Saturday, 14 December 2024, 00:45

Goool….!! teriakan sang komen-tator bola memecah kesunyian para penonton yang tengah berharap-harap cemas menan-ti kemenangan tim kesayangan-nya. Tepat sesaat setelah aksi piawai Raul Gonzalez, Andrey Shevchenko, atau Ronaldo yang berhasil merobek jaring gawang lawan. Jepretan kamera wartawan dan sorotan televisi pun terfokus pada sosok bintang lapangan yang tengah melakukan victory lap itu. Wajar kalo pelatih dan para pemain lain menyambut dengan antusias kemenangan tim mereka. Nggak salah. Striker atau ujung tombak selalu menjadi tumpuan harapan tim. Posisi mereka di garis depan udah pasti punya peluang besar buat ngobrak-ngabrik perta-hanan dan ngejebol gawang lawan. Betul?

Kayaknya, karakter striker atau ujung tombak itulah yang idealnya melekat dalam diri remaja. Bukan sebagai pemain bola, tapi pelaku kebangkitan. Seperti yang udah sering kita denger, masa depan sebuah bangsa amat tergantung dengan kiprah para pemudanya. Mereka adalah tumpuan harapan bangsa di masa yang akan atang. Semakin berprestasi para pemudanya, tentu masa depan bangsa punya peluang besar untuk bersinar. Tapi, kalo pemudanya miskin prestasi, udah kebayang masa depan negeri itu bakal kayak gimana. Sebuah potret buram coy!

Hmm…sebagai bentuk evaluasi, patut juga kita bertanya bakal kayak gimana wajah negerinya Indonesian Idol ini. Apa secakep Dini Aminarti, seteduh Veri AFI, atau seamburadul Setan Kepala Penyok di sinetron Di Sini Ada Setan? Tanyain ama diri kita masing-masing yang emang hidup di dalamnya. Karena kita yang ngerasa bangga kalo negeri kita bisa bangkit. Kita juga yang malu kalo negeri kita makin diremehkan karena terlilit hutang. Karena itu, nggak salah dong kalo kita sedikit kontrasepsi eh, instrospeksi. Yuuuuk….!

Pergaulan dan idealisme remaja
Sobat muda muslim, gencarnya penyebaran gaya hidup Barat bikin temen-temen kita seperti ngadepin dilema. Tapi bukan dilema cinta. Kudu milih salah satu antara gaul atau Rasul. Ngikutin tren atau pengajian. Biar jadi remaja muslim yang punya idealisme. Gaul iya, identitas muslim juga terjaga. Karena bagi remaja yang pengen trendi, pilihan itu darurat banget. Seperti hidup dan mati. Deeu… sampe segitunya.

Gaul dalam dunia remaja udah dipatok jadi harga mati. Kudu banget. Nggak ada tawar-menawar lagi. Nggak gaul berarti dikacangin. Makanya wajar kalo ada remaja yang mati-matian nggak jajan seminggu buat beli voucher isi ulang ponsel yang 25 rebu-an perak. Yang penting tetep gaul meski cuma modal dengkul.

Berani bergaul berarti kita kudu siap berkorban. Mulai dari uang jajan sampe nilai-nilai Islam. Soalnya, banyak akse-soris dan kegiatan yang udah kepalang dino-batkan jadi simbol pergaulan. Ponsel, jajan di McD, nonton di bioskop, atau nge-dugem. Semuanya perlu doku. Adakalanya pula selalu nyari jalan tengah biar aturan Islam cocok ama simbol-simbol itu. Inilah yang bikin remaja muslim kehilangan identitas. Status keislaman nggak jelas, potret hari depan pun kian bias.

Kini, gaya hidup mengejar mimpi menjadi bintang kian menggejala. Biar bisa ngerasain gaya hidup seleb yang glamour bin mewah. Gaya hidup yang menjanjikan kesenangan dan popularitas. Akhirnya, yang ada dalam benak mereka cuma satu, gimana caranya biar ngetop.. top…top kayak SCTV. Segala potensi yang ada dikerahkan.

Lihat saja, ajang pencarian bakat bintang muda yang digelar beberapa stasiun televisi ibarat gayung bersambut. Peserta yang ikut audisi membludak. Antriannya panjang banget. Tercatat, remaja yang mendaftar ikut audisi AFI periode pertama aja sebanyak 1112 orang. Sementara yang pengen jadi Indonesian idol sampe nyentuh angka 28 ribu! Nggak peduli suara atawa wajahnya pas-pasan. Pokoknya tampil pede. Kali aja jurinya ngelindur terus ngelolosin doi. Diterima syukur, nggak juga bisa nyoba lagi. Seperti semangat detektif H2C “mungkin hari ini kita gagal. Siapa tahu besok kita gaga lagil…� huahahaha… upss!

Gaya hidup pengacara alias pengangguran banyak acara juga banyak peminatnya di kalangan remaja. Tiap hari doyannya ngabisin waktu. Nongkrong atawa jalan-jalan nyari kesibukan. Status pengacara terus disandang sampe dapet kerja. Pas giliran dapet kerja, nggak sedikit yang cuma seumur jagung. Bisa karena statusnya karyawan kontrak, bisa juga karena nggak betah. Kudu bangun pagi, kalo telat dimarahin, waktu nongkrong bareng sohib berkurang, atau gajinya yang pas-pasan. Akhirnya kembali lagi ke alamnya menyandang gelar pengacara. Ini sih namanya istiqomah di jalan yang salah atuh! Hehehe…

Sobat muda muslim, hubungan pergaulan dan idealisme remaja emang deket banget. Fase pen-carian identitas yang dilalui remaja menuntut kita untuk punya idealis-me alias tujuan hidup. Mau nggak mau, kita kudu bergaul biar kebayang idealisme kayak gimana sih yang pengen kita usahain. Tentu sesuai kemampuan dong. Cuma sayang seribu sayang, kian hari tren gaul teman remaja kian menuntut para aktivisnya untuk steril dari aturan agama. Hasilnya, tujuan hidup yang mangkal di benak sebagian besar teman remaja cuma sebatas materi, popularitas, atau pengakuan sebagai yang terhebat. Inilah produk gaya hidup Barat yang sekuler. Yang bikin temen-temen kita jadi teler. Waspadalah!

Meneladani sahabat Rasul
Sobat muda muslim, banyak temen kita yang ngefans banget ama bintang-bintang kenamaan; penyanyi pop, bintang sepak bola, tokoh legendaris, atau tokoh-tokoh fiktif. Sekarang coba kamu ceritain mana yang paling kamu kenal kehidupannya: Ali bin Abi Thalib ra atau David Beckham? Abdullah bin Mas’ud atau Michael Jackson? Mushab bin Umair atau Eminem? Usamah bin Zaid atau Gareth Gates?

Nggak usah malu. Jujur aja kalo kita lebih kenal orang-orang yang ada di pilihan kedua yang udah jelas orang kafir dan doyan maksiat. Malah nggak sedikit di antara kita yang ngefans sampe mencontoh gaya hidup mereka. Gaswat kan? Makanya sebagai remaja muslim, kita juga kudu kenal tokoh-tokoh di urutan kedua yang udah terbukti menjadi pemimpin dan pelopor kebangkitan di usia muda. Biar nggak salah pilih idola. Betul nggak seh?

Ali bin Abu Thalib ra.?  Beliau termasuk generasi pertama pemeluk Islam. Pada usia yang masih sangat belia, delapan tahun, beliau berani memeluk Islam atas keinginannya sendiri. Padahal ayahnya, Abu Thalib, masih tetap dalam keadaan kafir.

Ketika beliau ditanya, “Apakah engkau tidak minta izin dulu kepada Bapakmu untuk masuk Islam?�, maka beliau menjawab dengan tegas, “Allah tidak meminta izin kepada bapakku ketika Ia menciptakanku. Lantas, mengapa aku harus meminta izin kepada ayahku untuk menyembah-Nya?�

Abdullah bin Mas’ud. Abdullah ra masuk Islam pada usia 14 tahun. Beliau termasuk salah satu pembaca al-Quran yang paling baik, yang disebut-sebut Rasulullah dalam hadisnya: “Barangsiapa yang hendak membaca al-Quran sebagaimana ia diwahyukan, maka bacalah sesuai dengan bacaannya Ibnu Ummi Abdin (Abdullah bin Mas’ud).�

Selain Ali dan Abdullah, masih banyak contoh-contoh pemuda muslim lain yang nggak kalah hebatnya. Mush’ab bin Umair baru berusia 24 tahun ketika diutus Rasulullah saw. pergi ke Madinah untuk menyebarluaskan Islam. Usamah bin Zaid di usianya yang sweet seven teen, memimpin para sahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar sebagai Amirul Jihad (komandan pasukan kaum Muslim menghadapi pasukan Romawi). Ja’far bin Abu Thalib yang berani berdiri di depan Raja Najasy dari Habsyah (Ethiopia) untuk mewakili dan membela Islam walau usianya baru 20 tahun. Imam Syafi’i, salah satu ulama terbesar berhasil menghafal al-Quran pada usia 7 tahun dan menjadi mujtahid pada usia 14 tahun.

Pokoknya banyak banget deh figur pemuda Islam yang bener-bener berdiri di garis depan kebangkitan Islam dan kaum Muslimin. Tapi jangan sampe lupa, semuanya bisa berprestasi karena mereka hidup dengan aturan Islam dan berjuang untuk kejayaan Islam. Catet ya?

Menjadi striker handal
Striker handal nggak cuma milik Dado Prso yang membela klub asal Perancis, AS Monaco. Kita juga bisa meski nggak di lapangan hijau. Kita yang bakal mendobrak pertahanan musuh-musuh Islam yang tengah mengepung kita. Kita juga yang bakal memimpin umat ke arah kebangkitan yang selama ini kita dam-bakan bersama. Karena itu, mari kita sama-sama jadikan diri kita sebagai ujung tombak kebangkitan umat. Berikut beberapa tips sebagai masukan buat yang belum bisa istiqomah dengan Islam. Juga diharapkan bisa menjadi pemicu bagi para aktivis agar lebih dekat kepada Allah Swt.:

Pertama, menempa diri dengan tsaqofah Islam. Nggak usah alergi bin gengsi ikut pengajian. Galilah tsaqofah Islam sedalam mungkin. Sampai kita bener-bener yakin kalo Allah itu ada dan selalu mengawasi kita. Al-Quran itu perkataan Allah yang kudu kita jadiin pegangan dalam hidup. Dan Rasulullah saw. adalah panutan kita dalam berbuat.? 

Kedua, mengaitkan perbuatan kita dengan kehidupan akhirat. Sebagai muslim, udah seharusnya kita selalu mikir imbalan yang bakal kita terima sebelum berbuat. Pahala atau siksa di akhirat. Walaupun rencana itu masih diperdebatkan dalam hati. Kesadaran hubungan kita dengan Allah Swt. dan akhirat ini yang bisa jadi perisai buat lindungi diri kita dari dosa sekaligus memicu kita mencari pahala.

Ketiga, hidup dalam lingkungan yang baik. Salah satu upaya pencegahan biar kita nggak tergoda berbuat maksiat adalah hidup dalam lingkungan yang sehat dan steril dari godaan setan. Seperti dalam sebuah hadis: “Perumpa-maan teman pendamping yang shalih dan teman pendamping yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Dari penjual minyak wangi kalian bisa mendapatkan minyak wangi atau mencium bau harumnya; sedangkan dari tukang besi kalau tidak membakar pakaianmu, maka kalian akan mendapatkan bau busuk darinya.� (HR Bukhari Jilid 3 No. 314)

Keempat, berdakwah kepada orang lain. Nggak cukup rasanya kalo kita menimba tsaqofah tapi cuma buat diri sendiri. Kebayang, nggak akan tersebar Islam kalo kita nggak ikut nyampein ke orang lain. Karena kita memeluk Islam pun karena ada orang yang nyampein ke kita, keluarga, atau nenek moyang kita. Betul apa bener? Hehehe…

Kelima, ngikut aturan Islam nggak kayak robot. Istiqomah dengan aturan Islam bukan berarti kita nggak boleh senang-senang. Sok aja. Karena Rasulullah pun dulu suka becanda dengan istrinya, berolahraga dengan sahabatnya, atau pake baju yang bagus dan rapi. Tapi tetep, semuanya kudu nyar’i. Dan kita kudu hati-hati biar nggak terlena dengan berbagai macam hiburan atau larut dalam kesenangan. Karena itu kerjaan orang kafir. Kita tentu, BEDA!

Nah, sobat muda muslim, mumpung kita masih muda, jangan sia-siakan potensi yang kita punya. Manfaatkan waktu yang ada untuk belajar, berdakwah, berbuat baik kepada umat, dan berkarya sebelum masa muda hilang ditelan usia. Nggak ada kata terlambat buat jadi pemuda dambaan umat. Jadi striker pembela Islam ye! Tarik teruus…! [hafidz]

(Buletin Studia – Edisi 192/Tahun ke-5/26 April 2004)