Saturday, 27 April 2024, 06:17

Boleh saja AS mengaku sebagai pendekar HAM dan polisi dunia. Praktiknya, AS adalah negara teroris nomor wahid. Sebagian besar jejak kekerasan AS masih bisa terlacak.

Hari itu tanggal 6 Agustus pagi hari di kota Hiroshima udara cerah dengan suhu 26,7 derajat Celcius. Sekitar 400 ribu penduduknya menjalankan rutinitas kegiatan sehari-hari di tengah kecamuk Perang Dunia II. Tidak ada yang tahu bahwa beberapa saat kemudian kota mereka akan menjadi ‘neraka’ dunia. Pada saat yang bersamaan pesawat pembom AS B-29 yang diberi nama?  Enola Gay menyusur dari Timur Laut pada ketinggian 8,500 meter (28,000 kaki) dari pangkalan udara Tinian. Tepat pada pukul 8.15 waktu Jepang, pilot Enola Gay, Kol. Paul Tibbets menjatuhkan bom atom Uranium-235 dari ketinggian 9,000 meter. Bom yang bernama sandi Little Boy itu meledak tepat di sebelah Rumah Sakit Hasima, kawasan komersial yang padat penduduk.

Ledakan dahsyat terjadi membentuk cendawan raksasa yang membumbung ke angkasa. Bila dibandingkan dengan bahan peledak konvensional (TNT) ledakan bom atom di Hiroshima setara dengan 10 ribu ton TNT. Suhu di area ledakan diperkirakan mencapai 3,000 – 4,000 derajat Celcius. Sebagai perbandingan, titik lebur besi saja ‘cuma’ 1,500 derajat Celcius. Pada saat ledakan terjadi suhu di area tersebut mencapai 300 ribu derajat Celcius.

Sementara itu angin kuat akibat ledakan merusak rumah dan berbagai bangunan dalam radius 1,5 mil. Dalam lingkungan 1 km dari pusat ledakan kain dan rumah kayu habis terbakar. Atap-atap rumah yang berada dalam lingkungan 6,000 meter dari pusat ledakan mengelembung pada permukaannya, dan permukaan berbatu retak akibat udara panas. Angin di tempat terbakar menjadi hangat menyebabkan ia bergerak ke atas, dan angin yang lebih dingin bertiup dari semua arah. Ini menghasilkan bola api dengan diameter 15 m yang bergulung. Dua hingga tiga jam kemudian, kecepatan tiupannya mencapai 18 meter perdetik (mps). Dari pukul 11 pagi hingga 3 petang, angin kencang bertiup daripada pusat ledakan ke arah utara bandar Hiroshima. Segala benda yang berada dalam area 2 km dari pusat ledakan menjadi abu.

Demikian dahsyatnya ledakan bom atom di Hiroshima sampai-sampai setiap orang yang menyaksikan ledakan Little Boy selalu mengatakan, “Kami menyaksikan matahari lain di angkasa ketika bom itu meledak.”

Di dalam cockpit sendiri Kol. Paul Tibbets konon merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan. Dalam majalah Newsweek edisi 24 Juli 1995, ia menceritakan saat-saat kota itu meledak. “My God,” katanya kepada diri sendiri. “What have we done?” sesalnnya.

Tapi penyesalan Tibbets tak berarti apa-apa. Pembantaian massal telah terjadi. Menurut perkiraan total korban mencapai 200 ribu orang menjadi korban keganasan Little Boy. Pemerintah Jepang sendiri baru mampu menuliskan 4,977 nama para korban. Meski diakui sebagai aksi terkejam militer AS, tapi mereka selalu berdalih bahwa pemboman itu terpaksa dilakukan untuk menghentikan jatuhnya korban lebih banyak lagi akibat kekejaman Jepang selama PD II.

Nafsu membunuh AS terlihat dari serangan bom atom berikutnya ke Nagasaki. Hanya tiga hari setelah serangan ke Nagasaki. Tepatnya tanggal 9 Desember 1945. Berbeda dengan aksi pertama, kali ini bom atom yang dipergunakan AS terbuat dari Plutonium 239 murni yang mempunyai massa superkritis 16 kg. Bom atom yang kedua ini diberi sandi Fat Man. Sama seperti Little Boy, bom ini juga memiliki daya ledak setara dengan 10 ribu ton TNT. Ledakan kedua ini diperkirakan menelan korban sebanyak 70 ribu jiwa.

Ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki tidak saja menciptakan kerusakan dan kematian seketika tapi juga efek radiasi yang mematikan. Sejumlah orang meninggal beberapa bulan setelah kejadian, sementara yang lainnya menyusul beberapa tahun kemudian. Sebagian lagi mengalami mutasi gen sehingga melahirkan bayi-bayi yang cacat atau malah tidak mampu melahirkan sama sekali.

Apa yang dilakukan AS bukan sekedar untuk menghentikan perang, tapi juga untuk membalas perlakuan Jepang. Seperti kamu bisa lihat dalam sejarah, AS demikian dendam pada Jepang setelah Pearl Harbor dibombardir angkatan udara Jepang. Inilah teror pertama yang terbesar yang pernah dilakukan AS.

Vietnam; 3 Juta Jiwa!
Vietnam adalah satu contoh lagi tragedi kemanusiaan yang diciptakan Paman Sam. Diperkirakan 3 juta orang Vietnam – sipil, militer, anak-anak, wanita dan orang tua – menjadi korban kekejaman tentara AS. Jatuhnya korban yang teramat banyak dari kalangan sipil tidak lepas dari metode pelatihan yang diterapkan AS terhadap para prajuritnya.

Hal ini diakui Profesor psikologi dari akademi militer West Point di Amerika Serikat, letnan kolonel Dave Grossman Grossman. Ia mengatakan, militer memang secara sadar dibentuk dan dididik untuk menyerang dan membunuh. Secara fisik dan psikis, tentara dilatih untuk menjadi brutal. Berbagai latihan, kondisi serta model membuat tentara selalu siap membunuh. Pada dasarnya, semarah apapun manusia, mereka masih punya ketakutan untuk membunuh. Buktinya, pada saat perang dunia kedua, hanya sekitar 15 persen tentara yang menembak mati lawannya. Akan tetapi pelatihan gaya baru yang membuat tentara menjadi lebih brutal, terbukti berhasil menekan rasa takut untuk membunuh. Pada saat perang Vietnam misalnya, lebih dari 90 persen tentara AS dengan brutal menembak mati siapapun yang dianggap musuhnya tanpa pandang bulu. Bukan hanya itu, tentara AS juga terbukti melakukan perkosaan pada wanita-wanita Vietnam.

Perang Vietnam sendiri ditujukan AS untuk mencegah masuknya pengaruh komunis di kawasan Asia, selain tentunya untuk memperkuat pengaruh mereka. Pada waktu itu komunis berbasis di Vietnam Selatan. Pasukan mereka inilah yang kemduian dikenal dengan nama Vietkong.

Pada tahun 1961, presiden AS yang baru dipilih, Kennedy, mengirimkan 100 penasihat militernya yang pertama bersama dengan satu unit khusus dengan 400 tentara ke Vietnam. Pada tahun berikutnya, AS menambah jumlah pasukannya di Vietnam menjadi 11.000 tentara.

Pada tanggal 2 Agustus 1964, dua kapal pesiar Amerika di tembaki oleh kapal-kapal patroli Vietnam Utara di Teluk Tonkin. Amerika bersikeras bahwa kapal-kapal pesiar itu berada di perairan internasional. Dan menjadikan peristiwa itu sebagai alasan untuk membom Vietnam Utara untuk pertama kalinya. Hanya saja pada tahun 1971, diketahui bahwa dua kapal perang Amerika telah melanggar daerah perairan Vietnam Utara.

Pada bulan Maret 1965, pesawat tempur AS memulai Operation Rolling Thunder, pemboman besar-besaran terhadap Vietnam Utara. Sekitar tiga setengah tahun kemudian, bom-bom dijatuhkan di sekitar Vietnam Utara yang jumlahnya dua kali lebih banyak dari jumlah bom yang dijatuhkan pada Perang Dunia II.

Puncak Perang Vietnam pada tahun 1968, yaitu saat AS mengirimkan hampir setengah juta tentaranya ke Vietnam. Pasukan Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Filipina dan Thailand semuanya berjumlah 90.000 orang. Dan saat itu tentara Vietnam Selatan berjumlah 1,5 juta orang.

Kalau AS menuduh Saddam Hussein sebagai pemakai senjata pemusnah massal, maka sebenarnya apa yang dikerjakan AS di Vietnam jauh lebih yang keji. Ada dua bom yang terkenal pada perang Vietnam.

Pertama, bom Napalm. Bom yang murah, tapi berdaya hancur kejam. Napalm ini bekerja dengan cara membakar obyeknya. Napalm jenis super bisa menghasilkan panas antara 1,500 – 2,0000C. Malah ada juga yang mampu menghasilkan panas antara 2,500-3,5000C. Korban yang terkena ledakan bom ini akan mengalami luka bakar yang dahsyat,mulai dari kerusakan kulit sampai jaringan otot. Pada perang Vietnam bom Napalm dijatuhkan oleh militer AS di sembarang tempat, tidak saja membunuh pasukan Vietkong, tapi juga wanita dan anak-anak.

Kedua, Orange agent. Tidak puas dengan kekejaman itu, Presiden Richard Nixon menguji serbuk Orange Agent yang menggunduli hutan di bagian tengah Vietnam. Senjata kimia yang berbentuk serbuk berwarna oranye itu apabila terkena atau terhisap hidung manusia punya efek yang lebih dahsyat. Bayi yang dilahirkan oleh ibu dari area yang terkena Orange Agent menjadi cacat.

Selain Operation Rolling Thunder, AS juga menjalankan operasi militer yang kejam, Program Phoenix atau Operation Phoenix. Yakni berupa pusat-pusat interogasi di seluruh Vietnam yang mengantarkan ribuan rakyat Vietnam menemui ajal. Sementara itu para wanita diperkosa terlebih dahulu sebelum dibantai militer dan agen-agen CIA. Operasi Phoenix ini dilakukan oleh CIA, Angkatan Darat AS, Angkatan Udara AS, Marinir AS dan Angkatan Laut AS. Salah satu daerah yang menjadi ladang pembantaian adalah daerah My Lai.

Pada tanggal 30 April 1975, Vietnam Utara dan kekuatan komunis Selatan memulai serangan dengan maksud untuk menguasai negara Vietnam Selatan. Beberapa minggu kemudian, tepatnya tanggal 30 April 1975, pasukan Vietnam Utara menduduki Saigon dan mengakibatkan berakhirnya perang yang telah berlangsung selama tiga puluh tahun.

Irak: Pembantaian Perlahan
“Bom membunuhmu dalam satu detik, tapi embargo ini membunuhmu setiap hari,” kata Razaq seorang pensiunan pegawan negeri Irak pada New York Times edisi 3 Januari 1999.

Ya, tidak ada keraguan sama sekali bahwa Amerika Serikat dan Sekutunya tengah melakukan pembantaian secara perlahan di Irak. Usai Perang Teluk pada tahun 1991 rakyat Irak mendapat embargo ekonomi yang sangat berat. Dengan dalih menghancurkan pemerintah Saddam Husein, AS mendesak PBB untuk mengeluarkan resolusi-resolusi yang menghukum Irak. Keluarlah resolusi PBB No 665 yang meminta pasukan PBB dikirim ke Teluk dan melaksanakan embargo. Embargo tersebut di antaranya melarang pasokan obat-obatan, peralatan medis, makanan dan pakaian bayi, bahan-bahan kimia penjernih air, dsb. Tapi yang merasakan penderitaan bukanlah Saddam Husein, tapi jutaan rakyat Irak, separuhnya adalah anak-anak.

Berbagai media di Irak, terutama harian Al Sarqu al-Aushat memberitakan, lebih dari 66% anak-anak Irak mengalami kekurangan gizi yang akut, 56% ibu hamil mengalami kekurangan zat darah merah (haemoglobin) dengan angka kematian bayi cukup tinggi yakni 126 dari 1.000 angka kelahiran. Dr Insam Bayathi dari salah satu Universitas Kristen di Irak menyebutkan, penderita kanker darah di kalangan anak-anak Irak meningkat 66% sejak invasi Irak atas Kuwait. Ini terjadi karena embargo AS atas Irak, hingga akhirnya Baghdad hanya boleh melakukan ekspor minyak seharga 2 miliar dolar per 6 bulan untuk makanan dan obat-obatan. Itu pun sebelumnya ditentang AS. Sungguh kebijakan negara besar yang tidak manusiawi.

Pada bulan Juli 1989, sebelum sanki dijatuhkan, 387 anak berusia lima tahun meninggal setiap bulan. Pada bulan Juli 1998, 6,495 anak-anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap bulan. Diperkirakan embargo ekonomi itu telah menelan korban jiwa antara 1,5 juta sampai 2 juta jiwa – separuhnya adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun. Bila dibandingkan dengan penduduk Amerika, angka ini setara dengan jumlah 12 – 20 juta nyawa orang Amerika yang terbunuh sejak tahun 1990.

Namun setelah melewati masa krisis sejak tahun 1991 sampai 2002 ini, skenario AS belum tuntas dan terus berlanjut. Kendati Irak saat ini menderita luar-dalam, AS tidak akan berhenti hingga Irak benar-benar tidak hanya lemah tetapi bisa dikuasainya.

Bencana lain yang didatangkan pasukan AS dan sekutunya adalah sisa-sisa uranium (Depleted Uranium) dari berbagai rudal yang ditembakkan militer Barat ke tanah Irak, seperti Basrah. Radioaktif residu uranium tersebut terbukti telah menimbulkan kanker pada pada anak-anak Irak. Banyaknya anak-anak Irak yang terkena leukemia dan lymphoma adalah bukti radiasi sisa-sisa Uranium.

Dan, berbagai aksi pemboman oleh militer AS dan sekutunya, kematian dan penderitaan akibat embargo masih terus berlangsung. Ironinya, negeri-negeri Islam yang seharusnya menolong saudara-saudara mereka di Irak tetap menjadi ‘klien setia’ AS. Mulai dari Kairo, Amman hingga ke Riyadh terus mendukung aksi-aksi pasukan AS. Mereka mengizinkan kapal-kapal perang AS melewati Terusan Suez dan mendarat di negeri-negeri mereka untuk mempersiapkan aksi pembantaian atas kaum muslim Irak.

Maka, siapakah sebenarnya yang merupakan teroris? AS-kah atau orang-orang yang selama ini dituding sebagai ‘pembunuh’. Sepandai-pandainya menutupi bangkai, akhirnya akan tercium juga. Kini, seluruhnya berpulang pada umat Muslim, akankah mereka berdiam diri menyaksikan seluruh kedzaliman AS dan sekutunya, ataukah akan bergegas meraih kebangkitan? [Iwan Januar]

2 thoughts on “Jejak-jejak Teror AS

  1. Bagaimana umat islam mau mmemikirkan hal tersebut, kebangkitan islam, persatuan islam dll, sementara umat islam sendiri masih bertikai dan berselisih paham dalam aqidahnya. Bahkan permusuhan antar umat islam yg berbeda aqidah/amalan2, alirannya cara2 ibadahnya jauh melebihi umat islam memusuhi kaum kafir/kristen/yahudi apalagi AS. Kita sendiri di Indonesia masih sibuk dengan perbedaan2 tersebut. Ada Salafiyah, ahlul bid’ah, Ahlussunnah wal jama’ah dll2…

    Bagaimana kebangkitan islam akan terwujud..?? rasanya sulit sekali apalagi di indonesia, yang katanya mayoritas muslim ternyata kekawatiran akan hilangnya bid’ah2 mereka jauh melebihi kekawatiran terhadap pembantaian2 muslim (yg katanya sama2 muslim)…

  2. Bukankan hal tersebut memang benar adanya??? coba dipikirnkan…
    Golongan Islam yang mayoritas di Indonesia ini memiliki kekawatiran yang jauh lebih besar akan hilangnya Bid’ah2 mereka… apalagi di era teknologi informasi seperti ini… Dengan banyaknya informasi2 yang semakin terbuka akan kemurnian2 ajaran islam… Rasa takut/kekawatiran akan kehilangan Bid’ah2 mereka jauh melebihi ketakutan/kekawatiran mereka akan tertindasnya kaum muslim di belahan dunia lain… Bahkan Golongan ini merasa tidak pernah terjadi apa2 terhadap muslim Bosnia, Afganistan, Muslim Palestina… Mereka tidak pernah bersuara sama sekali dan kalaupun bersuara sangatlah kecil jumlahnya padahal katanya Golongan ini terbesar di Indonesia…

    Coba kita ingat2 saat awal reformasi, pergantian kepemimpinan, pergantian presiden..??? Apa yang telah dilakukan oleh golongan Umat Islam yang katanya terbesar di Indonesia ini..??? bahkan terhadap sesama muslim?? Bahkan mereka rela berkawan dengan kaum kafir/kristen/yahudi untuk memusuhi Umat Islam lainnya…

    Gombal, gombal, gombaaaaaalllll…….

Comments are closed.