Friday, 29 March 2024, 03:00

gaulislam edisi 381/tahun ke-8 (20 Rabiul Akhir 1436 H/ 9 Februari 2015)

Aduh, dikatain lebay ya kalo kita ngerayain Valentine’s Day? Ya, itu sih silakan pikirkan sendiri aja Bro en Sis. Lebay itu kan berlebihan, kok gimana nyambungnya dengan merayakan Valentine’s Day? Justru itu yang disebut berlebihan. Harusnya biasa aja, kok malah dirayakan? Gimana nggak disebut lebay. Lagi pula sebenarnya judul ini belum lengkap kalo belum dijelaskan lebih lanjut. Apa penjelasan lanjutnya? Penjelasan lanjutnya, bukan saja lebay tetapi juga bisa merusak akidah. Kalo lebay hanya berhenti pada tataran melebih-lebihkan. Menganggap luar biasa dari sebuah tradisi untuk dirayakan dengan semarak. Padahal, itu hanya soal biasa. Nggak lebih nggak kurang. Apalagi jika kemudian melihat sejarahnya, yakni Valentine’s Day bukan tradisi dan bukan ajaran Islam. Itu artinya, Valentine’s Day bertentangan dengan Islam. Maka, jauhi dan hindari. Kenapa? Sebab, jika kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Islam, kita bisa melakukan perbuatan dosa. Apalagi ini menyangkut akidah lho. Kudu ati-ati banget!

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Meski bertahun-tahun banyak orang yang sadar tentang bahaya merayakan Valentine’s Day dan mereka mendakwahnya, tetapi anehnya masih banyak juga kaum muslimin yang nggak ngeh dan akhirnya dengan kebodohannya tetap merayakan Valentine’s Day. Saya sendiri sering menulis seputar Valentine’s Day dan bahayanya bagi kaum muslimin. Dulu, di akhir tahun 80-an, tepatnya tahun 1989 ketika saya masih kelas 1 SMK, dan itu pertama kali dapetin informasi bahwa Valentine’s Day adalah budaya kufur, asalnya dari tradisi Romawi kuno. Saat itu saya membacanya di sebuah buletin yang disebar ke sekolah-sekolah. Artikel itu menyentak pikiran dan perasaan saya. Meski belum pernah merayakannya, tetapi informasi ini mencegah saya dari berbuat maksiat. Alhamdulillah.

Tahun-tahun berikutnya, ketika sudah bisa dan terbiasa menulis, saya juga menuliskan kembali pendapat tersebut di beberapa media remaja. Mulai dari Majalah PERMATA (tahun 1996-2004), juga di Majalah SOBAT Muda (tahun 2004-2006). Lalu menuliskannya lagi di Buletin STUDIA (tahun 2000-2007) dan juga di buletin gaulislam (antara tahun 2007 hingga tulisan inii—dan insya Allah tulisan-tulisan di tahun-tahun berikutnya). Mungkin ada yang bertanya, apa nggak bosen tuh nulis tema yang sama, yakni tenjtang Valentine’s Day? Gimana ya, abisnya banyak juga remaja yang belum sadar akan bahaya budaya kufur tersebut sih. Jadi, dakwah harus berlanjut. Apalagi pembaca di tiap generasi kan berbeda-beda. Jadi, insya Allah tetap relevan untuk terus dituliskan.

Bukan dari Islam

Di buku Jangan Jadi Bebek (saya tulis di tahun 2002, atau 13 tahun lalu), saya juga menulis tentang Valentine’s Day, lho. Sebagian saya kutip di sini. Ya, apa mau dikata, kegiatan rutin tahunan Valentine’s Day sudah kepalang dinobatkan sebagai hari kasih sayang di seluruh dunia. Termasuk kita jadi latah ikut heboh setiap tanggal 14 Febuari. Padahal Valentine’s Day ternyata punya latar belakang peristiwa yang bukan berasal dari Islam. So, bahkan dalam versi lain, disebutkan bahwa pada awalnya orang-orang Romawi merayakan hari besar mereka yang jatuh pada tanggal 15 Februari yang diberi nama Lupercalia. Peringatan ini adalah seba­gai penghormatan kepada Juno (Tuhan wanita dan perkawinan) serta Pan (Tuhan dari alam ini) seperti apa yang mereka percayai. Acaranya? Laki dan perempuan berkumpul, lalu saling memilih pasangan­nya lewat kado yang telah dikumpulkan dan diberi tanda sebelumnya—tukar kado. Selanjutnya? Hura-hura sampai pagi!

Sobat gaulislam, seiring dengan berjalannya waktu, pihak gereja—yang waktu itu agama Kristen mulai menyebar di Romawi—memindahkan upacara peng­hormatan terhadap berhala itu menjadi tanggal 14 Februari. Dan dibelokkan tujuannya, bukan lagi menghormati berhala, tapi menghormati seorang pendeta Kristen yang tewas dihukum mati. Nama acaranya pun bukan lagi Lupercalia, tapi Saint Valentine.

Waduh, kamu yang ikut-ikutan dalam hajatan Valentine’s Day itu ternyata merayakan peringatan yang bukan berasal dari Islam. Nggak tahu, apa nggak mau tahu?

Cinta dan Valentine’s Day

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Jika kamu sedang dilanda rasa cinta, jangan tergesa untuk ungkapkan cinta. Lebih baik dipikirkan dan dirasakan dengan penuh penghayatan. Sebab, kita nggak mau dong kecemplung abis di lembah cinta yang bernoda. Jangan sampe!

Itu sebabnya, jangan keburu seneng kalo menjelang 14 Februari ini ada cowok di hadapan kamu bilang, “Be my Valentine?”. Sebab, siapa tahu tuh cowok tengil lagi nyari mangsa cewek yang HBL (haus belaian laki-laki). Ih, jangan nekatz ah. Jangan sampe kamu reflek ngasih respon, meski cuma dengan anggukan kepala tanda setuju jadi pacarnya. Ati-ati, meski tuh cowok punya wajah hasil kolaborasi Cristiano Ronaldo dan Aliando Syarief. Iya, soalnya percume deh ganteng juga tapi lemah iman mah. Tul nggak?

Mungkin kamu kudu jujur sama diri kamu sendiri, bahwa yang bergerak meronta di dasar hatimu itu pasti cinta sehat atau cinta yang sakit? Pasti cinta suci atau justru cinta berbalut nafsu jelek? Sebab yang merasakan gejolak di hatimu, ya cuma kamu sendiri. Orang lain cuma bisa melihat gelagat yang nampak dalam perbuatanmu.

So, kalo kamu, para akhwat ngebet banget sama ikhwan, jangan asal tergesa ungkapkan cinta. Lihat dulu bener nggak ikhwan ‘beneran’. Jangan cuma lihat jenggotnya doang (terutama kalo ketemu di angkot), sebab bisa aja doi adalah penggemar berat grup band SOAD (System of A Down, yang personelnya rata-rata berjenggot itu). Eh, kamu tahu nggak sih grup band itu? Jangan-jangan generasi kamu kenalnya Trio Ubur Ubur ya? Hehehe…

Nah, meski kamu sedang jatuh cinta, jangan coba-coba ikut ngerayain Valentine’s Day. Udah mah acara itu bukan dari Islam, eh kamu juga ngelakuin maksiat bernama pacaran atau malah seks bebas. Waspadalah!

Bukan saja lebay, tetapi membahayakan

Bahaya? Iya. Sebab, ini berkaitan dengan gaya hidup dan cara pandang sebuah keyakinan. Jadi bukan saja lebay, tetapi sudah tergolong menyerupai gaya hidup atau budaya orang kafir. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami(HR Tirmidzi no. 2695)

Nah, dengan kedua hadits ini saja kita udah bisa tahu bahwa menyerupai suatu kaum, yakni mengikuti budaya mereka bisa membahayakan akidah kita. Hati-hati!

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?(HR Muslim no. 2669)

Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menuliskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nasrani. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”  (Syarh Muslim, 16: 219)

Sobat gaulislam, buat kamu yang lagi pacaran, Valentine’s Day disulap jadi hari kasih sayang dalam arti mengobral harga diri atas nama cinta. Sumpah, itu bohong banget. Kalo memang sayang dan cinta, nggak bakalan ngorbanin kehormatan dan harga diri melalui ajang seks bebas, yang sering juga dilakukan justru pada saat perayaan Valentine’s Day. Ah, sudah mah dosa merayakannya, eh ditambah juga dengan aktivitas pacaran dan bahkan seks bebas. Kalo dalam hitungan matematika sih, dosanya udah pangkat tiga!

Ikut Valentine’s Day? Nggak deh!

So, apa jawaban kamu ketika ditanya kenapa ikut dalam pesta Valentine’s Day? Karena acara itu adalah perayaan kasih sayang? Bisa jadi sebagian besar jawabannya demikian. Tapi kamu kudu tahu bahwa ‘kasih sayang’ versi bangsa yang melahirkan acara ini tidak lebih dari mengumbar hawa nafsu. Buat orang-orang sekuler dan liberal seperti di Barat sana, biasa mengucapkan kata-kata cinta dan kasih sayang dengan ucapan; make love. Nah, tentu saja itu artinya ‘bermain cinta’ yang ujung-ujungnya adalah zina. Serem!

Sobat gaulislam, kamu juga kudu sadar, bahwa banyaknya teman-teman kamu—termasuk di seluruh dunia—yang ikut merayakan Valentine’s Day bukan berarti acara tersebut sah dan legal. Soalnya, sah atau legal acara tersebut bukan tergantung dari banyaknya orang melakukan perbuatan tersebut. Nggak juga tergantung dari selera kamu sebagai manusia yang memandang persoalan hanya dari ukuran perasaan dan pikiran kamu semata. Tapi seluruhnya disandarkan kepada ajaran-ajaran Islam. Islam sebagai patokan.

Sebagai seorang remaja muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tentu saja kita nggak layak mengikuti budaya yang tak jelas juntrungannya. Terlebih Valentine’s Day ini adalah produk peradaban Barat yang sekuler—yang memisahkan antara agama dengan kehidupan.

Valentine’s Day hanya sebuah sarana dari sekian banyak sarana peradaban Barat yang nota­bene terbilang maju dan ‘hobi’ menghancurkan Islam. Bisa jadi Valentine’s Day adalah sebagai alat penjajahan Barat. Paling tidak dari sisi budaya dan gaya hidup. Catet, Bro! [O. Solihin | Twitter @osolihin]

1 thought on “Valentine’s Day Itu Lebay

  1. Mohon maaf, minta izin copas untuk dipakai buletin di sekolah

    Silakan. Asalkan cantumkan sumbernya berupa alamat web kami. Terima kasih.
    redaksi gaulislam

Comments are closed.