Thursday, 25 April 2024, 06:17

“Dan apa saja yang dibawa oleh Rasul, maka ambillah. Sedangkan apa yang dilarangnya, maka hindarilah. Bertakwalah kalian kepada Allah, karena Allah Maha keras siksa-Nya.” (QS. Al Hasyr: 7).

Manusia memang membutuhkan rasul sebagai perantara dalam menerima ajaran-ajaran dari Allah SWT. Dan bersamaan dengan itu pula, sejak lama manusia telah menempatkan Rasulullah SAW. sebagai pembawa risalah terakhir dari Allah SWT. untuk manusia. Setiap saat kita selalu bersholawat kepada nabi sebagai perwujudan dari rasa hormat kepada beliau, dan kita berusaha untuk menjadi orang-orang yang diberi syafaat di hari penghisaban dengan mengikuti anjuran dan larangannya. Karena pada hakikatnya yang dibawa Muhammad adalah wahyu dari Allah SWT. (QS. An Najm: 3 dan 4; QS. Al An’am:50).

Wujud cinta kita kepada Rasulullah selalu kita buktikan dengan mengikuti perbuatan-perbuatannya. Rasul menganjurkan berbuat baik kepada semua orang, dengan segera kita melaksanakannya. Ketika Rasul menyuruh kita sopan santun, jujur, adil, bersikap pemaaf, maka dengan antusias kita menyambut dan melaksanakan perintah itu. Sehingga dalam kadar tertentu kita telah menjadikan Rasulullah sebagai figur yang harus diteladani dalam segala komponen kehidupan. Bahkan Rasulullah adalah ushwatun hasanah atau teladan yang baik.

Namun amat disayangkan, rasa cinta kepada Rasulullah itu sedikit demi sedikit mulai memudar sesuai dengan berkembangnya peradaban. Sangat ironis memang, ternyata generasi muda kita lebih paham dan mengikuti “sabda-sabda” yang mereka anggap sebagai figur “teladan”. Tak bisa menutup mata, bahwa remaja kita mulai gandrung dengan tokoh-tokoh artis yang mereka anggap mampu memberi inspirasi dalam hidupnya. Bahkan dalam tataran tertentu mampu menumbuhkan histeria.

Bukan saja kaum muda yang sudah mematut-matut diri menyamakan dengan idola pujaannya. Namun, tanpa disadari kaum tua pun telah melakukan hal yang sama, meski dalam unsur yang berbeda. Dalam diri kita mulai merayap pemikiran dan perasaan yang bertolak belakang dengan sikap Rasulullah sebagai teladan kita. Betapa naifnya kita mengaku-ngaku mencintai dan meneladani Rasulullah sementara kita sendiri tak pernah mengikuti perilakunya. Cinta kita, cinta palsu belaka. Di satu sisi kita senantiasa bersholawat kepadanya, tapi pada kesempatan yang lain kita malah melakukan perbuatan yang dilarangnya, yang jelas bertentangan dengan perilaku mulianya.

Satu hal yang bisa kita dapati bila kita mencintai dan meneladani Rasulullah dalam segala komponen kehidupan, yang tak akan pernah kita jumpai dalam mencintai dan meneladani selain Rasulullah. Yakni Rasululullah akan memberi “bonus” berupa syafaat kepada kita di hari penghisaban, bila kita mengikuti apa-apa yang diperintahkannya dan menghindari apa yang dilarangnya. Tak perlu menipu diri dengan menganggap nanti akan mendapat syafaat, sementara kita tak pernah meledani perbuatan Rasulullah.

Mulai sekarang, kita wajib menumbuhkan semangat untuk mencintai dan meneladani Rasulullah dalam jiwa kita. Wujudkan dalam setiap aktivitas kehidupan kita bahwa kita mencintai dan meneladani Rasulullah. Sehingga kita menjadi umat yang diridhoi oleh Allah dan Rasul-Nya. [O. Solihin]

6 thoughts on “Meneladani Rasul

  1. Ya Rabbana, sampaikanlah salam kami kepada Suri Tauladan kami, Rasulullah Muhammad saw. dan berikanlah kekuatan bagi untuk meneladani beliau secara sempurna. Amin.

  2. Pak O. Solihin saya tanggal 4 Mei 2009 akan mengikuti ujian praktek b Indonesia . Saya meminta izin menyisipkan sebagian artikel anda dalam naskah pidato saya . Dengan niat memberikan kultum Meneladani Rasul yang insyallah .. akan bermanfaan bagi teman-teman saya . amin . Sukses selalu Pak O. Solihin

    Ya, silakan dimanfaatkan untuk kebenaran dan kebaikan. Insya Allah barokah buat semuanya. Terima kasih.

    Salam,
    O. Solihin

  3. assalamualaikum..
    Saya seorang yang ingin mengenal rasulullah lebih jauh lagi..
    maukah saudara mengirimkan sejarah perjalanan hidup beliau ke email saya??
    trima kasih banget sebelumnya

Comments are closed.