Saturday, 27 April 2024, 12:41

gaulislam edisi 710/tahun ke-14 (19 Syawal 1442 H/ 31 Mei 2021)

Kalo ada kata “terbalik” kok jadi inget sinetron komedi yang udah tayang sejak empat tahun lalu itu: Dunia Terbalik. Eh, tapi ini nggak bakalan ngomongin sinetron itu, kok. Nggak. Subtansinya mungkin mirip, sih. Jadi, tulisan ini sekadar ingin menceritakan bahwa banyak hal di dunia ini yang seharusnya begitu, tetapi nyatanya begini. Semestinya begini, nyatanya malah begitu. Harusnya A, malah jadinya B. Kebalik-balik. Nggak karuan dan bikin pusing 100 keliling lapangan sepakbola standar internasional. Intinya, mengubah cara pandang, merusak akal sehat, bahkan melanggar syariat.

Oke, langsung aja contohnya, ya.  Misalnya nih, saat ini lagi rame soal konflik Israel-Palestina. Mestinya kan sebagai orang Islam, yang dibela adalah saudara sesama muslim. Apalagi secara fakta memang Zionis Israel yang salah, karena udah merampas tanah kaum muslimin Palestina. Di negeri ini, ternyata banyak orang yang malah membela Israel. Mirisnya, ternyata mereka ngakunya muslim. Nah, apa itu nggak kebalik?

Ya, mereka buta sejarah, buta agamanya sendiri, buta politik. Matanya tak bisa melihat realita dan fakta sesungguhnya karena sudah dicolok transferan duit atau dijanjikan kenikmatan duniawi lainnya, yang sejatinya justru fana itu. Begitulah mereka tertipu dan terpedaya dengan angan-angannya. Menyedihkan, memang.

Sobat gaulislam, di antara para remaja juga ada lho yang berpikiran kebalik-balik. Contoh nih, ya. Pacaran dibebaskan, dibiarkan, bahkan sering kali  difasilitasi melalui bacaan dan tayangan film. Dibuatlah film-film remaja bertema pergaulan dan percintaan. Dibuat semenarik mungkin dan dilabeli romantis. Pacaran dirayakan, diberikan pujian. Padahal, banyak maksiat di dalamnya. Sementara mereka yang memilih menghindari pacaran dituduh mengekang kebebasan masa remaja, dianggap bagian dari orang yang sok suci. Terbalik memang cara pandangnya. Justru menjaga diri lebih utama daripada menjerumuskan diri kepada kemaksiatan. Ini memang persoalan akidah, persoalan cara pandang. Salah memahami, salah pula mengeksekusi, dan jelas makin salah jika kesalahan tersebut dibenarkan.

Intinya, mereka yang pacaran dilabeli gaul, yang nggak pacaran dinilai kudet. Idih, ngasal banget, kan? Itu sama saja dengan membenturkan remaja yang ngerokok dan yang menolak merokok. Dikasih deh embel-embel keren dan jantan kalo menghisap rokok. Sebaliknya diledek sebagai “banci” kalo nggak berani merokok. Padahal, malah banyak banci yang merokok. Betul, kan? Wis, angel, angel. Kebalik-balik cara berpikirnya, cara pandangnya.

Belum lagi kalo ngomongin remaja muslimah yang rapat menutup tubuhnya dengan busana muslimah (jilbab dan kerudungnya, malah ada yang pake cadar). Mereka diteriaki “ninja”. Namun, pada waktu yang bersamaan, mereka suit-suit nakal kepada para gadis muslimah yang nyaris tanpa busana ketika jalan di depan mereka. Sudah kebalik, kan? Perlu kamu tahu, itu pasti inspirasinya dari setan. Beneran. Mereka yang beriman nggak mungkin melakukan perbuatan nista seperti itu.

 Mereka yang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dianggap radikal. Sementara mereka yang melakukan kemaksiatan malah dibela mati-matian. Akal sehat ditaro di dengkul lalu diinjek. Itu namanya, menghina kecerdasan. Pernah dengar istilah lokalisasi? Iya, itu untuk melokalisir atau mengumpulkan suatu kegiatan di satu tempat. Ada lokalisasi judi, ada lokalisasi pelacuran. Walau sekarang udah berkurang, tetapi yang diam-diam melakukan masih ada. Mestinya kan dihancurkan, tak diberi izin. Cuma karena alasan menghargai mereka yang doyan begituan, tetapi supaya nggak merusak yang lain menurut mereka harus dilokalisir. Duh, sekilas tampak bijak, tetapi sejatinya bejat. Sebabnya, kemaksiatannya  nggak diilangin, tetapi dibiarkan hanya saja dilokalisir di satu tempat. Celaka!

Islam dibela, Islam dicela

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Jika yang menghina kaum muslimin dan mencela Islam itu adalah musuh Islam, itu sih nggak aneh. Biasa, dari dulu juga begitu. Namun, kalo yang menghina kaum muslimin dan mencela ajaran Islam adalah orang yang mengaku sebagai muslim, jelas mengherankan, kebalik-balik cara berpikirnya. Eh, tapi nggak usah heran juga sih, sejak dulu kan yang model begini dikategorikan kaum munafik. Ngaku muslim di bibir, tetapi hati tak terima. Condongnya kepada hawa nafsunya dan kepada keyakinan selain Islam. Itu sih, jelas munafik, lah. Bahaya.

Mestinya kaum muslimin itu ya membela Islam, menjadi pejuang Islam. Bukan malah menghina umat Islam dan mencela ajaran Islam. Simpel banget kan seharusnya cara berpikir kita. Kesalahan harus diluruskan, kebenaran wajib didukung. Salah katakan salah, benar katakan benar. Jangan sampe malah salah dikatakan benar, dan yang benar disalahkan. Duh, itu namanya sudah terbalik cara berpikirnya. Jadinya error.

Poligami dibenci, selingkuh dibiarkan. Ini juga kebalik-balik dah cara pandangnya. Ada yang memilih nikah di usia muda dinyinyirin, tetapi anak muda yang pacaran dan berzina malah didukung dan difasilitasi. Jelas kebalik cara pandangnya. Dan, pasti itu inspirasinya dari setan. Catet, ya!

Seharusnya sebagai muslim itu bangga dengan Islam, jangan malah minder jadi muslim lalu menghina Islam. Bahaya, Bro en Sis. Itu berarti menghina diri sendiri dan juga agamamu. Oya, untuk mendapatkan hasil yang bagus, kadang kita kudu menggali atau menelusuri sesuatu lebih dalam lagi. Untuk lebih menumbuhkan rasa bangga dengan Islam, maka nggak ada cara lain kecuali kita mengenalnya lehih dalam lagi. Iya nggak seh?

Misalnya aja nih, untuk mengenal sahabat kita lebih dekat lagi, maka perlu pengorbanan dari kita untuk berusaha mengenalinya lebih dalam lagi. Kata pepatah, “Tak kenal maka tak sayang.” Tak kenal banyak, maka tak sayang banget. Sebab, kayaknya ini seperti deret ukur. Kalo kita baru sampe mengukur di batas tertentu, maka sebatas itu pula rasa yang kita miliki. Nah, rasa-rasanya memang harus terus ditingkatkan biar lebih merasa yakin dan mantap. Makin banyak yang kita tahu dari Islam, maka akan makin kuat dan makin yakin kita dengan Islam. Tumbuh juga rasa percaya diri yang besar dalam kehidupan kita.

Luruskan cara pandangmu

Sobat gaulislam, cara pandang yang salah akan menghasilkan pemahaman yang keliru. Bahkan bisa jadi kebalik-balik. Dunia terasa jadi terbalik. Kebenaran disalahkan, kesalahan dibenarkan. Kebenaran dibuat samar-samar, kesalahan dibuat terang benderang lengkap dengan pujia. Keburukan dikemas jadi indah, keindahan dilabeli keburukan. Capek sebenarnya cara berpikir yang tak sesuai fakta itu. Bikin lelah dan bisa jadi bikin gila.

Islam, sebagai sebuah ideologi, jalan hidup, tentu memiliki cara pandang yang berbeda dengan keyakinan dan agama lainnya. Dan, kebenaran itu hanya satu, yakni Islam. Beneran!

Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah (yang artinya), “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’  kemudian beliau membaca (al-Quran surah al-An’am ayat 153), ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” (HR Imam Ahmad dan yang lainnya, shahih)

Jadi, kalo diminta meluruskan cara pandang kita, artinya yang menjadi patokan agar lurus adalah ajaran Islam. Itu sebabnya, jangan dibalik atau kebalik cara pandang dan cara berpikirnya. Salah katakan salah, benar katakan benar. Paham, ya?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan jalan yang lurus tersebut dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu. Jika kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku” (HR Imam Malik dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Doa yang paling besar manfaatnya tidak lain adalah doa meminta petunjuk jalan yang lurus, yaitu dalam surat al-Fatihah. Oleh karena itu, setiap muslim akan mengulang-ulang doa ini dalam shalatnya minimal dalam sehari semalam sebanyak tujuh belas kali. Orang yang mendapat jalan yang lurus pasti akan dimudahkan untuk melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan, sehingga dia tidak akan ditimpa keburukan baik di dunia atau di akhirat” (Majmu’ al-Fatawa, 14/320)

Oya, lurusnya jalan yang kudu ditempuh tentunya mengharuskan lurus pula dalam cara pandang. Lurus dalam cara pandang berarti benar pemahamannya. Jika sudah demikian, nggak mungkin bisa kebalik-balik cara pandangnya, sekaligus nggak bakal ada lagi istilah dunia terbalik. Sebab, sejatinya kebenaran itu lurus, kebenaran itu cuma satu, hanya orang yang jahat aja yang bikin sesuatu yang lurus dibelokkan, yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan, yang seharusnya begini, jadi begitu.

So, waspadalah. Jangan berpikir kebalik, jangan berpikir salah. Jadilah yang terbaik, bukan yang terbalik. Tetaplah teguh dalam kebenaran Islam, jangan goyah. Pegang teguh dan genggam erat hingga akhir hayat. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]