Saturday, 20 April 2024, 21:02

gaulislam edisi 330/tahun ke-7 (17 Rabiul Tsani 1435 H/ 17 Februari 2014)

 

Aduh, tema beginian bisa mancing orang untuk penasaran. Bisa juga mancing amarah orang yang nggak suka diusik hawa nafsunya (maklum, pengen beda katanya—jadi malah milih yang beda agama sebagai pacarnya). Tetapi, bisa juga tema ini menjadi bahan untuk dakwah. Yup, kalo gitu emang tergantung persepsi juga ya. Betul banget. Cara seseorang memandang suatu masalah juga berbeda-beda. Itu bisa terjadi karena beda pengetahuan, beda latar belakang sosial, beda latar belakang pendidikan dan juga latar belakang pemahaman agamanya.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Tema ini diangkat karena banyak kasus kaum muslimah—khususnya yang memang tergoda bujuk rayu pemuda nonmuslim atas dasar yang mereka sebut cinta, padahal sejatinya nafsu belaka. Kalo ngomongin soal ini, jadi inget kusutnya hubungan Asmirandah ama Jonas. Simpang siur beritanya, meski pada akhirnya mengarah pada satu fakta bahwa Asmirandah tergoda ama Jonas sehingga menjalin hubungan asmara. Bagi para orang tua ini jelas harus diwaspadai. Kasus serupa ini sebenarnya cukup banyak di kalangan masyarakat biasa.

Mengaku atas dasar cinta, akhirnya mereka berani untuk mencampakkan aturan agama. Nasihat orang tua tak didengar, apalagi nasihat dari orang lain. Ini jelas membahayakan. Saya pernah menyaksikan sendiri ada seseorang yang saya kenal menikahkan anaknya yang perempuan dengan seorang pemuda Kristen. Pihak keluarga orang tersebut tentu saja mempertanyakan keputusan kontroversial itu. Namun, kabarnya si cowok bersedia masuk Islam sebelum menikah. Singkat kata, dilangsungkanlah pernikahan. Bahkan saya diundang dan ikut menghadiri pernikahan tersebut.

Setelah beberapa bulan tak bertemu, saya mendapatkan kabar bahwa pernikahan tersebut akhirnya bubar. Pasalnya, kenalan saya itu marah besar karena ternyata menantunya itu ingkar janji. Setelah nikah malah nggak mau shalat, ngajak istrinya untuk pindah agama segala. Waduh. Setelah mendengar kabar itu saya tak pernah bertemu lagi. Entah apa yang kini terjadi. Cukuplah itu menjadi pelajaran yang tak boleh berulang.

 

Pacaran sebagai modusnya

Suatu hari, redaksi gaulislam menerima SMS dari pembaca yang bertanya tentang bolehkah pacaran beda agama? Tentu saja kami, kru gaulislam menjawabnya bahwa pacaran sesama muslim saja dilarang, apalagi dengan yang beda agama. Pacaran itu aktivitas maksiat. Hubungan gelap tanpa ikatan pernikahan. Jelas, itu melanggar syariat. Nah, apalagi kemudian berisiko jika melakukan pacarannya dengan nonmuslim. Para pelakunya menyangka bahwa itu hanya persoalan cinta. Wedew, cinta jadi di atas segalanya. Bahkan mengalahkan syariat. Sobat, itu bukan cinta, tetapi hawa nafsu buruk karena sudah terjerat bujuk rayu setan. Naudzubillah.

Sobat gaulislam, pacaran memang sangat mudah dijadikan modus untuk menjauhkan remaja muslim dari akidah dan syariat Islam. Mereka dicekoki bahwa cinta di atas segalanya. Orang yang sedang jatuh cinta dikompori dan digelapkan matanya agar yang ada di pikirannya adalah kebahagiaan dan kesenangan semata. Sehingga ketika ada orang yang mengusik atau memberi nasihat agar kembali ke jalan yang benar dianggapnya sebagai bentuk turut campur urusan orang lain.

Mengapa pacaran yang dijadikan modus paling gampang untuk menjauhkan remaja muslim? Begini. Masa remaja itu kan masa puber, ditandai dengan menyukai lawan jenis. Tumbuh perasaan suka dan senang jika bertemu atau berkomunikasi dengan lawan jenis. Ketika sarana untuk bertemu dan berkomunikasi tersedia, maka bukan tak mungkin mereka akan memanfaatkannya dan menjalin kisah asmara. Jika sudah kecanduan pengen berinteraksi dengan lawan jenis, yakni melalui aktivitas pacaran, maka segala cara dilakukan. Apalagi kini ada jejaring sosial semacam Facebook dan Twitter, maka tambah gampang untuk menjalin hubungan. Bahkan di situs jejaring buatan Mark Zuckerberg ini status seseorang yang berhubungan dengan lawan jenisnya bisa dipublis (jika yang punya akun menginginkannya). Akibatnya, tentu teman-teman dari kedua belah pihak jadi mengetahui hubungan mereka.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Membahas tema cinta dan pergaulan remaja sudah menjadi salah satu ciri gaulislam, maka jika kamu masih penasaran bagaimana penjelasan detil tentang dilarangnya pacaran dalam Islam, silakan bisa searching artikel-artikelnya di website gaulislam.com (kunjungi dan temukan jawabannya!). Tetapi intinya, bagi seorang muslim pacaran itu haram hukumnya. Catet ya!

 

Beda akidah, beda tujuan akhir

Allah Ta’ala berfirman tentang larangan menikahi orang-orang musyrik, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS al-Baqarah [2]: 221)

Tuh, ini perlu kamu ketahui lho. Awalnya sih pacaran, tetapi setelah kamu lengket dengannya, malah diajak nikah. Apalagi bagi para remaja muslimah yang dipacari cowok nonmuslim, terus karena pacarannya kebablasan berbuah kehamilan, udah gitu kan pilihannya makin sulit dan malah mau saja dinikahi oleh cowok beda akidahnya itu. Musibah besar, Bro en Sis!

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (QS al-Mumtahanah [60]: 10)

Saya kutipkan dari website muslim.or.id tentang pendapat para ulama seputar penjelasan ayat ini. Menurut Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Para ulama kaum muslimin telah sepakat tidak bolehnya pria musyrik (non muslim) menikahi (menyetubuhi) wanita muslimah apa pun alasannya. Karena hal ini sama saja merendahkan martabat Islam.” (Tafsir al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Mawqi’ Ya’sub, 3/72)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ayat ini (surat al-Mumtahanah ayat 10) menunjukkan haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki musyrik (non muslim)”  (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 13/521)

Imam asy-Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Ayat ini (surat al-Mumtahanah ayat 10) merupakan dalil bahwa wanita muslimah tidaklah halal bagi orang kafir (non muslim). Keislaman wanita tersebut mengharuskan ia untuk berpisah dari suaminya dan tidak hanya berpindah tempat (hijrah)” (Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani, Mawqi’ at-Tafasir, 7/207)

 

Islam memuliakan kita

Ada nasihat dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu yang perlu kita renungkan. Menjelang wafatnya, beliau menasihati sahabat-sahabatnya, “Sesungguhnya kita telah diciptakan, kita ini awalnya tidak berarti apa-apa sampai akhirnya Allah memuliakan kita dengan Islam. Maka jika kita pergi untuk mencari kemuliaan pada selain-Nya, maka niscaya Allah akan menghinakan kita.”

Sobat muda muslim, Umar bin Khattab juga selalu merasa bimbang terhadap dirinya sendiri, “Apa yang hendak kau katakana pada Rabbmu besok di akhirat?” beliau senantiasa melantunkan syair untuk menasihati dirinya, “bukankah kamu adalah seorang yang rendah, lalu Allah mengangkatmu. Bukankah kamu dahulu adalah orang yang sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepadamu. Bukankah kamu dahulu adalah orang yang hina, lalu Allah memuliakanmu. Lalu apa yang hendak kau lakukan kepada Rabbmu dihari esok (akhirat)?”

Subhanallah. Kita mulia dengan Islam. Jadi, heran aja kalo sampe ada kaum muslimin yang masih mencari kemuliaan selain Islam. Nggak bakalan ada. Yakinlah. Cuma Islam yang membuat kita mulia. Maka, buat apa cari cowok atau cewek nonmuslim untuk dijadikan pacar. Sudahlah pacarannya dilarang, eh malah pacaran sama orang selain Islam pula. Waduh, itu sih asli nyari penyakit. Hindari ya!

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Meski kamu berbusa-busa bilang bahwa apa yang kamu lakukan adalah atas dasar cinta walau harus menyukai lawan jenis yang nonmuslim. Bohong! Itu bukan cinta, tetapi gejala orang yang kena jebakan setan atas nama cinta. Itu sebenaranya hawa nafsu buruk, tetapi disulap jadi indah dan atas nama cinta. Setan emang pinter bikin jebakan agar kamu terjerumus dalam pergaulan yang nista.

Jadi, jangan nekat melanggar syariat ya. Sebaliknya, buanglah pacar pada tempatnya. Apalagi pacarmu nonmuslim. Amit-amit dah kalo kudu ngorbanin kekalnya akhirat dengan secuil kenikmatan sesaat bin fana duniawi. Rugi banget kalo ninggalin akidah dan syariat Islam, lalu mengejar kenikmatan semu di akidah lain.

So, mulai sekarang perbaiki imanmu, kuatkan takwamu, semangat beribadah, dan tetap beramal shalih. Mulai sekarang jauhi pacaran, apalagi pacaran dengan nonmuslim. Why? Itu bikin dosa dan membahayakan akidahmu [solihin | Twitter @osolihin]

1 thought on “Cinta Tapi Beda Akidah

  1. yang g boleh kan pacaran..
    tpi kalau dijadi’in adek2an atau sejenisnya gtu hukumnya bagaimana??

    setiap perbuatan itu ada niatnya. Dicatat niatnya. Namun bukan berarti hanya niat (saja) yang dinilai, tetapi juga caranya. Untuk apa sih ada istilah “adek2an atau kakak2an”? Itu cuma modus pacaran terselebung. Tetap aja berlaku hukum pergaulan dengan nonmahrom. Ada aturan dan batasan. Tetap haram dilakukan karena terkategori hubungan akrab dengan nonmahrom. Hati2 dan waspada! Setan tak selalu mengajak keburukan dengan cara yang buruk, tetapi seringkali dengan ‘bungkus’ kebaikan. Jauhi perzinaan.

    redaksi gaulislam

Comments are closed.