Thursday, 28 March 2024, 19:06

gaulislam edisi 166/tahun ke-4 (21 Muharam 1432 H/ 27 Desember 2010)

Bro en Sis, makasih udah setia nungguin gaulislam setiap pekannya. Nggak terasa ya, edisi pekan ini adalah edisi terakhir di tahun 2010, karena pekan depan insya Allah kita sudah berada di awal tahun 2011, dan tentunya kita semakin tua. Itu artinya pula, kian berkurang saja jatah hidup kita di dunia ini. Semoga hidup kita senantiasa lebih baik dari hari ke hari. Dan, insya Allah kamu semua tetap akan mendapatkan informasi, yang tidak saja menarik, tetapi juga bermanfaat dari buletin gaulislam. Sebabnya apa? Karena kami di gaulislam sangat sayang sama kamu semua. Cieee.. ini bukan rayuan gombal maupun rayuan gembel, tapi jujur ini datangnya dari lubuk linggau, eh maaf, dari lubuk hati yang paling dalam. Semoga saja kami di gaulislam bisa selalu memberikan yang terbaik untuk kamu semua dalam belajar Islam. Insya Allah ya.

Kamu mungkin bertanya-tanya kali ya, kenapa sih gaulislam bahas tema beginian? Kenapa nggak bahas soal kekalahan timnas sepakbola Indonesia yang dibantai timnas sepakbola Malaysia 3 gol tanpa balas di Final leg 1 AFF Cup? Bukankah kita semua udah paham bahwa hidup kita memang hanya sekali dan hanya sesaat di dunia ini? Ya, memang benar. Hidup kita hanya sekali dan sesaat saja di dunia ini. Semua orang insya Allah banyak yang tahu dan sudah sering dibahas. Namun, saya juga masih menyimpan rasa khawatir, khususnya buat kamu para remaja. Why? Yup, karena meski kelihatannya udah tahu dan ngerti, tetapi sering LUPA. Catet ya, saya tulis dengan huruf kapital semua: LUPA. Kita dan kamu semua bukan berarti tidak tahu bahwa hidup di dunia ini singkat. Nggak, bahkan sangat paham. Tapi sayangnya banyak yang lupa kalo hidup ini ternyata singkat. Kadang malah kita juga lupa identitas kita sebagai muslim dan cinta Islam. Buktinya ya lebih kecewa timnas sepakbola Indonesia keok ketimbang kecewa bahwa banyak kaum muslimin yang melanggar syariat. Ya, itu namanya lupa dalam menentukan prioritas amal perbuatan, termasuk dalam menentukan cara berpikir dan berperasaan. Kok bisa lupa?

Bisa saja, Bro en Sis. Namanya juga manusia. Tempatnya salah dan dosa. Memang harus diakui juga bahwa ada manusia yang menyadari kesalahan dan dosa yang diperbuatnya, sehingga ia benar-benar bertobat dan ada juga yang nggak nyadar-nyadar sampe wafat. Nah, kamu mau pilih yang mana? Manusia yang mau mengakui kesalahannya atau tetap bangga dengan kesalahannya?

Ih, manusia yang normal pasti milihnya yang baik-baik dong ya. Pasti ingin mengakui kesalahan dan memperbaikinya di lain waktu. Tidak mengulanginya lagi, sekaligus berusaha menambah terus kebaikannya. Itu baru hebat, Gan!

Namun, jika melihat kenyataan yang ada, kita perlu waspada dan sedih juga menyaksikan banyak remaja muslim yang seolah tidak menyadari bahwa hidupnya di dunia ini hanya sekali dan sesaat pula. Amal yang diperbanyak bukan amal shalih, tetapi malah amal salah. Maksiat dibanggakan, sikap taat syariat malah diabaikan. Gaya hidup hedonistik sepertinya sudah akrab dalam gaya gaul remaja. Kamu tahu hedonis kan? Sip, hedonis adalah memuja kenikmatan jasadi dan materi demi kesenangan semata. Untuk mendapatkan kedua jenis kenikmatan itu, rela menghalalkan segala cara karena yang terpentinng adalah bisa memuaskan hawa nafsunya dalam memenuhi kenikmatan jasadi dan materi. Kalo pengen jelas, bisa kamu temukan di kamus. Salah satunya penjelasan ini: Dalam Kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols & Hassan Shadily, “hedonism” diartikan sebagai “Paham yang dianut orang-orang yang mencari kesenangan semata-mata”. Suatu way of life alias jalan hidup yang mengedepankan kesenangan itu, meliputi pola pikir dan perasaan, penampilan lahiriah dan perilaku.

Boys and gals, kita juga merasa sedih jika melihat banyak teman remaja yang kurang bergairah menghadapi hidup. Baru mendapat tantangan sedikit saja langsung loyo dan nggak mau bangkit, terus memilih KO. Padahal kita harusnya optimis dan sangat semangat memanfaatkan setiap detik waktu yang diberikan Allah Swt. agar kita mampu menjadi pribadi yang hebat dengan jatah waktu hidup yang hanya sekali dan singkat.

Saat kita diciptakan

Rasulullah saw. yang mulia, para sahabatnya, para khalifah, para ulama, ilmuwan muslim di masa kejayaan Islam, pejuangnya dan orang-orang hebat dan mulia karena keimanan dan ketakwaan lainnya diciptakan dengan proses penciptaan yang sama. Berawal dari sel sperma yang membuahi sel telur dan atas izin Allah Swt, jadilah embrio, lalu dalam waktu tertentu tumbuh sebagai janin dan akhirnya lahir ke dunia. Bagaimana dengan para begundal macam Fir’aun, Abu Jahal, Hitler, Mussolini, George W Bush dan orang yang sejenis perilakunya dengan mereka, apakah diciptakan dari bahan yang berbeda dengan orang-orang yang mulia? Nggak. Sama, Bro. Semua manusia diciptakan sama. Bahan bakunya sama: sel sperma (air mani) dan ovum (sel telur).

Allah Swt, menyampaikan penjelasan ini dalam firmanNya (yang artinya): “Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,” (QS al-Qiyaamah [75]: 37-38)

Dalam ayat lain (yang artinya): “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS al-Insaan [76]: 2)

Tuh kan, amat jelas. Bahwa yang beriman dan yang kafir diciptakan oleh Allah Swt. dari bahan yang sama. So, yang membedakan mereka satu sama lain ketika sudah lahir ke dunia adalah informasi dan cara belajarnya untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Apa yang diperbuatnya di dunia inilah yang akan dipertanggung jawabkan nanti di akhirat kelak.

Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).” (QS al-Mu’min [40]: 67)

Juga dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” (QS Kahfi [18]: 37)

Kalo kamu masih belum puas, Allah Swt. juga berfirman (yang artinya): “Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.?” (QS an-Nahl [16]: 4)

Ayat-ayat ini membuktikan kepada kita bahwa manusia (anak keturunan Adam) diciptakan dari “bahan baku” yang sama. Orang yang sekarang beriman, berilmu dan gemar beramal shalih ditempatkan di rahim ibunya sebelum lahir ke dunia. Orang yang pikirannya korengan dan hatinya borok alias gemar maksiat dan tak mengimani Allah Swt. pun sebelum lahir ditempatkan sama di rahim ibunya. Tak ada bedanya.

Kalo dalam penciptaan saja sama, dan saat itu kita lemah kenapa harus merasa berkuasa dan menentang Allah Swt.? Kalo memang perkasa, harusnya nggak lemah dan bisa menghidupi diri sendiri sejak “menciptakan diri sendiri” sampai lahir ke dunia. Iya nggak sih? Nah inilah renungan buat kita semua, bahwa kita sejak awal penciptaan tak dibedakan prosesnya.

Bro en Sis, dalam hadis Qudsi Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Wahai anak Adam, sesungguhnya Aku telah menetapkanmu dalam kandungan ibumu. Aku telah menyelubungi wajahmu dengan lapisan agar kau tak bisa keluar dari rahim. Kujadikan wajahmu mengarah kepada punggung ibumu agar bau makanan tidak mengganggumu. Aku buat dirimu bisa berputar ke kanan dan ke kiri. Sesungguhnya yang ada di sebelah kananmu adalah hatimu dan di sebelah kiri adalah limpa. Aku ajarkan dirimu cara berdiri dan duduk selama engkau berada dalam kandungan. Setelah tiba waktumu, Aku utus malaikat yang bertanggung jawab untuk mengeluarkanmu dari rahim. Ia pun mengeluarkanmu darinya dengan bulu-bulu dari sayapnya. Tiada gigi yang bisa menggigit yang bisa menggigit kau miliki, tiada juga tangan yang bisa menggenggam, ataupun kaki yang bisa melangkah. Lalu timbulkan bagimu dua pembuluh darah dalam dada ibumu yang mengalirkan susu untukmu. Ia akan terasa panas di musim dingin dan dingin di musim panas. Aku tanamkan cintamu dalam hati kedua orang tuamu. Mereka tidak akan pernah kenyang hingga kau kenyang dan tidak akan tidur hingga kau tertidur.” (Dr. Musfir bin Said az-Zahrani, at-Taujiih wal irsyaadun nafsi minal Qur’anil karim was-Sunnatin Nabawiyyah (eds. terjemahan), hlm. 82)

Oya, ini juga menjadi proses kesadaran bagi kita bahwa kita tak perlu merasa minder dengan orang yang hebat saat ini. Kita hanya perlu memahami bahwa “start” semua orang sama. Semua manusia lahir ke dunia setelah melalui proses yang sama. Itu sebabnya, tidak ada alasan bahwa kita harus menyerah dan tak semangat dalam hidup. Sebaliknya, siapkan diri untuk berprestasi. Karena hidup tak sekadar tumbuh, tapi juga harus berkembang. Kalo cuma tumbuh, kita jadi nggak ada bedanya dengan ‘peradaban’ hewan. Justru kelebihan manusia dari hewan adalah karena manusia memiliki akal untuk berpikir. Contoh nyata, manusia dengan pemikirannya bisa mengembangkan kehidupannya. Hewan tidak. Jika manusia kedinginan ia akan mencari kehangatan. Tidak puas dengan sekadar duduk di depan api unggun, manusia menciptakan pakaian pelindung, menciptakan tempat tinggal yang bukan saja melindunginya dari dingin, tapi juga sengatan matahari. Hewan? Malah manusia yang membuatkan rumah, eh kandangnya. Silakan eksplorasi sendiri perkembangan yang berhasil dibuat oleh manusia. Amat banyak dan bahkan teramat terbanyak. Allah Swt. memberikan semua itu untuk kebaikan manusia. Tetapi ternyata masih aja ada manusia yang nggak menyadarinya. Ngeyel bener deh tuh!

Hiasi dengan iman, ilmu dan amal

Para orangtua kita mungkin sering banget nasihatin kita soal kehidupan. Maklumlah, mereka kan lebih banyak waktu yang dihabiskannya di dunia ini ketimbang kita. Usianya aja jelas jauh beda ama kita. Iya dong, kalo seumuran namanya temen, bukan ortu. So, wajar banget dong kalo nasihatin kita-kita soal hidup. Karena ortu kita udah pengalaman puluhan tahun lebih lama di dunia ini ketimbang kita-kita. Tul nggak sih?

Sobat muda muslim, kita juga jadi bisa belajar kepada ortu atau siapa pun yang lebih pengalaman dan lebih tahu tentang bagaimana menjalani hidup dengan nyaman, aman, dan tentunya menikmatinya dengan senang hati. Meski, tentu saja, bukan hidup namanya kalo nggak ada rintangan, halangan, dan bahkan tekanan. Karena kehidupan itu sendiri adalah ladang ujian buat kita, sekaligus ladang ibadah dan amal. Kalo kita bisa menjalaninya dengan baik, maka ujian hidup itu akan memberikan kita pengalaman yang sangat berarti.

Itu sebabnya, kita wajib heran kalo ada orang yang menjalani kehidupan tanpa mimpi, tanpa cita-cita, tanpa target, tanpa evaluasi, dan bahkan tanpa belajar. Sebab, hidup di dunia ini harus ada bekasnya. Baik untuk diri sendiri, orang lain, untuk agama kita, dan juga untuk ibadah kepada Allah Swt. Tolong dicatet ya.

Bro en Sis, banyak ilmu dan amal tapi nggak beriman, percuma. Banyak amal tapi tanpa disertai ilmu yang benar juga kayaknya sia-sia banget, apalagi nggak beriman. Jadi, formula yang tepat itu adalah, kita beriman terlebih dahulu, kemudian belajar sehingga berilmu dan mengamalkan ilmu untuk kebaikan sesuai tuntunan dari Allah Swt dan RasulNya. Lengkap deh namanya.

Maka, supaya kita bisa menikmati hidup ini dengan tenang dan enak, hiasi hidup ini dengan iman, ilmu dan amal shalih. Keimananlah yang membedakan antara seorang mukmin dengan seorang kafir. Allah Swt. sudah menjanjikan ganjaran surga di akhirat kelak bagi orang-orang yang beriman: “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 82)

Allah Swt. juga meninggikan orang yang beriman dan berilmu, sebagaimana dalam firmanNya: “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS al-Mujaadilah [58]: 11)

Sobat, insya Allah iman kita, ilmu kita, dan amal shalih kita akan memberikan tambahan kenikmatan dalam menjalani kehidupan di dunia ini sesuai dengan ajaran yang kita anut selama ini, yakni Islam.

Oke deh, semoga tema yang dipilih gaulislam edisi ke-166 di pekan ini bisa memberikan semangat dan wawasan baru buat kamu semua dalam menjalani kehidupan di dunia. Tetap optimis, sabar, bersyukur dan senantiasa menanamkan kekuatan iman, semangat mengkaji ilmu, dan gemar melakukan amal shalih kepada sesama. Sip deh, jadikan hidup yang memang sekali dan sesaat ini penuh makna dan nikmati sesuai aturanNya. Siap kan? Harus! [solihin: osolihin@gaulislam.com]

4 thoughts on “Hidup Ini, Hanya Sekali dan Sesaat Saja

  1. Saya senang bangat baca tulisan ini, saya akan sering berkunjung kesini dan juga ngajak sahabat-sahabat saya berkurjung ke website ini.

    Ya, benar sekali, saya paham kalau hidup ini sangat singkat tapi sering kali saya lupa dan sengaja melupakan hal itu, ingin sekali saya merubah sikap buruk saya yang sering sekali menunda-nunda kegiatan kecil yang bermamfaat. Saya berharap di pekan-pekan yang akan datang akan dibahas tentang kegiatan menunda-nunda hal yang baik.

    Terima kasih atas kunjungan dan apresiasinya, juga rencana mengajak temannya yang lain untuk mengunjungi webiste kami. semoga bermanfaat.

    Salam,
    gaulislam

  2. alhamdulillah ya allah………., engkau telah mengarahkan hati hamba hingga daku sampai pada kata-kata yang sangat menyentuh ini………
    semoga menjadi landasan bagiq ketika ingin berbuat sesuatu,,,,,,,,,,,amin,

  3. Assalmwrwb

    Afwan, tulisannya boleh dijadikan referensi buat ngisi remaja ya?
    Jzk

    wswrwb
    Ok. Silakan. Tapi seperti biasanya, tolong cantumkan sumbernya ya, yakni dari gaulislam.
    Terima kasih
    redaksi

Comments are closed.