Monday, 9 December 2024, 13:06

gaulislam edisi 466/tahun ke-9 (24 Dzulhijjah 1437 H/ 26 September 2016)
 

Sejak pertama kali mendapatkan wahyu dari Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam segera menyiapkan barisan pendukung dan penjaga dirinya sebagai utusan Allah. Beliau sebarkan dakwah kepada kerabatnya, beliau pun sampaikan Islam kepada tetangga dan masyarakat di sekitarnya. Dengan segenap kekuatan, keyakinan, tanggung jawab, dan cinta, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terus bergerak tanpa henti menggaungkan Islam. Menggemakan Islam hingga membuat para petinggi Quraisy merasa gerah dengan aktivitasnya.

Cacian dan makian lebih banyak beliau terima ketimbang kepercayaan dan kepedulian dari kerabat dan masyarakat Quraisy. Tapi, beliau tetap tegar. Pada suatu kesempatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di depan rumah sejumlah kabilah sembari berkata: “Wahai Bani Fulan, sesungguhnya aku ini adalah Rasulullah untuk kalian, memerintahkan kalian untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apa pun. Hendaklah kalian meninggalkan penyembahan kepada selainNya sekaligus beriman kepadaku, membenarkanku, dan membelaku sampai aku menjelaskan dari Allah wahyuNya yang dengan itu Dia mengutusku.”

Sobat gaulislam, ketika itu paman beliau, Abu Lahab, sedang berdiri di belakang beliau. Dia menolak segala ucapan Nabi saw. sekaligus mendustakannya. Saat itu, tak ada seorang pun yang mau menerima ajakan beliau. Mereka kemudian berkata, “Kaummu saja, yang lebih mengetahui tentang siapa dirimu, tidak mengikutimu.” (Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, jilid I, hlm. 110)

Coba, bagaimana rasanya jika hal itu kita juga mengalaminya. Bahkan oleh saudara sendiri. Jangan-jangan kita malah menyurutkan langkah dan berkecil hati? Tapi, Rasulullah tetap tegar, tetap berani, dan tentunya tetap semangat untuk terus menyampaikan dakwah Islam ini kepada semua manusia. Menolak atau menerima itu bukan beban kita. Karena yang terpenting adalah bagaimana kita berusaha terus untuk menyampaikan dakwah ini. Dan, Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai teladan kita dalam berdakwah.

Jadi, meskipun banyak sindiran, cemoohan, dan bahkan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap berdakwah. Beliau yakin, Allah Ta’ala yang akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Rasulullah tetap tegar dan semangat dalam berdakwah, meski beliau dianiaya oleh para pembesar Quraisy seperti Abu Lahab dan istrinya (Ummu Jamil binti Harb bin Umayyah), Umayyah bin Khalaf, Abu Jahal, al-Akhnas bin Syuraiq, al-Walid bin al-Mughirah, Uqbah bin Abi Mu’ith, Ubay bin Khalaf, dan bahkan para tetangganya seperti al-Hakam bin Abi al-Ash, Adi bin Hamra’ ats-Tsaqafi, Ibnu al-Ashda’ al-Hudzli dan lainnya. (Lebih lengkap lihat Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, Sirah Nabawiyah, al-Izzah, 2004, hlm. 87-93)

Nah, Abu Lahab dan istrinya adalah orang yang paling keras penganiayaannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummu Jamil senantiasa membawa duri yang disebar di jalan yang biasa dilewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan dia rela menjual kalungnya yang sangat berharga untuk biaya penganiayaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian turun firman Allah Ta’ala tentang dia dan suaminya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”(QS al-Lahab [111]: 1-5)

Sobat gaulislam, setelah Ummu Jamil mendengarkan ayat ini, dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang duduk di masjid di sisi Ka’bah dengan ditemani Abu Bakar ash-Shiddiq. Di tangan Ummu Jamil ada batu sebesar genggaman tangan. Setelah Ummu Jamil berada di hadapan keduanya, maka Allah Ta’ala menutup pandangan Ummu Jamil terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. sehingga dia tak melihat siapa-siapa selain Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.

Ummu Jamil berkata, “Wahai Abu Bakar, mana temanmu? Telah sampai kepadaku bahwa temanmu itu telah mengejekku dengan syairnya. Demi Allah, kalau aku menemukannya, pasti aku pukul mulutnya dengan batu ini.” Kemudian di pergi.

Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa Anda tidak terlihat olehnya, padahal aku melihatmu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Sebab dia tidak melihatku adalah karena Allah menutup pandangannya terhadapku.” (Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, Sirah Nabawiyah, al-Izzah, 2004, hlm. 87-88)

MasyaAllah, betapa tegarnya sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mengemban dakwah Islam yang mulia ini. Itu sebabnya, sungguh tidak heran jika beliau pun dengan serius menyiapkan barisan dakwah yang tangguh dan handal untuk mendukung beliau dalam menyebarkan Islam ini.

Ketika turun firman Allah Ta’ala dalam surat al-Muddatstsir: “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!” (QS al-Muddatstsir [74]: 1-2), beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mulai mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Istri beliau, Khadijah radhiallahu ‘anha, adalah wanita pertama yang beriman. Kemudian Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah dan sahabat dekatnya, Abu Bakar. Lalu, satu per satu pemuda-pemuda Quraisy masuk Islam. Mereka menjadi pengikut Nabi. Beliau menyeru seluruh masyarakat. Berkeliling mendatangi rumah-rumah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyembah-Nya dan janganlah kalian menserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun”. Beliau menyeru manusia, mengikuti ayat di atas, secara terang-terangan.

Mereka yang sudah menerima Islam, dibina oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam di rumah al-Arqam. Pembinaan secara sembunyi-sembunyi ini untuk menghindari kecurigaan kaum kafir Quraisy terhadap dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjadikan rumah al-Arqam bin Abil Arqam (Daar al-Arqam) sebagai markas dan madrasah bagi dakwah baru ini.

Di rumah Arqam itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan para shahabat, mengajar Islam kepada mereka, membacakan al-Quran kepada mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk menghafal dan memahami al-Quran. Setiap kali ada yang masuk Islam, langsung digabungkan ke Darul Arqam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di markas pengkaderan itu selama 3 tahun membina (yutsaqqif) kaum muslimin generasi pertama itu. Sholat bersama mereka, tahajud di malam hari yang lalu diikuti oleh para sahabat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membangkitkan keruhanian dengan sholat, membaca al-Quran, membina pemikiran mereka dengan memperhatikan ayat-ayat Allah dan meneliti ciptaan-ciptaan-Nya, dan membina akal pikiran mereka dengan makna-makna dan lafazh-lafazh al-Quran serta pemahaman dan pemikiran Islam, beliau juga melatih mereka untuk bersabar terhadap berbagai halangan dan hambatan dakwah, dan mewasiatkan kepada mereka untuk senantiasa taat dan patuh sehingga mereka benar-benar ikhas lillahi ta’ala. (Taqiyuddin an-Nabhani, ad-Daulah al-Islamiyah, hlm. 11-12)

 

Kaderisasi

Sobat gaulislam, kaderisasi yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tak diketahui pasti tempatnya ini memberikan semacam kebingungan di kalangan kafir Quraisy. Menurut Syaikh Munir Muhammad Ghadhban (Dalam Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi, juz I, Pustaka Mantiq, hlm. 45), setidaknya ada tiga faktor penyebabnya: Pertama, sebetulnya al-Arqam sendiri tak diketahui keislamannya. Itu sebabnya, berkumpulnya Muhammad dan para pengikutnya di rumah al-Arqam tak menimbulkan reaksi di kalangan kaum Quraisy.

Kedua, al-Arqam bin Abu al-Arqam radhiallahu ‘anhu berasal dari bani Makhzum. Padahal, bani Makhzum sudah terlanjur dianggap sebagai kekuatan yang senantiasa berusaha menghancurkan dan memerangi bani Hasyim (kerabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Seandainya al-Arqam pun diketahui keislamannya, niscaya berkumpulnya Muhammad dengan sahabatnya itu di rumah al-Arqam tak menimbulkan reaksi di kalangan Quraisy. Mereka mempunyai anggapan pertemuan itu tak akan efektif, karena Muhammad mengambil lokasi di daerah musuhnya sendiri.

Dan yang ketiga, al-Arqam bin Abu al-Arqam radhiallahu ‘anhu ketika masuk Islam beliau berusia 16 tahun. Maka orang-orang Quraisy mengurungkan niatnya untuk mencari markas orang-orang Islam yang saat itu bertempat di rumah al-Arqam. Sebab mereka punya anggapan, apalah artinya berurusan dengan rumah seorang bocah pengikut Muhammad. Kafir Quraisy lebih suka berurusan dengan pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sudah tua-tua.

Dakwah secara sembunyi-sembunyi ini terbilang cukup sukses. Karena berhasil menempa para sahabat, baik ilmu maupun mental. Pertemuan yang rutin antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya ini setidaknya memberikan dampak menguatkan ketegaran dalam perjuangan di hati para sahabatnya, menjalin kebersamaan, dan sekaligus mengokohkan akidah. Itu sebabnya, ketika Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dakwah secara terang-terangan, para sahabat tak lagi merasa keberatan, mereka langsung menyambutnya dengan gegap gempita pekik takbir. Allahu Akbar!

Tapi, dalam sejarahnya kita bisa tahu bahwa sekuat-kuatnya juga manusia, ketika banyak sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang disiksa oleh kafir Quraisy ketika menyampaikan dakwah secara terang-terangan, Rasulullah akhirnya memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).

Ibnu Ishaq berkata (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, jilid I, Darul Falah, 2002, hlm. 282), “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya, sedang beliau dalam keadaan segar bugar karena kedudukan beliau di sisi Allah dan di sisi pamannya, Abu Thalib, sementara beliau tidak mampu melindungi mereka terhadap penderitaan yang dialami, maka beliau bersabda kepada mereka, ‘Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?”

Sebagai pembina sejati para pejuang kebenaran, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tahu betul apa yang harus dikerjakannya. Beliau ingin menyelamatkan para sahabatnya yang sudah dibina sejak awal dengan Islam. Inilah pembina sekaligus pemimpin gerakan dakwah yang pantas diteladani. Kita, insya Allah bisa meneladaninya dalam menyiapkan barisan dakwah saat ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam panutan kita. Bismillah. [O. Solihin | Twitter @osolihin]