckley menembak Presiden Ronald Reagen. Belum lagi film-film bertemakan kekerasan lainnya yang tak mustahil memicu remaja berfantasi yang aneh-aneh. Film-film tentang Gang misalnya, telah banyak mewarnai gaya hidup pelajar.
Tentu saja kawan, ini nggak boleh dibiarkan begitu saja. Harus segera dihentikan. Bila tidak? Jangan heran bila akan lahir generasi preman di masa depan. Ih, nadzubillah min dzalik!

Bagaimana dengan pemberian hukuman? Nggak masalah! Toh remaja bukan lagi anak-anak, tapi sudah akil baligh, sehingga dalam pandangan Islam sudah terkena taklif syar’i, alias terkena pembe-banan hukum. Setiap perbuatan yang dilakukan akan dinilai, apakah berpahala atau berdosa. Nah, tawuran kan terkategori bahaya dan jelas-jelas aktivitas kriminal, sehingga harus dihukum.

Islam, sebagai sebuah idiologi tentu saja memiliki jawaban atas problem-problem masyarakat termasuk tawuran ini. Suatu ketika sorang Yahudi di masa nabi saw. memukul seorang Jariyah (budak wanita) diantara dua batu hingga tewas. Ketika kabar ini sampai ke telinga Rasulullah saw, beliau segera mengadili Yahudi tersebut dan menghukumnya dengan perbuatan yang serupa. Riwayat ini menjadi bukti sejarah bahwa nyawa dalam Islam sangat dijunjung tinggi. Dalam riwayat lain Rasulullah saw. bersabda : “Tidak halal darah seorang muslim kecuali tiga hal; Pezina muhsan, Seseorang atas seseorang (pembunuh), Orang murtad dan memisahkan diri dari jamaah (pemberontak)”
Nah, jadi kalau ada pelajar yang tega membacok kepala atau menggorok leher pelajar lain hingga tewas dalam tawuran, maka dalam pandangan Islam pelajar tersebut akan dikenakan hukuman Qishas. Ya, dibunuh lagi! Kejam? Tentu tidak! Sebab hukum Islam itu bersifat jawazir dan jawabir. Jawazir artinya hukum Islam bersifat preventif, mencegah terjadinya peluang-peluang kemaksiatan dan kejahatan. So, kamu perhatikan sendiri bahwa perbuatan jahat, apapun bentuknya, selalu diawali dengan adanya celah-celah. Dalam kasus tawuran, peluang bisa muncul dari berbagai sisi. Bisa karena pengaruh bacaan, tontonan, atau sanksi yang dirasa terlalu ringan.

Tontonan sangat berpengaruh lho. Di Amrik sono, negerinya Power Ranger itu, dalam sebuah penelitian yang dilakuakan oleh Phychological Association, mengatakan bahwa anak-anak di AS sudah melihat 8 ribu kasus pembunuhan dan 100 ribu pelaku kekerasan di layar tivi. Dan di Chicago, meski ada larangan jual senjata genggam sejak tahun 1982, tetapi pistol kaliber seharga 20 dolar atau 200 dolar untuk pistol semi otomatis 9 mm dan berat 2,5 pon mudah dicari, bahkan lengkap dengan manual-nya alias petunjuk penggunaannya. Dan parahnya menurut salah seorang psikolog, James Garbarino, yang tegabung dalam panitia tersebut “setiap hari anak-anak di sana sudah mengetahui dan mengalami kekerasan di lingkungannya” (Permata, 5/V Mei 1996).

Kemudian hukum Islam juga bersifat jawabir. Artinya, hukum Islam?  –kalau diterapkan di dunia—bekal menghapus azab Allah di akhirat kelak. Sabda Nabi saw. : “Ba’iatlah aku untuk tidak memper-sekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, (kemudian Rasulullah saw. membacakan seluruh ayat). Barang siapa diantara kalian menepati, maka Allah akan membalas (dengan pahala), dan barang siapa yang melakukan hal-hal itu, maka akan diberi hukuman (uqubat) sebagai kafarat (penebus) baginya, dan barang siapa melakukan hal-hal itu, kemudian Allah menutupinya, maka Allah akan mengampuninya jika menghendaki, dan mengazabnya jika Ia menghen-daki” (Al Hadits)
Jadi, meski berat vonis hukuman yang dijatuh kan, Insya Allah pelaku tindak kejahatan akan terlepas dari azab Allah di akhirat kelak, yang jauh lebih dahsyat. Adil kan? Oh, jelas. Siapa dulu yang membuatnya, Allah!?  Allah-lah yang Mahatahu karakteristik manusia sebagai makhuk-Nya, sehing-ga wajar dong kalo Allah menurunkan aturan-Nya juga buat kita.

Nah, diakui atau tidak, hanya Islam agama yang mengurus masalah dari yang ‘sepele’, hingga yang berat. Dan memang hanya dalam Islam harga dan harkat manusia dijunjung tinggi. Nyawa diukur lagi dengan nyawa. Darah dengan darah. Harta dengan harta. Inilah keadilan yang sesungguhnya, Brur!

Sabda Rasulullah saw : “Jangan kamu saling dengki dan iri, dan jangan pula mengungkit keburukan orang lain. Jangan saling benci dan jangan saling bermusuhan, serta jangan saling menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, dengan tidak mendzaliminya, tidak mengecewakannya, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi saw menunjuk ke dada beliau, sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila mertendahkan sudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta, dan menodai kehormatan muslim lainnya” (HR. Muslim)
Dengan demikian model cegah dan tangkal gaya Islam memang jitu. Untuk mencegah lahirnya generasi preman ini adalah terlebih dahulu mengubah cara pandang (pola pikir) masyarakat dengan Islam. Bahwa setiap perbuatan tersebut harus disandarkan pada tuntunan dan tuntutan Islam. Dengan kata lain standar berbuatnya adalah halal dan haram menurut Allah dan Rasul-Nya. Nah, berkaitan dengan kasus tawuran ini, yang sudah mengarah pada tindak kriminal, yakni pembunuhan, jelas sangat dilarang Allah. Firman Allah : “…Barang siapa membunuh manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan kerena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia membunuh manusia semuanya…” (QS. Al Maaidah : 32)

Well, dari pada potensi kamu habis tersedot di arena tawuran, lebih baik kita produktifkan untuk mempelajari Islam. Islam yang dipahami sebagai aqidah dan syari’at alias Islam sebagai sebuah idiologi. Yes, Islam adalah jalan hidup kita, kawan!

(Buletin Studia – Edisi 06 /Tahun 1)

2 thoughts on “Mencegah Lahirnya ‘Generasi’ Preman

Comments are closed.