Monday, 9 December 2024, 02:28
muslimingaza

gaulislam edisi 839/tahun ke-17 (6 Jumadal Awwal 1445 H/ 20 November 2023)

Jangan tanyakan gimana nyali pejuangnya, warga biasa saja, kaum muslimin di Gaza, udah sangat luar biasa. Nyali baja. Kamu bisa lihat gimana nyali anak-anak di sana yang setiap hari selama lebih dari 40 hari Gaza dibombardir. Bahkan rumah sakit dan sekolah saja dibom sama Zionis Yahudi Israel. Padahal, kedua tempat itu biasanya untuk tempat berobat dan tempat mengungsi. Jadi, aneh aja sih kalo sampe dibombardir. Meski demikian, saat kamu berselancar di media sosial melalui layar ponsel kamu, kamu pasti tak kekurangan berbagai share video dan foto yang menggambarkan ketabahan, keikhlasan, dan nyali yang luar biasa dari kaum muslimin di sana. Mulai dari anak-anak, wanita, bapak-ibu, kakek-nenek, dan sebagian besar kaum muslimin di sana, terlihat sangat siap dengan kondisi yang bagi kita bisa jadi amat berat. Mereka udah ditempa berbilang tahun untuk menghadapi kondisi paling buruk sekali pun. Insya Allah. 

Bagaimana dengan kita? Duh, jadi malu. Saya juga cuma bisa nulis doang. Cuma semangat untuk nge-share video dan foto, yang isi narasinya memberikan dukungan kepada saudara kita di sana. Atau sekadar menulis seperti ini di buletin yang mudah-mudahan bisa dibaca banyak orang dan berharap bisa menginspirasi mereka. Kalo harus berhadapan langsung dengan musuh, saya masih perlu untuk belajar menguatkan diri. Nggak mudah lho dengar dentuman bom, desingan peluru, dan gemuruh bangunan runtuh diterjang roket dan rudal. Itu sebabnya, saya pribadi salut banget kepada saudara kita kaum muslimin di Gaza. Mereka luar biasa.  

Sobat gaulislam, keteguhan kaum muslimin di Gaza, yang foto dan videonya udah tersebar luas ke seluruh dunia ternyata menginspirasi banyak orang (yang bukan saja dari kalangan kaum muslimin). Ada yang bahkan mencari tahu di al-Quran, lalu mereka mempelajarinya. Tak sedikit yang dikabarkan ada yang akhirnya bersyahadat dan menjadi muslim-muslimah. Alhamdulillah. Allah Ta’ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin di Gaza, dan juga memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki tersebab fakta-fakta di Gaza selama perang berlangsung. Alhamdulillah. 

Pertanyaannya, gimana ya agar bisa siap menghadapi kondisi seperti itu, apa yang harus dipelajari dan bagaimana caranya. Tak semua orang bisa, lho. Nggak sembarang orang mampu. Ini buah dari keimanan dan ketakwaan, yang kemudian melahirkan kesabaran, keikhlasan, dan juga keberanian. Salut banget sama penduduk Gaza yang punya nyali baja. 

Menanamkan tauhid 

Betul. Saya sih setuju ketika ada ulama atau ustaz atau siapa pun yang berpendapat demikian. Sebabnya, kalo bukan faktor keimanan, yakni kuatnya keyakinan dalam mengamalkan tauhid, rasa-rasanya banyak orang yang nggak sanggup menanggung derita. Nggak kuat untuk bersabar. Kalo tauhidnya benar, maka amal shalihnya juga benar. Selain itu, akan tumbuh juga kesabaran, keikhlasan, ridha atas apa yang ditakdirkan, menerima ketetapan yang diberikan Allah Ta’ala. Sehingga Allah Ta’ala juga ridha atas amal shalih kita. 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah membuat permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya di setiap musim dengan izin Rabb-nya. Allah membuat permisalan untuk manusia supaya mereka mengingat (mengambil pelajaran).” (QS Ibrahim [14]: 24-25)  

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan, “Allah menyerupakan kalimat thayyibah (baik) dengan pohon yang baik. Sebab, kalimat thayyibah membuahkan amal shalih, sebagaimana pohon yang baik menghasilkan buah yang bermanfaat. Makna inilah yang tampak jelas menurut penafsiran mayoritas ahli tafsir yang berpendapat bahwa kalimat thayyibah adalah syahadat laa ilaha illallah. Kalimat ini membuahkan seluruh amal shalih, lahir maupun batin. Seluruh amal shalih yang membuat Allah ridha adalah buah dari kalimat ini.” (dalam I’lamul Muwaqqi’in, jilid 1, hlm. 244) 

Penyerahan diri (tawakal) kepada Allah Ta’ala adalah bagian dari ajaran tauhid. Sebab, hanya Allah Ta’ala penolong dan pelindung kita. Sebaik-baik penolong dan pelindung. Allah ‘azza wa jalla menyebutkan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih.” (QS Yusuf [12]: 101) 

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan faedah tentang pembahasan di atas, bahwa doa tersebut mengumpulkan ikrar tauhid dan penyerahan diri seorang hamba kepada Allah serta pengakuan betapa dirinya sangat membutuhkan pertolongan Allah. Demikian pula doa ini mengandung ikrar berlepas diri dari peribadahan kepada selain Allah. Kemudian, permohonan agar diwafatkan dalam keadaan Islam. Ini merupakan puncak harapan seorang hamba, supaya (akhir hayatnya) ditutup dengan keyakinan terhadap kebangkitan dan permohonan agar digolongkan bersama orang yang beruntung. (dalam Al-Fawaid, hlm. 192) 

Kita bisa menyaksikan gimana kerennya kesabaran dan keteguhan kaum muslimin Gaza. Hitungan akal kita, rakyat biasanya saja begitu bernyali baja, apalagi para pejuangnya di garis depan dalam berjihad fi sabilillah. Pastinya lebih hebat lagi. Kita bisa dapati berbagai berita di media massa dan media sosial tentang pencapaian para mujahid Palestina, khususnya dari Brigade Al Qassam. Pada rekaman video yang beredar, setiap kali meluncurkan peluru dan roket, selalu diiringi pekikan “Allahu Akbar”. Luar biasa. Ini juga buah dari keyakinan tauhid yang kuat.

Kamu bisa saksikan sendiri melalui berbagai video yang beredar di media sosial, bahwa anak-anak yang menjadi korban kebrutalan tentara Zionis Yahudi Israel, mereka terlihat bersabar dan kuat. Bahkan ada yang lukanya sedang dijahit tanpa pembiusan, sang anak melantunkan ayat-ayat al-Quran, yang kadang kita sendiri nggak hapal ayatnya. Berarti anak-anak Palestina, khususnya di Gaza udah terbiasa membaca dan menghafal al-Quran. Duh, jadi malu lagi, deh.

Saya sih yakin bahwa orang tua di sana pasti sudah menanamkan tauhid kepada anak-anaknya sejak dini. Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Apabila anak sudah mulai bisa berbicara, mereka hendaknya diajari mengucapkan, “LAA ILAAHA ILLALLAAH MUHAMMAD RASULULLAAH”. Hendaknya yang pertama menancap di pendengaran mereka ialah mengenal dan mentauhidkan Allah; meyakini bahwa Allah berada di atas Arsy-Nya, mengawasi mereka, mendengar semua ucapan mereka, dan bersama mereka di mana pun mereka berada. (dalam Tuhfatul Maudud, jilid 1, hlm 232) 

Ini bisa kita upayakan untuk dipelajari dan dipraktekkan. Seorang mukmin pastinya bersaksi bahwa tiada pencipta selain Allah Ta’ala. Tempat bergantung dan memohon pertolongan. Senantiasa takut dan berharap hanya kepada Allah Ta’ala.

Terkait hal ini, secara panjang lebar Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Seorang hamba wajib untuk senantiasa merasa takut kepada Allah dan khawatir akan dirinya. Namun senantiasa berharap kepada Allah serta optimis. Ketika dia merenungi dosa-dosanya dan menyadari keadilan Allah serta azab-Nya yang sangat keras, dia menjadi takut kepada-Nya. Namun, (pada saat yang sama) ketika dia merenungi keutamaan Allah secara umum, keutamaan-Nya yang khusus, dan ampunan-Nya yang luas; dia berharap kepada-Nya. Ketika dia diberi taufik mengerjakan suatu amal ketaatan, dia berharap kesempurnaan nikmat tersebut kepada Rabbnya agar berkenan menerima amalannya. Akan tetapi, (pada saat yang sama) dia juga takut jika amalan tersebut tidak diterima dengan sebab banyaknya kekurangan dalam mengerjakannya. Ketika dia diuji dengan terjatuh pada suatu kemaksiatan, dia berharap kepada Rabbnya agar menerima taubat dan menghapus kesalahannya. Namun, (bersamaan dengan itu) dia juga takut apabila kelemahan taubatnya dan masih adanya keinginan untuk kembali melakukan kemaksiatan tersebut menjadi sebab dia mendapat hukuman-Nya. Ketika dia mendapat kenikmatan dan kelapangan, dia berharap kepada Allah agar nikmat tersebut dikekalkan dan ditambah. Bahkan, dia berharap taufik dari Allah untuk bisa mensyukurinya. Akan tetapi, (bersamaan dengan itu) dia juga takut jika ternyata dirinya belum menunaikan rasa syukurnya (dengan baik), sehingga menjadi sebab Allah mencabut kenikmatan tersebut. Ketika mendapat perkara yang tidak dia sukai atau tertimpa musibah, dia berharap kepada Allah agar mengangkat musibah tersebut. Dia terus berharap kepada Allah, menunggu jalan keluar supaya Allah menghilangkannya. Dia juga berharap pahala dari Allah ketika dia bisa bersabar atas musibah tersebut. Namun, (pada saat yang sama) dia juga takut akan tertimpa dua musibah sekaligus; yaitu terluput dari pahala saat tidak bisa menjalankan kewajiban bersabar, dalam keadaan musibah tersebut mau tidak mau juga tetap menimpanya. Itu sebabnya, seorang mukmin yang bertauhid akan senantiasa bersikap takut dan berharap pada semua keadaannya. Ini merupakan suatu kewajiban yang (apabila ditegakkan) akan memberikan manfaat kepadanya. Akibatnya, dengan itu dia akan meraih kebahagiaan.” (dalam al-Qaulu as-Sadid Syarh Kitab at-Tauhid, hlm. 213) 

Ikutlah dalam perjuangan 

Sobat gaulislam, kalo nyali baja muslimin Gaza sih jelas udah teruji. Kalo nyali kita? Jelas berbeda. Meski demikian, kita tetap kudu peduli dengan saudara kita di sana. Jika bisa membantu secara finansial, bantulah. Jika hanya bisa berdoa, berdoalah sesering mungkin. Kalo kamu bisa membuat pesan penyemangat perjuangan melalui tulisan, tulislah. Kalo bisa melalui desain grafis dan video, buatlah semenarik mungkin. Itu bagian dari kontribusi kita dalam mendukung saudara kita di Palestina.

Jubir Brigade Al Qassam, Abu Ubaidah, memotivasi agar warganet berjuang melalui media sosial sebagai bentuk dukungan, “Kepada saudara-saudara kami di seluruh dunia, kami mengajak kalian untuk berpartisipasi dalam perang media melawan propaganda dan kebohongan musuh. Gunakanlah media sosial kalian untuk menyebarkan kebenaran, kesaksian, dan bukti tentang kejahatan dan kekejaman musuh terhadap rakyat Palestina. Jadilah suara bagi mereka yang tidak memiliki suara. Jadilah mata bagi mereka yang tidak dapat melihat. Jadilah telinga bagi mereka yang tidak dapat mendengar. Jadilah saksi bagi mereka yang tidak dapat bersaksi. Jadilah pejuang bagi mereka yang tidak dapat berjuang. Jadilah pahlawan bagi mereka yang tidak dapat menjadi pahlawan. Jadilah bagian dari perjuangan kami untuk membebaskan Palestina.” 

Kata-kata ini disampaikan oleh Abu Ubaidah pada tanggal 14 November 2023, melalui sebuah video yang diunggah di akun Twitter resmi Brigade Al Qassam. Yuk, ikut berjuang melalui media. Kalo terlibat langsung di medan perang, saat ini kayaknya kita belum mampu. Itu sebabnya, ikutlah dalam perjuangan kaum muslimin Palestina melalui media. Insya Allah untuk ini kita bisa.

Oya, sosok Abu Ubaidah sang Jubir Brigade Al Qassam, memang menginspirasi banyak orang di seluruh dunia yang menyimak pidato-pidatonya yang tersebar di media massa dan media sosial. Nama ini mengingatkan kita kepada sosok Abu Ubaydah Ibn Jarrah radhiallahu ‘anhu. Kamu masih ingat? Baik. Sekilas saja ya dijelaskan.

Jadi, Abu Ubaydah bin Jarrah radhiallahu ‘anhu diangkat sebagai panglima perang oleh Khalifah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, dalam peristiwa Yarmuk. Beliau menggantikan Khalid bin Walid, yang sebelumnya menjadi panglima perang dalam penaklukan Suriah, karena Umar ingin menghindari kultus kepribadian dan menunjukkan bahwa kemenangan Muslim adalah karena pertolongan Allah, bukan karena kehebatan manusia. Meskipun demikian, Khalid tetap menjadi salah satu jenderal di bawah komando Abu Ubaydah.

Dalam Perang Yarmuk, pasukan Muslim berjumlah sekitar 40.000 orang, sedangkan pasukan Romawi berjumlah sekitar 200.000 orang. Perang ini berlangsung selama enam hari, dari 15 Agustus hingga 20 Agustus 636 M. Dengan strategi, keberanian, dan keimanan yang tinggi, pasukan Muslim berhasil mengalahkan pasukan Romawi yang lebih besar dan lebih kuat. Pasukan Romawi mengalami korban jiwa sekitar 70.000 orang, sedangkan pasukan Muslim sekitar 4.000 orang. 

Kemenangan dalam Perang Yarmuk membuka jalan bagi pasukan Muslim untuk menaklukkan wilayah Suriah dan Palestina, termasuk kota Damaskus dan Yerusalem (Baitul Maqdis). Abu Ubaydah bin Jarrah juga menjadi komandan dalam Pembebasan Yerusalem, yang terjadi pada tahun 637 M. Beliau berhasil mengepung kota Yerusalem selama empat bulan, hingga akhirnya wali kota Yerusalem bersedia menyerah (menyerahkan kunci kota) dengan syarat diserahkan langsung kepada Umar bin Khattab. 

Keren banget para pahlawan Islam. Meski kita belum bisa mengikuti jejaknya, tetapi kita bisa ikut berjuang dalam bidang lain. Sebagaimana ajakan Abu Ubaidah, Jubir Brigade Al Qassam. Kamu siap? Siap dong, ya. Hentikan diam kita. Sebarkan informasi perjuangan mujahidin di sana, dan lawan kebohongan Israel dengan fakta-fakta yang dibagikan para pejuang Palestina dari garis depan medan jihad. Kemudian kita amplifikasi alias perluas lagi suaranya melalui akun media sosial yang kita miliki agar bisa lebih banyak yang mendengar dan melihat. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]