Friday, 29 March 2024, 21:44

Tayangan televisi yang saban hari nongol di layar kaca kian hari kian bervariasi. Perebutan kue iklan antar stasiun televisi pun kian gencar. Dan kaum remaja jadi sasaran empuk para pengelola TV untuk dapetin porsi iklan yang lebih besar. Kebayang kan jumlah remaja yang hobi nongkrong depan TV? Wuih, buanyak buanget. Saking banyaknya, planet bumi pun nggak muat menampung mereka. Makanya mereka punya tempat hidup sendiri di Planet Remaja. Huhuy!

Nggak heran dong kalo makin ke sini hiburan yang membidik pasar remaja mengalir deras bak longsor Bohorok. Nggak cuma sinetron, gosiptaintment, horortaintment, sampai reality show pun nggak mau ketinggalan menyapa kawula muda. Pokoknya remaja dibidik dari segala sisi. Depan, belakang, atas, bawah, kiri, kanan. Kalo perlu dilengkapi dari delapan arah mata angin. Soalnya, mereka haus hiburan-hiburan yang gratis bin ekonomis. Cocok buat kantongnya yang cekak. Jangan geer ya dipuji kayak gini..Hehehe

Di antara banyak acara TV buat remaja, kayaknya sinetron dan reality show yang paling banyak digandrungi. Buktinya, Panasonic Award 2003 yang digelar 12 Desember lalu berhasil diraih �Katakan Cinta’ dan �Kecil-kecil Jadi Man-ten’ untuk kategori reality show dan Drama seri terfavorit. (Suara Merdeka, 13/12/2003).

Secara psikologis mayoritas remaja memang doyan melototin tontonan yang bercerita seputar liku-liku kehidupan mereka yang penuh warna. Wajar banget kan kalo akting Samuel Rizal dan Shandy Aulia dalam “Eiffel…I’m in Love� yang berlaga di bioskop sekelas twenty one masih menyedot perhatian remaja meski sudah diputar beberapa minggu. Wah…AADC bisa kalah tuh!

Menjual mimpi via televisi
Booming film layar lebar AADC seolah menjadi pemicu meledaknya produksi lokal sinetron remaja. Judul demi judul sinetron remaja di televisi datang dan pergi silih berganti. Dan setiap tayangannya nggak luput dari buruan para sinemaniaks, meski beberapa stasiun mengetengahkan film seri drama remaja interlokal. Ngikutin semboyan peme-rintah, cintai produksi dalam negeri. Hehehe…

Kini, produk lokal seperti ABG, Cinta SMU, Kawin Gantung, Inikah Rasanya, Kecil-Kecil Jadi Manten, atau Ada Apa Dengan Cinta yang menampilkan para new comer yang fresh from the oven (emangnya KFC..) makin diminati. Sayangnya, para pembuat atau pihak pengelola stasiun TV seolah menutup mata akan miskinnya kualitas sinetron remaja ini. Ceritanya hanya menjual mimpi alias nggak realistis. Selalu identik dengan gaya hidup glamour khas kaum borjuis. Sementara para penontonnya dari kalangan ekonomi pas-pasan. Pas lagi hidup mewah, eh…pas lagi mimpi.

Lebih parah lagi tatkala temanya nggak jauh dari persoalan cinta remaja dengan segala intriknya. Kesannya nggak ada persoalan hidup yang lebih berharga bin menarik untuk diangkat dalam cerita. Padahal, kreativitas anak muda dalam KIR, lika-liku perjuangan masuk PTN, aksi tawuran, penyalah gunaan narkoba, atau free sex lebih mewakili kehidupan remaja masa kini dan punya nilai lebih untuk diangkat ke layar kaca. Bu-kannya acara yang hanya menjual keme-wahan, kecantikan, dan popularitas doang. Basi!

Makin crazy, makin diminati
Selain sinetron, reality show tengah asyik membidik kehidupan remaja. Acara yang menyajikan reaksi asli bin alami perasaan suka, benci, cemburu, sedih, marah, atau girang yang dialami remaja. Murni tanpa campuran minyak tanah, eh tanpa tuntunan skenario atau arahan gaya dari sang koreografer. Ini yang menjadi hiburan asyik bagi penonton televisi.

Tercatat, Katakan Cinta, Harap-harap Cemas, dan Playboy Kabel adalah reality show yang paling diminati remaja. Mereka seolah dibawa ke dunia di mana impian mereka bisa diwujudkan dalam dunia nyata. Berupa ungkapan unik rasa cinta ama buah hati, mengetes kesetiaan pasangan, sampai aksi penguntitan bak detektif pun dijabanin guna menguji ikatan asmara di antara mereka. Pokoknya seru. Makin crazy, makin diminati!

Katakan Cinta termasuk reality show pertama tersukses yang membidik pasar remaja. Bayangin aja, nembak cewek/cowok di muka umum dan ditonton orang se-Indonesia, coba? Malah ada yang pake acara akrobat, nyelam di Sea World, pura-pura kecelakaan, jadi tokoh pewayangan, sampai acara candle light dinner super spesial untuk menjerat sang pujaan hati. Heeebooooh …

Sementara H2C (Harap-Harap Cemas) hadir dengan melibatkan aksi bak spy. Dalam upaya menyelesaikan kasus asmara para kliennya, Ari Dagienkz dan drummer grup Clubeighties, Desta, yang memandu acara bertindak bak detektif swasta. Menguntit korban selama beberapa hari dilengkapi kamera tersembunyi yang diarahkan pada korban.

Kegilaan makin meningkat pada tayangan Playboy Kabel (PK), yang terinspirasi dari reality show Jepang berjudul Black Mail, dengan empat presenter sekaligus. Peserta minta bantuan PK untuk menjebak pasangan atau orang terdekatnya untuk membuktikan dugaannya selama ini. Sebutlah seorang cewek yang ingin tahu apakah pacarnya playboy atau bukan. Begitu terbukti playboy, luluh di depan cewek penggoda yang memang disiapkan oleh kru PK maka adegan berikutnya bisa macam-macam seperti tamparan, siraman, cacian, makian, dll. Pokoknya, Matrix Revolution juga kalah serunya.

Menghasilkan remaja “instant�
Disadari atau tidak, sisi negatif dari hiburan remaja yang menjual mimpi telah membidani lahirnya remaja “instant�. Hal ini diungkapkan oleh Psikolog remaja, Bu Inna Mutmainah (Republika Online, 05/10/2003).

Beliau mengingatkan, gencarnya sinetron remaja yang berkiblat pada gaya hidup Barat akan membentuk pola sikap dan pola pikir remaja yang pengen serba instant alias cepat. Yang kepikiran cuma hasilnya, nggak mau capek-capek jalanin prosesnya. Doyan banget melototin para pemeran yang good looking dan gaya hidup mewahnya. Impian untuk menjadi bagian dari para selebritis muda itu selalu memenuhi alam khayalnya.

Alur cerita yang datar dan miskin konflik membuat daya pikir mereka kurang terlatih dalam memecahkan persoalan hidup. Bisa-bisa mereka nggak segan untuk melakukan apa pun untuk meraih kemewahan, kecantikan, dan popularitas impiannya itu. Meski harus mengorbankan martabat atau mengumbar aurat. Walah, berabe euy!

Reality show yang berprinsip �tertawa di atas penderitaan sang korban’ seolah memanjakan kesenangan mereka yang hanyut dalam buaian panah asmara. Padahal masih banyak persoalan hidup yang lebih besar dan mulia yang kudu dipikirin remaja selain cinta bin asmara kepada manusia. Waktu, tenaga, dan pikirannya bakal terkuras habis untuk mengulik virus merah jambu ini. Hasilnya, waktu kita yang amat berharga ditukar dengan aktivitas yang miskin manfaat. Alamat rugi dunia akhirat tuh.

Gaya hidup Barat biangnya
Lahirnya remaja “instantâ€? merupakan harga mahal yang harus dibayar akibat berkiblat pada budaya Barat. Kreativitas para produser acara TV untuk menyajikan acara yang berkualitas ambruk dihantam kuatnya motivasi rating dan kue iklan yang diperebutkan. Hantamannya sekuat upper cut Naseem â€?Prince’ Hamid. Semakin tinggi rating diperoleh, semakin banyak penontonnya, maka semakin tinggi?  pemasukan iklannya. Kondisi ini menguntungkan stasiun televisi, rumah produksi maupun pengiklan. Inilah gambaran nyata dari Kapitalisme. Tidak ada yang lebih berharga selain materi. It’s all about the money!

Lihat saja isi yang dihadirkan dari sinetron atau reality show buat remaja, semuanya kental dengan perilaku permissivisme alias keserbabolehan. Pemahaman inilah yang menjadi ciri khas masyarakat Barat yang sekuler. Bagi mereka, kebebasan individu nggak boleh ada yang larang selama nggak bikin rugi orang lain.

Berlomba tampil cantik dengan balutan busana yang ketat nan memikat, kata-kata ma-kian dan cacian berham-buran, peluk dan cium pun dijadikan menu sehari-hari dalam pergaulan-nya. Dengan alasan tuntutan skenario semua boleh dilakukan. Yang nggak boleh cuma keluar dari skenario. Apalagi keluar dari lokasi syuting alias kabur. Hehehe…

Kondisi di atas makin amburadul dengan budaya hedonis di sepanjang cerita. Gaya hidup metropolis, Sophaholic (gila belanja), fast food, dugem, atau sekadar nongkrong di caf?© untuk berhaha-hihi. Ditambah para pemeran yang berwajah tampan dan fisik aduhai lebih ditonjolkan dibanding kematangannya dalam berakting. Meski aktingnya pas-pasan, yang penting cakep bin keren. Gimana nggak betah para remaja untuk nongkrong depan TV. Sampe lupa waktu dan lupa kalo lagi numpang nonton di rumah tetangga. Itu mah KTM atuh alias Kagak Tahu Malu….

Membingkai masa depan dari sekarang
Sobat muda muslim, persoalan hidup yang sepantasnya kita pecahkan adalah bagaimana kita membingkai masa depan kita. Selain hari ini dan kemarin, ada hari esok yang harus kita pikirin. Nggak ada dalam kamusnya manusia itu selamanya muda, kuat, dan cantik. Kita pasti akan menjadi orang TOP (Tua Ompong Peot) yang berkaki tiga karena jalannya terbungkuk-bungkuk ditopang tongkat kayu. Yang jadi per-tanyaan, siapkah kita ngadepin masa-masa itu?

Akidah Islam yang tertanam dalam jiwa sesungguhnya telah mengajarkan kita dalam hidup untuk melihat ke depan, menengok ke belakang, atau melirik ke samping. Artinya kita dituntut untuk berpikir panjang dalam berpikir dan berbuat. Soalnya pascakontrak kita di dunia abis, Allah bakal �mengaudit’ tingkah laku kita selama hidup.

Maka aneh banget kalo kita berpikir masa depan itu gimana nanti. Soalnya kita nggak akan pernah tahu apa yang terjadi besok. Biar kata dukun, peramal, atau paranormal masa depan kita bakal sukses, itu bo’ong banget. Kita sendiri yang nentuin masa depan kita. Bukan mereka, orang tua, teman, atau guru. Kita akan menuai rugi dunia akhirat kalo masa hidup kita isi dengan bermain-main atau berkhayal meraih mimpi.

Rasulullah saw bersabda: “Manfaatkan lima perkara sebelum (datang) lima perkara: masa hidupmu sebelum (datang) matimu, masa sehatmu sebelum (datang) masa sakitmu, masa senggangmu sebelum (datang) masa sempitmu, masa mudamu sebelum (datang) masa tuamu, dan masa kayamu sebelum (datang) masa miskinmu. (HR Tirmidzi)

Mari kita sama-sama siapkan bekal untuk membingkai masa depan kita. Caranya, IKUT PENGAJIAN. Nggak usah bingung bin kaget. Soalnya dengan ikut pengajian, selain pahala dari Allah, kita juga bakal dapet dua keuntungan. Pertama, akidah Islam kita akan terpelihara dan terjaga dari kotoran-kotoran budaya Barat yang berseliweran di lingkungan kita. Kedua, kita akan terlatih dan termotivasi untuk selalu memikirkan masa depan. Baik di dunia maupun di akhirat.

So, jadilah generasi punk-ajian. Kita selamat, masa depan terlihat, akhirat pun didapat. Yuk…yaa…yuuuk! [hafidz]

(Buletin Studia – Edisi 176/Tahun ke-5/5 Januari 2004)