Saturday, 27 April 2024, 06:09

Dalam sebuah riwayat, seorang? sahabat pernah menceritakan kisah seorang pemuda yang begitu ketakutan akan dosanya. Padahal perbuatan yang ia lakukan tidaklah atas kemauannya sendiri. Saat itu, secara tidak sengaja ia melewati sebuah rumah dan melihat di dalamnya seorang wanita penghuni rumah itu sedang mandi. Serta merta ia ketakutan teramat sangat. Hingga ia pun segera berlari menjauhi pusat kota sampai ke pegunungan antara Mekkah dan Madinah. Lebih kurang empat puluh hari ia tinggal dan bersembunyi di gunung tersebut, hingga dijemput oleh beberapa orang sahabat yang membawanya kembali dalam keadaan yang sakit parah akibat memikirkan kesalahannya.

Tak lama berselang, Rasulullah saw. pun kemudian mendatanginya dan menanyakan keadaan si pemuda. Akan tetapi si pemuda justru menghindar dan menanyakan apakah tobatnya telah diampuni Allah Swt. ataukah belum. Melihat hal demikian, Rasulullah saw. setelah mendapatkan wahyu dari Jibril kemudian memberitahukan bahwa Allah Swt. telah mengampuni dosa pemuda tersebut. Seketika itu juga pemuda tersebut terpekik dan tidak lama kemudian wafat.

Subhanallah! Begitu takutnya terhadap satu dosa (sekali lagi satu dosa!), seorang pemuda menghukum dirinya sendiri sedemikian berat.

Bila mengingat cerita ini, Tuan Sufi teringat beberapa bulan lalu ketika Tuan Sufi didatangi oleh 3 orang pemuda yang meminta agar dosa-dosa mereka diampuni Allah Swt. Saat itu, Tuan Sufi tidak memberikan jawaban apakah tobat mereka diampuni oleh Allah Swt. atau tidak. Tuan Sufi hanya menyuruh agar 3 pemuda tadi menyesali segala perbuatannya dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan mereka selama ini. Tak lama setelah menjelaskan tentang hal itu, lantas ketiga pemuda tadi disuruh pulang dan datang kembali keesokan harinya untuk melaporkan apa yang telah mereka lakukan setelah pertemuan tadi.

Esok harinya, ketiga pemuda tadi datang kembali menemui Tuan Sufi. Kemudian menceritakan apa saja yang mereka lakukan kemarin setelah berjanji bertobat dari dosa-dosa mereka.

Sambil tersedu-sedu, pemuda pertama menceritakan bahwa ia berjanji tidak akan lagi berpacaran dan telah memutuskan pacarnya yang telah dipacari selama 7 tahun. Hal itu pun sama dilakukan oleh pemuda kedua. Sambil diiringi tangis ia berjanji tidak akan lagi tidur kesiangan sebab dengan begitu ia suka terlewat ujian di sekolah yang akhitnya membuat ia tidak naik kelas. Sedangkan pemuda ketiga menangisi dirinya yang selalu membunuh semut di rumahnya tanpa alasan yang jelas dan menyadari bahwa ia dan semut tidaklah jauh berbeda statusnya.

Setelah agak sedikit mereda tangisnya, ketiga pemuda tersebut kemudian menanyakan kembali apakah tobat mereka akan diterima oleh Allah Swt. Sambil berpikir sejenak Tuan Sufi lalu mengatakan bahwa diterima atau tidak tobat mereka itu adalah urusan Allah Swt. Tidak ada satu pun kewenangan ia untuk mengatakan sesuatu itu dikabulkan Allah Swt atau tidak.

Hanya saja Tuan Sufi mengingatkan apabila tobat mereka ingin diampuni Allah Swt. maka mereka harus pintar mengukur seberapa sensitif sikap mereka terhadap setiap satuan dosa yang berbilang-bilang jumlahnya. Juga mengukur sebesar apa kadar penyesalan dan kegelisahan mereka terhadap masing-masing dosa. Di samping itu, memikirkan sampai derajat bagaimana mereka meridukan ampunan-Nya dan mengucap istighfar dari hati serta lisan. Kalaulah hal itu bisa mereka hitung, tinggal kemudian usaha mereka untuk optimis bahwa Allah Swt. akan mengampuni dosa dan menerima tobat mereka.

Sebab sebagaimana pun dosa dan tobat mereka, selama mereka tidak berusaha mengembalikan posisinya sebagai makhluk Allah Swt. maka hal itu akan sia-sia belaka. Hanya dengan menyadari bahwa hakikat kita adalah makhluklah maka hal tersebut akan senantiasa menjauhkan kita dari perbuatan dosa, menyesali dari perbuatan dosa, dan bertekad kuat untuk tidak mengulagi dosa tersebut. Wallahu’alam [gilang]

[diambil dari Majalah PERMATA, edisi Juni 2004]

4 thoughts on “(Tidak) Tobat

Comments are closed.