Monday, 9 December 2024, 02:13

gaulislam edisi 535/tahun ke-11 (5 Jumadil Awal 1439 H/ 22 Januari 2018)

 

Sobat gaulislam, kalo kamu ngikutin perkembangan berita baik di media massa maupun di media sosial, mestinya tahu dong ada mantan artis cilik yang bercanda di acara komedi, juga komedian (bener nggak sih dia komedian?) yang mengolok-olok agama Islam. Silakan kamu searching aja di Mbah Google, saya nggak mau nyebutin dua orang itu khawatir nanti malah jadi iklan gratis buat mereka. Cukup tahu aja, dan kamu mestinya juga ngeh dengan kasus tersebut.

Apakah hanya gara-gara dua orang itu jadi geger seisi jagat maya, khususnya di media sosial hingga saling serang antara yang pro dan yang kontra? Itu sih tergantung kita memandangnya. Namun sebagai muslim, tentu saja ada batasan berupa aturan sehingga bisa menilai apakah hal itu baik atau buruk dan disampaikan dengan cara serius atau bercanda. Tetap ada nilainya. Meski bercanda nggak boleh kelewatan, tahu!

Selain itu, kita juga perlu tegas dalam memberikan penilaian secara obyektif. Jika salah katakan salah dan jika benar katakan benar. Nggak boleh dan nggak bisa bersikap netral. Harus ada keberpihakan. Khususnya kepada Islam sebagai agama kita. Intinya, kalo ada yang nyinyir, menghina, dan mengolok-olok agama kita wajib kita ingatkan dan bila perlu kita lawan agar mereka tak menginspirasi calon pengolok-olok yang lain untuk ikut beraksi.

 

Bercanda jadi alasan

Manusia hidup konon kabarnya butuh hiburan yang bikin suasana tenang bin adem ayem. Namun, salahnya adalah manusia merasa bahwa bercanda itu menghibur diri. Tersebab targetnya bikin ketawa orang, maka bahan lawakan seringkali digali dengan berbagai cara demi sebuah tujuan lucu-lucuan sebagai bagian dari bercanda. Akibatnya, banyak orang—termasuk kaum muslimin yang awam—yang terlibat di dalamnya karena ketidaktahuannya, maksudnya ikut-ikutan bikin lawakan atau candaan yang justru isinya mengolok-olok orang lain atau malah agamanya sendiri.

Orang model gini agak sulit dinasihati karena merasa benar atau sudah merasa baik. Padahal faktanya dia sama sekali nggak mau mengubah kebiasaan buruknya yang bukan saja merugikan orang lain, tetapi juga dirinya sendiri. Ini kan bahaya, Bro en Sis. Beneran!

Eh, kamu tahu nggak sih istilah mengolok-olok, jangan sampai udah panjang lebar nulis malah nggak tahu? Belum. Ih, hadeuuh. Gini deh. Asal katanya dari olok, yang berarti perkataan yang mengandung sindiran (ejekan, lelucon) atau perkataan untuk bermain-main saja; kelakar, senda gurau. Mengolok-olok berarti mempermainkan dengan perkataan (seperti mengejek). Nah, itu berdasarkan pengertian menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Semoga kamu jadi tambah wawasannya, ya.

 

Bercanda juga ada aturannya

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, bercanda boleh aja, tapi ada aturannya. Nggak bablas sesuka udelmu. Apalagi karena ngejar target orang lain agar tertawa, lalu kamu berbohong dalam candamu. Itu nggak benar alias salah, Bro en Sis. Nggak baik. Emang puas ya kalo candaan kita direspon orang lain dengan tawa mereka (apalagi sampe terbahak-bahak) walau dengan bumbu bohong? Kalo orang yang waras imannya sih yakin nggak bakalan ngelakuin yang begitu. Beneran!

Nah, berarti kita perlu tahu nih apa aja aturan dalam bercanda. Supaya apa? Agar kita nggak bablas dalam candaan kita. Nih, beberapa saya sarikan dari situs muslimah.or.id dengan beberapa perubahan kosa kata. Hal penting yang harus kita perhatikan dalam bercanda adalah:

Pertama, meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.

Kedua, jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.

Ketiga, jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda.

Keempat, jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Seperti dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim (pengadilan), ketika memberikan persaksian dan lain sebagainya.

Kelima, hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat bercanda. Misalnya menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Ini nggak boleh. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Selain itu, nggak boleh berdusta saat bercanda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang memperbaiki akhlaknya.” (HR Abu Dawud)

Rasulullah pun telah memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hal yang dilarang lainnya dalam bercanda adalah melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang.

Apalagi? Ada, yakni canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain tertawa. Ini nggak boleh. Berdosa, lho!

Keenam, hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS al-Israa’ [17]: 53)

Ketujuh, tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR Ibnu Majah)

Kedelapan, jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat al-Quran dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.

Sobat gaulislam, please deh. Kita nggak boleh banyak bercanda, apalagi candaan tersebut membuat kita jauh dari Islam. Ngeri!

 

Mengolok-olok tanpa sadar

Waduh, kalo sampe kita mengolok-olok tanpa sadar, khususnya dalam masalah agama kita, bisa berabe urusannya euy. Sebab, ngerasa bener padahal mah salah. Ngerasa nggak masalah padahal mah sangat parah. Kok bisa sih?

Begini penjelasannya. Ini nyambung dengan candaan. Seperti pernah ada kiriman video di grup WhatsApp yang isinya adegan dua orang muslimah sedang shalat tapi ketika ruku yang beradegan jadi imam rukunya berlawanan arah dengan makmum (seolah ke belakang), lalu makmumnya digambarkan kaget setengah hidup lalu lari. Sementara kita yang melihat video itu tanpa sadar ikut kaget tapi terus ngakak bahkan ada yang terpingkal-pingkal menyaksikan adegan itu. Nah, ini gimana coba. Shalat jadi bahan candaan. Parahnya, banyak di antara kaum muslimin yang nggak peka, lalu menganggapnya sekadar candaan. Padahal, sejatinya adegan di video itu sedang mengolok-olok ibadah shalat. Hadeuuh.

Hal lain yang kemarin sempat rame juga adalah candaan tentang “peci hitam” yang jadi imam (disertakan juga gambar kartun yang berkaitan dengan adegan tersebut). Dikemas sedemikian rupa seolah mirip pertanyaan sungguhan walau sebenarnya mengandung jebakan dengan target membuat orang tertawa di akhir setelah berpikir keras membacanya. Ada yang menganggap serius pertanyaannya, tak sedikit yang udah tahu malah menganggap wajar sebagai bahan candaan setelah ngeh. Mau tahu pertanyaannya? Ini yang tersebar di grup WhatsApp beberapa waktu lalu: “Maaf, saya cuma mau tanya: Kalo sholat berjamaah makmum pakai peci putih terus imamnya kopiah hitam kira-kira sah atau tidak sah sholatnya? Soalnya ada yg bilang gak sah. Makasih.”

Walau bercanda, tapi jika obyek candaan itu adalah masalah ibadah, dalam hal ini shalat, maka itu terkategori pelecehan atau olok-olok terhadap ibadah dalam ajaran Islam. Entah siapa yang membuat pertanyaan tersebut (lengkap dengan gambar kartunnya), jelas sudah melecehkan ajaran Islam. Beruntung ada beberapa orang yang kemudian mengomentari dan menasihati sehingga ada penyeimbang informasi dan opini.

Waspadalah, sebab setan berupaya sebisa mereka untuk menyimpangkan kaum muslimin dari jalan kebenaran. Bercanda menjadi salah satu pintu paling memungkinkan untuk melecehkan dan mengolok-olok agama. Jangan sampe deh ada yang model gitu lagi, meski jika dirinci selain dua hal itu, masih banyak banget. Namun, hal serupa jarang ada yang merespon karena menganggap hal itu sekadar candaan. Wah, udah parah bin kacau, memang.

 

Istihza’ bid diin itu berbahaya

Sobat gaulislam, mengolok-olok agama alias istihza’ bid diin konsekuensinya berat euy. Nggak boleh dilakukan. Nih, biar lebih jelas, saya sarikan (dengan sedikit perubahan kosa kata) dari situs voa-islam.com, ya.

Istihza’ (penghinaan, mengejek, dan mengolok-olok terhadap dien) merupakan sifat orang kafir. Banyak orang yang mengaku Islam menjadi murtad karenanya. Buktinya, banyak para perawi yang mengabadikan kisah-kisah istihza’ yang terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ibnu Jarir dan lainnya meriwayatkan dengan sanad yang bagus, dari Abdullah bin Umar radliyallah ‘anhuma: “Pada perang Tabuk, ada seorang laki-laki berkata dalam sebuah Majelis: ‘kami tidak pernah melihat orang seperti para qurra’ (penghafal al-Quran) kita, mereka adalah orang-orang yang buncit perutnya (karena banyak makan), paling dusta lisannya dan paling pengecut saat berperang.” Maksudnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya penghafal al-Quran.

Ucapan lelaki tadi disergah dengan keras oleh ‘Auf bin Malik, “Kamu dusta, kamu ini pasti seorang munafik. Aku benar-benar akan memberitahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Lalu ‘Auf datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberitahukan kapadanya, ternyata al-Quran telah mendahuluinya.

Lalu lelaki tadi datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau berangkat menaiki ontanya. Ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami hanya bermain-main dan berseloroh saja untuk mengusir kesenggangan saat menempuh perjalanan yang panjang dan memayahkan.”

Ibnu Umar radliyallah ‘anhuma mengatakan, “seakan-akan aku melihat lelaki itu berpegangan pada tali pengikat pelana onta Rasulullah, sementara batu mengenai kedua kakinya dan membuatnya berdarah. Ia berkata, “Kami cuma berseloroh dan bersendau gurau saja.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepadanya, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” Beliau mengucapkan perkataan itu tanpa memalingkan wajah kepadanya, dan tidak pula menambah ucapan lain atasnya.” (ash-Sharimul Maslul, Ibnu Taimiyyah, hlm. 17, 512, 546. Dinukil dari Fatwa mati buat penghujat, Abu Bashir, hlm. 28)

Oke deh, ini aja ya. Semoga kita berhati-hati dalam bercanda, khususnya jika yang menjadi bahan candaan adalah perkara agama kita sendiri. Semoga kita terhindar dari hal sedemikian. Yuk, banyak belajar tentang Islam. Semangat! [O. Solihin | IG @osolihin]