Saturday, 27 April 2024, 02:21

Oleh: Rizki S. Saputro

Pemimpin Redaksi IriS [International Relations on Islamic Standpoint]

Just as media can serve authority, they can also subvert it.

[John Street, Proffesor Komunikasi Politik University of East Anglia]

Ketika gerbang kampus dibuka, seketika itu para siswa bertransformasi menjadi mahasiswa, di sanalah titik cakrawala dunia dibuka gerainya. Pencarian akan hakikat, eksistensi dan kebenaran biasanya dimulai pada tahap ini. Keingintahuan (curiosity) sobat kampus terhadap lingkungan dan dunia di luarnya menjadi kebutuhan tak terelakkan. Penyediaan informasi yang akurat dan tepat adalah pemuas kebutuhan tersebut. Lahirlah kemudian apa yang dikenal sebagai pers kampus, sebagai salah satu alat pemuasnya.

Akan tetapi, by product, pers kampus lahir dari rahim sang almamater (ibu asuh) untuk perjuangan menentang ketidakadilan dan kezaliman. Maka munculah ia sebagai media alternatif yang berbeda dengan media massa pada umumnya yang informasinya apolitis, statis, dan entertain an sich. Visi misi transformasi sosial telah lama menjadi denyut nadi pers kampus. Idealisme dan ideologi yang menyala-nyala, menjadi bekal pers kampus dalam menjangkarkan kehidupannya.

The man behind the pen, teramat memahami bahwa ia memiliki senjata yang lebih tajam daripada senjata api sekalipun. Penyodoran data dan fakta serta analisis yang tajam akan menghasilkan opini umum yang memang dibutuhkan demi transformasi sosial. Berteriak-teriak di lapangan depan rektorat kampus dapat dihentikan dengan sekali DOR! Sedangkan pengopinian melalui media kampus, bahkan yang berbentuk stensilan sekalipun akan cepat berkembang dan tahan lama. Efek penerbitan media kampus sudah pasti sangatlah luar biasa untuk menggerakkan mahasiswa di berbagai center of excellence Indonesia. Inilah yang meninspirasi terbitnya Scientiae di ITB, GemPa di Unpad, Retorika di Unair, Arrisalah di IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan sedulur lainnya.

Sesungguhnya paragraf di atas adalah idealisme dari pelaku, penikmat, dan pengamat pers kampus. Sayangnya, pasca reformasi pers kampus dirasakan mengalami krisis pembaca. Mahasiswa saat ini cenderung apatis dan apolitis, hingga ketertarikan mereka untuk membaca media kampus kian berkurang. Setali tiga uang, pelaku pers kampus sendiri mengalami krisis yang sama, ompong. Salah satu sebabnya adalah, media massa umum yang sekarang tampil lebih berani dan terbuka telah mengambil pasarannya. Usaha mereposisi pers kampus sesuai khithah kelahirannya menjadi agenda yang teramat alamiah.

Letoy-nya pergerakan pemikiran melalui kepak-kepak kertas di berbagai kampus, pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal yang saling berkait. Pertama adalah masalah pendanaan. Untuk menerbitkan sebuah media, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana yang biasanya didapat melalui tangan rektorat atau Ikoma (Ikatan Orang tua Mahasiswa) akan distop manakala ia digunakan untuk menentang keinginan para ‘penyantun’. Ketika uang dijadikan darah yang mengalir dalam pers kampus, maka bisa dipastikan menjadi sakaratul maut bagi originalitas dan kekhasan pemikiran mahasiswa. Pragmatisme menjadi hal yang biasa bagi pers kampus yang mendasarkan dirinya pada doktrin jilat lidah sendiri, asal terbit dan asal bisa menulis di media kampus.

Sebab kedua dan yang paling substansial adalah motivasi penerbitan pers kampus. Jika ia dimotivasi oleh sekedar agenda transformasi sosial, semisal asalkan Suharto turun atau asal harga BBM tidak naik. Otomatis ia akan berhenti bersuara manakala targetnya terpenuhi. Motivasi pers kampus harusnya lebih ideologis. Ideologis dalam artian, ia mampu membahasakan kenyataan-kenyataan yang ada ini dalam konstruksi pemikiran mahasiswa. Serta mampu memberikan solusi yang everlasting, mencerabut permasalahan hingga ke akar-akarnya. Ideologi yang tidak tepat semacam demokrasi kapitalisme, dan sosialisme dalam mendasari penerbitan pers kampus berakibat pada lemahnya kualitas solusi transformasi yang dihasilkan.

Sobat, Islam sebagai agama yang paling benar dan paripurna telah memberikan framework sekaligus platform untuk kita usung bersama dalam menganalisis segala permasalahan di dunia. Mulai dari hal-hal besar semacam peperangan-perdamaian negara-negara, hingga peperangan-perdamaian batiniah. Pers kampus sebagai ujung tombak opini kampus, harusnya sekarang bisa lebih menggigit dengan framework dan platform Islam. Mari kita galakkan bersama diversifikasi dan intensifikasi penerbitan Pers kampus Islami yang revolusioner dan akademis.

Pers kampus Islam, Yes! Pers kampus Pragmatis, No![]

[pernah dimuat di Majalah SOBAT Muda, edisi 14/Desember 2005]