Friday, 3 May 2024, 16:10

gaulislam edisi 860/tahun ke-17 (6 Syawal 1445 H/ 15 April 2024)

Apa yang kita lakukan, pasti dicatat dan tercatat. Allah Ta’ala Mahatahu apa yang kita kerjakan, apa yang kita ucapkan, apa yang kita niatkan, dan bahkan apa yang kita rahasiakan. Nggak bakal bisa lolos. Allah Maha Melihat, dan malaikat ditugaskan untuk mencatat semuanya. Sempurna. Tak ada yang ditambah dan dikurangi. Apa adanya sesuai yang kita niatkan, yang kita pikirkan, yang kita lakukan. Maka, alangkah ruginya kalo kita malah meniatkan hal buruk, berpikir buruk, bertindak buruk. Padahal, kita ingin dan tentu berharap bahwa jejak yang kita ukir di dunia ini, adalah jejak kebaikan. Jejak yang akan menghapus keburukan. Berlomba dalam kebaikan. Sebanyak yang kita bisa, semampu yang dapat kita lakukan.

Itu sebabnya, sebisa mungkin kita berupaya tetap dalam kebaikan. Kalo ada banyak status atau opini yang berseliweran di timeline akun media sosial kita, pastikan hanya mendukung dan menyetujui kebaikan. Sebab, apa yang kita lihat, apa yang kita like, apa yang kita share akan diminta pertanggunganjawabnya. Allah Ta’ala Mahateliti. Mestinya kita waspada. Kalo ada tulisan seseorang, isinya keburukan, jelas nggak di-like lah. Apalagi di-share. Nggak banget. Why? Tentu, kita akan menjadi saksi, akan diminta tanggung jawabnya, yakni mengapa like posting-an begituan, mengapa share posting-an nggak bermanfaat.

Saya sendiri berusaha selektif semampu dan sesuai pengetahuan yang saya miliki. Kalo ada orang yang jago motret, tetapi objek fotonya ada yang terkategori jauh dari tuntunan akidah dan syariat Islam, tentu aja nggak bakalan saya like, meski itu dari orang yang saya kenal. Sebaliknya, jika memungkinkan berusaha memberikan nasihat agar orang tersebut tak melakukan hal demikian. Begitu pun soal tulisan atau tayangan video atau pesan dalam bentuk desain grafis dan sejenisnya. Saya sendiri akan berusaha mencermati pesannya. Menimbang dengan tuntunan akidah dan syariat Islam. Kalo bagus dan islami, tak segan saya like, share, dan bahkan comment positif berupa dukungan. Namun, kalo isinya negatif atau malah jauh dari Islam, ya saya nggak bakalan like, apalagi share. Comment aja malas, terlebih jika orang tersebut terbiasa berbuat maksiat atau bahkan menunjukkan ketidaksukaannya kepada ajaran Islam dan kaum muslimin. Khawatir nanti jejak kita dipenuhi dengan keburukan. Padahal, kita inginnya jejak kebaikan senantisa menghiasi kehidupan kita dan menjadi saksi bahwa kita berusaha menjadi baik dan mendukung kebaikan yang dilakukan orang lain.

Rekam jejak kita

Sobat gaulislam, jangan dikira bahwa bumi tempat kita berpijak akan diam saja atas beragam tindakan yang kita kerjakan. Semua tercatat, kok. Ada rekam jejaknya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya. Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS al-Zalzalah [99]: 4-8)  

Itu sebabnya, jangan berbuat negatif atau malah menyebarkan keburukan di tengah-tengah masyarakat. Nggak banget. Setiap like dan setiap share pesan (tulisan, grafis, foto, video) yang isinya jauh dari tuntunan akidah dan syariat Islam, itu bisa menjerumuskan kita semua kepada keburukan dan kerugian. Jadi, jauhi. Kalo pernah melakukan yang demikian, segera sadar diri, menyesal, bertaubat dan berjanji nggak bakalan ngulangi lagi. Barengi juga dengan sebanyak mungkin amal shalih yang bisa menjadi penghapus keburukan yang pernah kita lakukan.

Teruslah menebar kebaikan dan terus melakukan kebaikan. Di mana pun dan kapan pun. Selama tempat dan waktu tersebut menjadi bagian penting dalam kehidupan kita. Sehingga jejak kebaikan kita di dunia ini menjadi pemberat timbangan amal shalih kita. Semoga.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya dalam keterbiasaan seseorang berzikir di jalan, di rumah, di saat mukim dan safar adalah upaya untuk memperbanyak saksi bagi seorang hamba di hari kiamat kelak. Sebab suatu tempat, hamparan tanah, gunung juga bumi, mereka akan bersaksi terhadap orang-orang yang selalu zikir mengingat Allah, “yaitu pada hari dimana bumi menyampaikan beritanya” (dalam Alwabilus Sayyib, hlm. 81)

Nah, karena rekam jejak kita pasti tercatat dengan teliti banget, maka memang kita kudu ekstra hati-hati. Kalo maen medsos, jangan sampe lost, lho. Sebab, apa yang kita katakan, yang kita tuliskan, apa pun itu. Kebaikan atau keburukan, pasti dicatat. Keburukan itu seringkali sulit kita cegah. Ada aja godaan untuk melakukan hal-hal negatif. Berbeda pendapat di medsos, itu jadi ajang berantem kata-kata. Bahkan caci-maki sudah jadi tradisi. Udah jadi kebiasaan. Sepertinya banyak orang ringan aja menuliskan makian dan cacian. Mungkin karena merasa di dunia maya bisa anonim, bisa menyamarkan diri. Namun ingat, bisa jadi banyak manusia tertipu dan terpedaya, tetapi Allah Ta’ala nggak bakalan bisa ditipu. Ini yang sering dilupakan banyak orang. Mereka hanya takut dan malu kalo ketahuan sama orang. Tapi nganggap sepele aja pengawasan Allah Ta’ala. Aduh, ini sih berat, sebab kategorinya soal iman. Artinya, iman dia lemah. Kalo kuat ya nggak bakalan maksiat, lah.

Rekam jejak kita yang dipantau Allah Ta’ala itu sangat detil. Detik, menit, jam, tempat, apa yang dikatakan, apa yang diniatkan, semua akan tercatat dan dibuka di yaumil hisab.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”  (QS al-Anbiya’[21]: 47)

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menuliskan, “Akan ada timbangan yang adil pada hari kiamat. Namun sejatinya timbangan itu hanyalah satu. Disebut dengan kata mawazin (bentuk plural dari timbangan) karena amalan yang ditimbang itu banyak.”

Kalo udah ditimbang ternyata banyak amal kebaikannya, dia akan selamat. Kalo sebaliknya? Aduh, jangan sampe, deh!

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS al-Qari’ah [101]: 6-11)

Di ayat lain, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”.” (QS al-Kahfi [18]: 49)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Ada seseorang yang terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan orang ketika itu, lalu dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 kartu. Setiap kartu jika dibentangkan sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, “Apakah engkau mengingkari sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim kepadamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, “Tidak.” Allah pun berfirman, “Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Sehingga kamu tidak termasuk orang zalim pada hari ini.” Lantas dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu sakti) yang bertuliskan syahadat ‘laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosulullah’. Lalu ia bertanya, “Apa kartu ini yang bersama dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidaklah zalim.” Lantas diletakkanlah kartu-kartu dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ampuh ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ampuh ‘laa ilaha illalah’ tadi.” (HR Ibnu Majah, no. 4300; Tirmidzi, no. 2639 dan Ahmad, jilid 2:213)

So, tetap teguh menggenggam keimanan dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Mahatahu, dan Allah Ta’ala adalah al-Khaliq alias pencipta. Barengi iman kita dengan amal shalih. Yuk bisa Yuk!

Tebar kebaikan selamanya

Sobat gaulislam, niatkan untuk senantiasa berbuat baik. Semoga menjadi washilah atau sarana untuk mudah mengerjakan kebaikan. Memang harus kita sadari, sebagai manusia biasa nggak mungkin bisa selamanya berada kebaikan. Adakalanya kepleset dan berbuat salah, bahkan maksiat. Namun, kita berniat untuk senantiasa bisa berbuat baik. Kita upayakan untuk senantisa berbuat baik. Jika ada khilaf dan salah, segera perbaiki dengan istighfar dan bertaubat serta beramal shalih.

Gabunglah dengan orang-orang baik sebagai ikhtiar agar senantiasa bisa berada dalam kebaikan. Bisa saling mengingatkan dalam takwa dan sabar.

Anas bin Malik berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi kunci kebaikan dan penutup pintu kejelekan. Namun, ada juga yang menjadi kunci kejelekan dan penutup pintu kebaikan. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang Allah jadikan sebagai kunci kebaikan melalui kedua tangannya. Dan celakalah bagi orang-orang yang Allah jadikan sebagai kunci kejelekan melalui kedua tangannya.” (HR Ibnu Majah)

Mengutip dari laman al-badr.net, dijelaskan bahwa barang siapa yang ingin dirinya menjadi seseorang yang kunci pembuka pintu kebaikan serta menjadi penutup pintu keburukan, maka hendaknya ia melakukan hal-hal berikut:

Pertama, mengikhlaskan segala perbuatan dan perkataan hanya untuk beribadah kepada Allah. Karena hal tersebut adalah sumber kebaikan dan sumber kemuliaan seseorang.

Kedua, berdoa kepada Allah agar diberi taufik menjadi seseorang yang membuka pintu kebaikan. Karena sesungguhnya doa adalah kunci segala kebaikan, dan Allah tidak akan menolak doa seorang hamba yang beriman yang memohon kepadanya.

Ketiga, bersemangat dalam menuntut ilmu dan memperdalamnya serta mengamalkannya. Sebab, sesungguhnya ilmu mendorong seseorang kepada kebaikan dan kemuliaan, serta menghalangi dari perbuatan jelek dan kerusakan.

Keempat, senantiasa beribadah kepada Allah, apalagi dalam hal-hal yang wajib. Dan lebih khusus dalam masalah shalat, karena shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.

Kelima, bersikap dengan akhlak yang mulia dan lemah lembut, serta jauh dari akhlak yang buruk dan tidak beradab.

Keenam, berteman dengan orang-orang yang baik dan berkumpul dengan orang-orang shalih. Karena sesungguhnya dengan berkumpul bersama mereka, para malaikat akan menyelimutinya dan rahmat Allah akan mengelilinginya. Serta jauhilah perkumpulan orang-orang yang buruk dan jelek, karena mereka adalah pengikut para setan.

Ketujuh, menasihati orang lain, baik yang dikenal atau tidak dikenal, agar menyibukkan mereka dengan kebaikan dan menjauhkannya dari kejelekan.

Kedelapan, selalu mengingat akan hari akhir, dimana seorang hamba akan berdiri di hadapan Allah Ta’ala. Maka seseorang yang senantiasa berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan orang yang jelek dibalas dengan kejelekan pula, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Barang siapa yang mengerjakan amal perbuatan kebaikan sebesar dzarrah pun, niscaya ia akan mendapatkan balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan amal kejelekann sekecil dzarrah, pasti ia akan mendapatkan balasannya.” (QS al-Zalzalah [99]: 7-8)

Kesembilan, ini yang nggak kalah penting adalah seorang hamba senantiasa berharap agar mendapatkan kebaikan, serta berusaha memberi manfaat kepada yang lainnya. Sehingga apabila ia sungguh-sungguh berniat dan berharap akan mendapatkan kebaikan serta memohon kepada Allah akannya, maka dengan izin Allah, ia akan menjadi kunci kebaikan dan penutup pintu kejelekan.

Yuk, rekamlah jejak kebaikan kita di mana pun dan kapan pun di tempat dan waktu yang memang dianjurkan. Selama hayat masih dikandung badan, upayakan untuk senantisa berbuat kebaikan dan menebar kebaikan. Agar jejak kebaikan kita kian panjang dan memudahkan di yaumil hisab kelak. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *