Monday, 9 December 2024, 02:29

gaulislam edisi 495/tahun ke-10 (20 Rajab 1438 H/ 17 April 2017)
 

Ahad kemarin ada teror kepada Habib Rizieq Syihab saat berlangsung tabligh akbar di Cawang, Jakarta Timur. Mobil yang terbakar disebut meledak di dekat gedung BNN, Cawang, Jl MT Haryono, Jakarta Timur, Ahad dinihari (16/04/2017), diduga untuk meneror Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab dan jamaah FPI.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun hidayatullah.com, di dekat lokasi tersebut digelar acara tabligh akbar yang diisi Habib Rizieq. Saat kejadian Ketua Dewan Pembina GNPF MUI itu baru saja selesai menyampaikan ceramahnya.

Selain teror atau nakut-nakutin ke Habib Rizieq Syihab, kasus lainnya juga banyak banget. Tekanan demi tekanan kepada para ulama yang menggelar aksi bela Islam hingga berjilid-jilid itu juga terus dilakukan pihak yang membencinya. Ustaz Khalid Basalamah, yang video-videonya di youtube banyak dan mengisi acara di televisi sempat juga diteror dan pengajiannya dibubarkan. Acara Masirah Panji Rasulullah yang digelar HTI juga di beberapa tempat ada yang mendapat ancaman, bahkan dibubarkan. Masih banyak kejadian serupa yang bikin naik darah. Tapi ya, dakwah memang begitu risikonya. Namun, jangan berhenti hanya karena ada penghalang dakwah. Bahkan yang menghalangi itu dari kalangan yang mengaku Islam. Tetap istiqomah berjuang.

Sobat gaulislam, tentang keberanian membela kebenaran dan menyampaikan kebenaran, kayaknya kita perlu banget mencontoh karakter sahabat sekaligus pamannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, yakni Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah bersabda, “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, serta orang yang berdiri di hadapan seorang penguasa yang dzalim, lalu memerintahkannya (berbuat makruf) dan mencegahnya (berbuat munkar). Lalu penguasa itu membunuhnya.” (HR Hakim dari Jabir)

Ini menunjukkan kalo emang benar, ngapain merasa malu, apalagi takut? Jika kebenaran yang kita sampaikan, ngapain juga kita merasa khawatir, was-was dan akhirnya takut. Justru rasa takut itu harusnya kita tunjukkan kalo kita berbuat salah. Atau, tentu rasa takut kita hanya kepada Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Aku adalah orang yang paling tahu di antara kalian tentang Allah, karena itu aku orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim) (Lihat Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin (terj.), hlm. 388)

Terus nih, kita juga diajarin sama Allah, bahwa manusia yang takut kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu. Allah Ta’ala befirman (yang artinya): “Yang takut kepada Allah hanyalah hamba-hamba-Nya yang berilmu.” (QS Fathir [35]: 28)

Ujian dan fitnah dalam dakwah kerap mendera para pengemban dakwah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat dalam mengarungi arena dakwah ini senantiasa menghadapi berbagai tekanan, baik fisik maupun mental dari para pemuka Quraisy saat itu. Namun Rasulullah dengan penuh kesabaran dan keberanian mengimbangi gelombang tekanan para pemuka Quraisy yang menyekutukan Allah.

Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah  disebutkan: Seusai shalat, beliau melewati kerumunan orang-orang musyrik yang sedang duduk-duduk berlindung ke Ka’bah. Beliau bersabda kepada mereka, “Wahai semua orang Quraisy, demi diri Muhammad yang ada di tangan-Nya, aku tidak  diutus kepada kalian melainkan untuk memenggal leher.” Sabda beliau sambil meletakkan tangan di batang leher. Abu Jahl menyahut, “Aku bukanlah orang yang bodoh.” Beliau besabda, “Engkau termasuk di antara mereka.” (Abu Ya’la mentakhrij dari Anas bin Malik ra)

Jadi, ketika menghadapi tantangan dakwah, tantangan kehidupan harus kita hadapi tanpa rasa takut yang berlebihan. Mungkin wajar juga sih punya rasa takut, tapi jangan berlebihan yang akhirnya membuat kita nggak puguh-puguh alias ujug-ujug takut yang nggak beralasan.

 

Tetap optimis dong!

Yup, sikap optimis bukan aja bisa membangkitkan semangat, tapi juga punya harapan. Harapan yang akan kita raih, sehingga kita selalu berpikir positif dan memandang baik dalam menghadapi segala hal. Itu sebabnya, agar kita tetap bangga menjadi Muslim, kayaknya kita kudu menumbuhkan sikap optimistis dalam hidup ini.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kita yakin banget kok dengan predikat kita sebagai Muslim. Kebanggaan kita nggak bakalan luntur meskipun banyak yang nggak suka dengan Islam. Kita tetap optimis dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam di muka bumi ini. Nggak berlebihan tentunya kalo kita merasa harus meraih harapan itu. Kita malu banget dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya dulu ketika pertama kali menyebarkan Islam. Beliau-beliau begitu optimis bisa meraih harapannya menegakkan Islam sebagai ideologi negara.

Kita, selayaknya dan emang sepantasnya kalo menumbuhkan sikap optimis dalam mengemban dakwah ini. Nggak minder, apalagi takut. Selalu menghadapi dengan penuh pengharapan dalam hidup ini. Karena Islam wajib diperjuangkan. Nah, sikap seperti inilah yang insya Allah bisa menjadikan kita tetap bangga menjadi Muslim. Yakin itu. Karena menjadi muslim itu adalah sebuah konsep diri yang jelas dan terarah, sehingga wajar dong kalo kita selalu optimis.

Sekadar tahu aja bahwa konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. (dalam e-psikologi.com pada pembahasan “Konsep Diri”)

Kalo ada penghalang-penghalang dakwah, selain kita harus bersabar, maka sikap optimis jelas sangat diperlukan. Agar semangat dakwah tetap berkobar di antara para pejuangnya. Hal ini juga pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya.

Al-Quran telah memuatnya dengan panjang lebar dan fokus, itu tidak lain adalah upaya menenangkan Rasulullah saw. Bahwasanya beliau berada dalam kebenaran yang nyata. Sementara apa yang beliau terima, seperti rintangan, kesulitan, pembohongan dan perlawanan tidak lain merupakan sesuatu yang juga telah diterima/dialami oleh para Nabi terdahulu —alayhim salamu-Llah wa rahmatuh. Itu bukanlah rekaaan para Rasul. Itu hanyalah sunatullah kepada makhlukNya. Karena itu, Allah telah mengisahkan kepada beliau saw. sejumlah kisah yang bisa meneguhkan hati beliau, dan menjelaskan kepada beliau apa yang telah digunakan untuk menghadapi mereka. Meski demikian, Allah tetap meminta kepada mereka agar bersabar, tetap optimis dan teguh. (Hafidz Saleh, MA. Metode Dakwah Al-Quran, hlm. 167)

Firman Allah Ta’ala: “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar.” (QS al-Ahqaaf [46]: 35)

Allah juga menenangkan para pembela agama-Nya dan memberikan optimisme kepada mereka: “Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu kami diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS Yûsuf [12]: 110)

Sobat gaulislam, meski banyak tuduhan miring tentang Islam, dakwahnya, dan juga kaum Muslimin, sebaiknya kita memang tetap menumbuhkan sikap optimistis dalam diri kita. Tentu, karena kita bangga menjadi Muslim.

 

Kita tetap berharga di hadapan Allah Ta’ala

Orang lain yang membenci Islam boleh aja merendahkan Islam dan kaum Muslimin. Boleh aja mereka membuat makar untuk memburukkan citra Islam sebagai bentuk pembunuhan karakter terhadap Islam dan kaum Muslimin, bahkan menekan dan mengancam kita, tapi kita nggak usah khawatir karena Allah udah memuliakan kita sebagai Muslim.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang menyaksikan dan yang disaksikan. Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.”  (QS al-Buruuj [85]: 1-11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda (yang artinya): “Ingatlah, ketika Islam berputar dalam lingkaran , maka berputarlah ke mana saja dia berputar; ingatlah, sesungguhnya kekuasaan dan al-Quran akan terpisah, maka berpeganglah kepada Kitab; ingatlah, bahwa akan ada para pemimpin yang tersesat dan menyesatkan yang akan diangkat untuk memimpin kalian. Jika kalian mengikuti mereka, mereka pasti akan menyesatkan kalian, dan jika kalian meninggalkan/menyalahi mereka, maka mereka akan membunuh kalian. Mereka bertanya: Lalu, apa yang seharusnya kami lakukan, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Seperti yang telah dilakukan para pengikut Nabi ‘Isa; mereka telah diikat di atas kayu, dan disisir dengan sisir besi. Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya, niscaya mati di jalan Allah itu lebih baik ketimbang hidup dalam kemaksiatan.” (HR Abu Nu’aym dalam Dalaa’il an-Nubuwwah)

Oke deh, ini sekadar gambaran bahwa meskipun banyak makar yang dilakukan oleh mereka yang membenci Islam dan kaum Muslimin, tapi kita nggak perlu merasa tertuduh apalagi kemudian minder, malu, dan bahkan takut menjadi seorang Muslim. Yakinlah, bahwa apa yang kita lakukan dalam menyebarkan dakwah ini adalah bagian dari upaya untuk menggapai ridha Allah Ta’ala. Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berjuang membela agama-Nya.

Sobat gaulislam, kalo kita sebagai pengemban dakwah dihargai sama Allah Ta’ala, tentu kita harus berterima kasih banget sama Allah. Salah satu wujud syukur kita adalah, dengan menjadi hamba-Nya yang senantiasa beriman, bertakwa, dan beramal sholeh. Kita tetap bangga menjadi Muslim.

Yuk, kita harus berani menyuarakan kebenaran Islam agar Islam tetap bergema selamanya, dan agar kaum Muslimin tetap bangga menjadi Muslim. Ya, agar kita semua tetap merasa bangga menjadi Muslim. Semangat dan istiqomah! [O. Solihin | Twitter @osolihin]