Thursday, 6 February 2025, 22:23
wargapalestina

gaulislam edisi 900/tahun ke-18 (20 Rajab 1446 H/ 20 Januari 2025)

Gencatan senjata antara Israel dan Hamas akhirnya check in juga di dunia nyata setelah telat tiga jam. Ya, kalau gencatan senjata ini diibaratkan janjian nongkrong, udah pasti yang nunggu pada kesel sambil ngecek jam terus. Tapi ya sudahlah, lebih baik telat daripada nggak sama sekali, kan?

Sobat gaulislam, gencatan senjata ini bikin nafas banyak orang (terutama di Gaza) jadi lebih panjang, setelah agresi brutal Israel selama 15 bulan akhirnya berhenti dulu. Awalnya dijadwalkan jam 08.15 pagi, tapi entah kenapa mundur jadi 11.15. Dan parahnya, di sela-sela waktu telat itu, Israel masih aja nyerang Gaza. Niat damainya jadi kayak, “Eh, tunggu bentar, kita bakar satu dua rumah dulu deh!”

Melansir dari berbagai pemberitaan di media massa, begitu kesepakatan mulai, Hamas langsung menyerahkan tiga sandera Israel ke Palang Merah Internasional. Nggak mau kalah, Israel juga melepaskan 90 tahanan Palestina. Kalau ini diibaratkan game, mereka lagi barter item, cuma ya, itemnya nyawa manusia.

Hamas, lewat sayap bersenjatanya Brigade Al Qassam, bilang bakal patuh sama aturan gencatan ini, as long as Israel nggak macem-macem.

Brigade al-Qassam menyatakan setiap pelanggaran Israel yang dilakukan mungkin akan membahayakan proses tersebut dan membahayakan nyawa para sandera.

Sayap bersenjata Hamas itu menegaskan akan mematuhi semua fase perjanjian gencatan senjata dan jadwal perjanjian pertukaran sandera-dengan-tahanan.

Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar memperingatkan pada hari Minggu (19/1) bahwa kawasan Timur Tengah masih akan tetap tidak stabil jika Hamas tetap berkuasa di Jalur Gaza.

Menurut Saar, ketidakstabilan regional bisa berlanjut apabila Hamas tetap dibiarkan berkuasa di Gaza.

Jadi, Gideon Saar itu kayak ngomong, “Guys, kita nggak bakal damai-damai amat kalau Hamas masih nge-boss di Gaza.” Jadi, vibe-nya kayak, “Gue nggak percaya elo, tapi ya udah deh, sementara gini dulu.”

Oya, gencatan senjata yang lagi hot ini nggak muncul tiba-tiba kayak tugas yang mepet deadline. Ada tim mediasi internasional yang sibuk jungkir balik bikin kesepakatan. Bayangin aja, AS, Qatar, dan Mesir kayak lagi main pingpong diplomasi bolak-balik, sambil diintipin Presiden Biden yang mau pamitan, dan Trump yang siap balik ke panggung utama.

Dan Trump, nggak mau kalah eksis, langsung nge-post di Truth Social, “Sandera mulai muncul hari ini! Tiga perempuan muda yang luar biasa akan jadi yang pertama.” Wih, kayak teaser film aja. Yang penting, sandera mulai dibebasin, meskipun jumlahnya baru seiprit: 33 dari 99. Sisanya? Masih pending approval.

Nah, deal ini bikin pasukan Israel rencananya bakal mundur ke zona penyangga di Gaza. Tapi, plot twist: rumah-rumah pengungsi Palestina yang mau mereka balikkin tuh kebanyakan udah rata sama tanah. Jadi ya, “balik rumah” ini mungkin lebih ke “balik ke reruntuhan”. Sakit tapi nggak berdarah.

Mendukung perjuangan

Sobat gaulislam, sebagai remaja muslim, peduli sama nasib saudara seiman itu udah jadi basic requirement. Meski beda bangsa, kita tetap bersaudara. Jadi, kalau saudara kita di Palestina lagi dihajar habis-habisan, masa kita cuma ngopi santai sambil scroll TikTok? Minimal, tunjukin empati. Jangan jadi cuek squad. Apalagi, hampir semua bangsa di dunia sekarang lagi auto-silent mode atas apa yang dilakukan Zionis Israel ke warga Gaza.

Kepedulian kita sebagai remaja di sini tuh penting banget. Meski kontribusinya “cuma” teriak-teriak di aksi demo atau repost berita Palestina di media sosial, itu tetap wujud peduli. Minimal, dunia tahu kita nggak tutup mata. Karena empati dan dukungan itu tanda kalau kita nggak hidup dalam bubble. Lagian, ini juga bagian dari cinta sama saudara seiman, sesama muslim.

Itu sebabnya, kalau ada remaja muslim yang cuek banget soal Palestina, wajar dong kalau kita jadi bertanya-tanya, “Eh, kamu beneran paham konsep persaudaraan Islam, nggak sih?” Nggak harus jadi aktivis garis keras, tapi ya kudu peduli.

Ada juga, nih, yang bilang, “Kenapa sih sibuk ngurusin Palestina? Remaja di negeri sendiri aja banyak yang butuh perhatian”. Hmm, argumennya valid, tapi gini, loh: dunia ini bukan cuma soal “mana yang dekat”. Kita bisa bagi tugas. Ada yang fokus bantu saudara di sekitar kita, ada juga yang kasih dukungan buat saudara yang jauh. Itu penting, karena saat ini rakyat Palestina urgent banget butuh perhatian. Jadi, why not peduli keduanya?

Kepedulian ini tuh ibarat temen yang lagi galau. Kalau temen deket kamu curhat soal hubungan dengan ortunya yang nggak harmonis, kamu pasti kasih perhatian, kan? Nah, kalau temen dari grup WhatsApp jauh yang jarang ketemu curhat hal serupa, apa nggak kamu dengerin juga? Sama aja, konsepnya soal prioritas dan empati.

Lagipula, peduli Palestina bukan berarti kita ninggalin tanggung jawab di negeri sendiri. Think of it as multitasking. Kamu bisa banget ikut bantu remaja di sini jadi lebih berdaya sambil ngasih dukungan buat Palestina. Nggak harus selalu fisik, kok. Kadang, repost berita atau edukasi temen soal konflik di Gaza aja udah count as something. Keren banget kalo sampe ngasih bantuan dana juga, selain doa.

So, yang penting, jangan apatis. Dunia ini nggak cuma soal scroll-scroll media sosial dan drama kehidupan pribadi. Ada orang yang hidupnya jauh lebih berat, dan peduli itu bukan cuma tanggung jawab moral, tapi juga cerminan iman kita. Itu artinya, jadi remaja yang nggak cuma seru di tongkrongan, tapi juga punya makna buat dunia. Catet!

Sobat gaulislam, ngomongin soal persaudaraan sesama muslim itu ibarat ngomongin hubungan temen satu tongkrongan. Bayangin aja, kalau temen kamu lagi sakit gara-gara jatuh pas main futsal, pasti satu tim langsung panik, kan? Ada yang buru-buru cari obat, ada yang ngehibur, dan ada juga yang cuma modal panik doang tapi tetep peduli. Nah, itu analogi sederhana gimana kaum muslimin seharusnya peduli satu sama lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) dalam hadits yang shahih, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari no. 6011, dan Muslim no. 2586)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Permisalan seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang menguatkan satu sama lain.” (HR Bukhari no. 6026, dan Muslim no. 2585)

Jadi, seperti yang udah disampaikan dalam hadits, muslim itu kayak satu tubuh. Kalau satu bagian sakit, yang lain ikut ngerasain. Ini tuh kayak kalo kamu kena sakit gigi—padahal cuma gigi yang bermasalah, tapi efeknya kepala cenat-cenut, badan lemes, bahkan jadi susah tidur. Jadi, kalo ada saudara muslim di Palestina yang lagi ditindas, masa kita nggak ngerasa apa-apa? Minimal ikut ke-trigger buat berdoa, bantu lewat donasi, atau seenggaknya nggak sibuk nge-skip berita Palestina karena males baca.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya, “Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata, “Bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian adalah sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, “Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Tuh, Rasulullah udah spoiler alert, jumlah kita bakal banyak, tapi sayangnya nggak kompak. Ibarat tim sepak bola, kita punya banyak pemain, tapi semuanya sibuk rebutan bola sendiri. Bukannya cetak gol, malah jadi bahan ketawaan tim lawan. Dan, tahu nggak kenapa? Karena wahn—cinta dunia dan takut mati. Nah, ini relatable banget, sih. Coba deh, jujur aja: kita sering lebih peduli sama likes di Instagram atau skin legend di game ketimbang masalah umat. Padahal, urusan kayak Palestina ini tuh bukan cuma urusan “mereka”, tapi urusan kita juga.

Perlu sikap tegas

Bayangin kalo ada temen kamu di kelas yang di-bully terus-menerus sama anak lain. Kamu nggak bakal diem aja, kan? Paling nggak, kamu kasih dukungan, ajak temen-temen lain buat bantu, atau lapor ke guru biar masalahnya selesai. Nah, sama halnya kayak Palestina. Mereka lagi digenosida habis-habisan sama Israel, dan kita sebagai “temen sekelas” alias sesama muslim harusnya nggak cuma nonton doang sambil ngemil ciki.

Oya, ini ada beberapa tips yang bisa lakukan. Pertama, edukasi diri sendiri. Cari tahu lebih banyak soal konflik Palestina-Israel biar nggak gampang termakan hoaks. Pengetahuan itu penting, Bro en Sis!

Kedua, dunakan media sosial. Untuk apa? Repost berita valid, bikin awareness soal apa yang terjadi, dan ajak orang lain buat peduli. Media sosial itu senjata, bukan cuma buat scroll-scroll doang.

Ketiga, bantu lewat donasi, Jadi,  sekarang banyak platform terpercaya yang bisa bantu salurkan donasi buat Palestina. Uangnya nggak perlu banyak, yang penting ikhlas.

Keempat, doa. Betul. Jangan remehkan kekuatan doa. Ini ibarat senjata rahasia yang selalu ada di arsenal kita sebagai muslim.

Jadi, kepedulian kita sebagai muslim itu bukan cuma soal teori, tapi gimana kita beneran bisa walk the talk. Mulai dari hal kecil yang bisa kita lakukan. Jangan sampe kita cuma jadi “buih di lautan” yang keliatannya banyak, tapi nggak ada daya. Jadi, yuk, mulai peduli! Minimal, jadi remaja muslim yang nggak cuma mikirin skin game, tapi juga mikirin nasib saudara kita di belahan dunia lain.

Sobat gaulislam, lihat kondisi Palestina sekarang itu bikin hati nyesek dan darah mendidih. Tapi ya, jujur aja, kita sering cuma bisa ngelus dada. Nggak banyak yang bisa kita lakuin. Bahkan para pemimpin dunia Islam aja mentoknya cuma nyerocos di konferensi pers, ngecam-ngecam doang. Padahal, kalau mau serius, ngumpulin ribuan pasukan buat ngeratakan penjajah itu lebih make sense, kan?

Dulu, pas Theodore Herzl (bapak pendiri Israel) coba minta Palestina tahun 1897, Khalifah Abdul Hamid II langsung ngasih jawaban yang bikin Herzl keok. Katanya, “Tanah itu bukan milikku, tetapi milik umatku”. Bahkan, kabarnya saking keselnya, Khalifah sampe meludahi wajah Herzl. Kebayang nggak tuh malunya si Herzl? Tapi dia nggak nyerah gitu aja. Akhirnya dia kongkalikong sama Inggris buat merebut Palestina dan ngejatuhin Khalifah Abdul Hamid II dari tahta.

Oya, Palestina bukan cuma sejarah, Bro en Sis. Ini tanah penuh berkah yang jadi saksi perjuangan Islam sejak zaman Nabi. Bahkan Baitul Maqdis pernah jadi kiblat pertama kita sebelum Allah perintahkan salat menghadap Ka’bah. Dan perjanjian Umar bin Khaththab waktu menaklukkan Baitul Maqdis bikin status Palestina makin kokoh sebagai milik kaum muslimin. Salah satu poin penting perjanjiannya? Yahudi nggak boleh tinggal di Baitul Maqdis. Clear and simple, kan?

Tapi setelah Khilafah Islamiyah runtuh, kaum Yahudi kayak dapet cheat code. Dengan dukungan Inggris, Amerika, dan PBB, mereka sukses mendirikan Israel Raya. Alasannya? Katanya tanah itu udah dijanjikan Tuhan buat mereka. Eh, seriusan nih?

PM Israel pertama, Golda Meir, pernah ngomong sambil sewot, “Negeri ini berdiri karena janji Tuhan. Jadi, minta pengakuan itu lucu banget.” Hah? Kok tiba-tiba Tuhan dibawa-bawa? Lalu ada Menachem Begin yang bilang, “Negeri ini dijanjikan kepada kita, jadi kita berhak atas tanah itu.” Eh, klaim kayak gini kalo di debat sejarah mah mental!

Komentar yang paling bikin gerah adalah Moshe Dayan, jenderal bermata satu, yang nyebut, “Kalau ada bangsa injili, harus ada negeri injili.” Lah, nggak salah, nih? Semua ini cuma dalih buat nyamain klaim kosong mereka dengan fakta sejarah Islam yang solid.

Untungnya, nggak semua orang keblinger. Dr. Roger Garaudy, intelektual asal Prancis yang jadi mualaf, nge-bust klaim Zionis itu habis-habisan. Katanya, “Israel sama sekali nggak punya dasar historis, injili, atau yuridis buat berdiri di tanah Palestina”. Bro en Sis, kalau orang kayak Garaudy aja bisa liat ini jelas-jelas salah, kita juga harus sadar.

Singkatnya, Palestina adalah tanah umat Islam. Setiap jengkalnya adalah amanah dari Allah. Dan kalau ada yang berani ngusik, ya kita nggak bisa diem aja. Ini soal harga diri umat.

Kenapa harus peduli? Karena Palestina itu bukan cuma masalah “mereka”. Ini soal persaudaraan, soal akidah, soal kemanusiaan. Jangan sampe kita cuma jadi generasi rebahan yang sibuk nge-scroll TikTok sementara saudara kita di Palestina berjuang hidup di bawah bombardir. Kalau pun kita nggak bisa berangkat langsung, kita masih bisa bantu lewat doa, donasi, dan edukasi. Ingat, suara kita bisa jadi kekuatan. Jangan diem aja, ya!

Tugas kita sekarang adalah terus peduli dan berkontribusi, sekecil apa pun itu. Jangan cuma jadi generasi yang banyak alasan tapi nol aksi. Kalau ada yang ngaku muslim tapi cuek sama Palestina, coba cek, mungkin iman mereka lagi low battery. Bangkitlah, Bro en Sis! Palestina butuh kita! [O. Solihin | IG @osolihin]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *