Saturday, 20 April 2024, 19:33

Perusahaan-perusahaan raksasa Amerika bertumbangan. Pemerintah terpaksa menyiapkan dana talangan 700 milyar dollar. Semuanya akibat sistem kapitalisme liberal sebagaimana halnya di Indonesia. [bagian pertama]

Oleh: Amran Nasution *

Hidayatullah.com–Lehman Brothers, perusahaan raksasa keuangan berusia 158 tahun itu kini bangkrut. Dalam sejarah Amerika, inilah perusahaan paling besar yang pernah bangkrut. Kemudian Fannie Mae dan Freddie Mac, dua perusahaan keuangan terbesar dalam bisnis perumahan – semacam Bank Tabungan Negara di sini – terpaksa diambil-alih pemerintah guna menyelamatkannya dari kepailitan.

Hal yang sama dilakukan terhadap American International Group (AIG), perusahaan asuransi terbesar di dunia yang berpusat di New York. Sponsor klub sepak bola Inggris Manchester United ini memiliki asset senilai 1 triliun US Dollar dengan 100.000 karyawan tersebar di seluruh dunia.

Kini 80% sahamnya dimiliki? Bank Sentral Amerika The Fed, begitu pula manejemennya. Sebelumnya, The Fed mengambil-alih Bear Stearns, bank investasi di Wall Street, New York, yang sudah oleng. Bank itu kemudian dikawinkan dengan JP Morgan Chase.

Masih ada lagi yang lain. Merrill Lynch, perusahaan keuangan yang amat terkenal itu, terpaksa dijual kepada Bank of America. Lalu perusahaan raksasa lainnya seperti Goldman Sachs, Morgan Stanley, dan Washington Mutual Wachovia, dikabarkan sedang berusaha melego saham karena membutuhkan dana segar. Ada juga yang menyebutkan manajemen perusahaan itu sedang berunding dengan pengusaha China dan Timur Tengah.

Semuanya adalah korban dari krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat yang dimulai dari krisis kredit perumahan subprime mortgage, sejak tahun lalu. Hampir tak masuk akal perusahaan-perusahaan besar dan terkenal semacam Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG, Fannie Mae, Freddie Mac, atau Goldman Sach dan Morgan Stanley, bisa bangkrut atau ambruk.

Beberapa di antara perusahaan itu sudah berumur ratusan tahun, dan berhasil selamat dari berbagai krisis ekonomi selama ini, termasuk dari krisis ekonomi terdahsyat dalam sejarah, great depression 1929. Nyatanya, sekarang mereka terkulai, sebagaimana dialami Lehman Brothers atau AIG.

Kepanikan luar biasa pun melanda pasar modal Amerika di Wall Street, New York, pertengahan September lalu. Harga-harga saham berjatuhan dan itu berdampak ke seluruh dunia, termasuk ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Index BEJ terjun? bebas hampir separuhnya, dari 2700 menjadi 1700-an.

Menteri Keuangan Henry Paulson, 62 tahun, bekas CEO perusahaan keuangan raksasa Goldman Sachs dan Ketua The Fed, Ben S.Bernanke, bekas pengajar ekonomi-politik Princeton University, kemudian melakukan intervensi ke pasar. Tampaknya keadaan bisa ditenangkan, entah untuk berapa lama.

The Fed dan Departemen Keuangan memutuskan membeli kredit macet di perusahaan-perusahaan swasta yang terlibat urusan perumahan. Artinya, kini pemerintah terlibat dalam jual-beli surat utang. Untuk itu pemerintah Amerika menyediakan dana sebesar 700 milyar dollar. Ini merupakan penjaminan terbesar yang diberikan pemerintah kepada perusahaan swasta dalam sejarah Amerika.

Selain itu, komisi yang mengurusi bursa saham, The Securities and Exchange Comission (SEC), melarang sementara praktek jual singkat (short sales) 799 jenis saham. Langkah itu meniru apa yang dilakukan Inggris sehari sebelumnya. Short sales adalah jual-beli saham oleh para agen bermodal dengkul yang baru membayar bila saham telah terjual.

Dana penyelamatan (rescue plan) tadi berasal dari utang – melalui penerbitan surat utang dan semacamnya – maka kini utang luar negeri Amerika akan melonjak menjadi 11,3 triliun US Dollar. Tak ada satu negara pun di dunia ini yang memiliki utang luar negeri sebesar itu. Pada gilirannya semua utang itu harus dibayar dari pajak seluruh rakyat Amerika Serikat. [berlanjut.. /www.hidayatullah.com]

Penulis adalah Direktur Institute for Policy Studies (IPS) Jakarta