Friday, 26 April 2024, 05:21

gaulislam edisi 624/tahun ke-12 (8 Shafar 1441 H/ 7 Oktober 2019)

Alhamdulillah, edisi pekan ini adalah edisi ke-624. Itu artinya, edisi ke-52 di tahun kedua belas penerbitan gaulislam. Ya, insya Allah pekan depan udah masuk tahun penerbitkan ketiga belas. Jadi, edisi ke-625 pekan depan sudah masuk edisi ke-1 di tahun ketiga belas penerbitan gaulislam. Alhamdulillah. Pencapaian yang luar biasa bagi kami. Allah Ta’ala memudahkan kami untuk terus memproduksi tulisan-tulisan dakwah, khususnya untuk kalangan remaja.

Sekadar tahu aja, pertama kali buletin ini terbit, adalah pada 29 Oktober 2007. Berarti milad ke-12 baru nanti insya Allah tanggal 29 Oktober 2019. Tetapi secara penerbitan penulisan, edisi pekan depan sudah masuk tahun ketiga belas. Insya Allah. Doakan ya, semoga kami bisa terus konsisten berdakwah, khususnya untuk kalangan remaja muslim. Semoga pula kami bisa ikhlas berjuang, hanya mengharap ridho Allah Ta’ala.

Nah, ngomong-ngomong soal ikhlas, saya jadi inget tulisan lawas saya untuk sebuah buku yang saya tulis. Jadi, saya comot sedikit ah buat nulis di buletin kesayangan kamu edisi kali ini. Semoga ada manfaatnya.

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kalo kita bicara soal ikhlas, khususnya keutamaan dalam ikhlas insya Allah menarik. Insya Allah ada keutamaan juga bagi mereka yang ikhlas. Umpamanya begini, kalo kita naik bis aja ada kerasa beda kan antara kelas eksekutif ama yang ekonomi? Bepergian jauh naik bis yang fasilitasnya cukup bagus, nggak terasa berat di perjalanan. Itulah keutamaannya naik bis kelas eksekutif. Meski tentu kudu dibayar dengan ongkos yang relatif lebih mahal dibanding kelas ekonomi.

Keutamaan ikhlas, insya Allah beda banget dengan yang nggak ikhlas. Kalo nggak ikhlas mah amalannya dinilai nggak bermutu di hadapan Allah Ta’ala. Kalo yang ikhlas berbuat insya Allah dapetin pahala. Jelas beda, kan? Itu sebabnya, emang ada keutamaan dalam beramal, ada keutamaan dalam menjalankan sikap ikhlas.

Oya, kita harus mulai membiasakan bahwa kebaikan itu tidak selalu harus langsung kita terima saat ini juga ketika selesai beramal baik dengan ikhlas. Siapa tahu malah disimpan untuk pahala di akhirat kelak. So, nggak usah mikirin terlalu ribet soal ‘balasan’ dari keikhlasan ini. Insya Allah udah ada jaminan tersendiri dari Allah Ta’ala. Lagian masa’ kita begitu aja percaya kepada resep dokter untuk mengobati suatu penyakit (padahal masih belum jelas, kan?). Sementara kepada janji Allah Ta’ala kita abai. Waduh, jangan sampe deh!

Sobat gaulislam, kalo kita ikhlas, Allah Ta’ala menjanjikan pahala sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya): “..dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS an-Nisaa [4]: 146)

Mendapat ridho dari Allah Ta’ala

Kita pasti senang banget kan ketika melakukan suatu perbuatan, terus perbuatan tersebut disukai oleh orang lain? Misalnya, sebagai ketua pelaksana sebuah acara di OSIS, acara kita tuh sukses banget. Orang-orang seneng dengan acara kita. Oya, tentu ini acara yang benar dan ada manfaatnya (seperti seminar tentang Say No to Drugs, misalkan). Bahkan sebelum acara aja kita mendapat restu dari kepala sekolah segala. Wuih, senang banget kan kegiatan yang kita gelar mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan?

Nah, mendapat ridho dari Allah Ta’ala tentu jauh lebih baik dari semua ukuran keridhoan yang manusia tetapkan. Sebab, Allah Ta’ala pasti udah ngasih ketentuan yang bakal bikin manusia senang ketika melakukan suatu amalan yang memang disukai dan diridhoi oleh-Nya. Misalnya nih, kita shalat dengan benar dan baik sesuai tuntunan syariat Islam, plus dilakukan dengan niat yang ikhlas untuk mendapat ridho Allah, wah Allah Ta’ala akan ridho dengan apa yang kita lakukan. Insya Allah.

Dijamin, enak banget kalo Allah Ta’ala udah ridho atas apa yang kita lakukan. Sederhana sih sebenarnya untuk mendapat ridho-Nya, tapi seringnya kita nggak bisa mempraktikannya. Allah Ta’ala akan ridho jika kita melakukan perbuatan yang memang telah diatur dan ditetapkan oleh-Nya. Tentu saja disertai dengan niat yang ikhlas karena ingin mendapat ridho-Nya. Misalnya, kita melakukan shalat. Shalatnya bener. Sesuai tuntunan hukum syara dan fiqihnya. Kemudian niatkan dengan ikhlas karena ingin mendapat ridho dari Allah Ta’ala. Hmm… insya Allah kita udah berpeluang untuk mendapatkan ridho-Nya, tuh. Yakin saja!

Firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah [9]: 100)

Berkata Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah, “Meninggalkan syahwat karena Allah adalah jalan paling selamat dari adzab Allah dan paling sukses meraih rahmat Allah. Perbendaharaan Allah, perhiasan kebaikan, lezatnya ketenangan, dan rindu pada Allah, senang dan damai dengan Allah tidak akan diraih oleh hati yang di dalamnya ada sekutu selain Allah, walaupun dia ahli ibadah, zuhud, dan ilmu. Karena Allah menolak menjadikan perbendaharaannya bagi hati yang bersekutu dan cita-cita yang berserikat. Allah memberikan perbendaharaan itu pada hati yang melihat kefakiran, kekayaan bersama Allah; kekayaan, kefakiran tanpa Allah; kemuliaan, kelemahan tanpa Allah, kehinaan, kemuliaan bersama Allah, kenikmatan, adzab tanpa Allah dan adzab adalah kenikmatan bersama Allah.” (dikutip dari sebuah tulisan di www.dakwatuna.com)

Dapetin berkah juga

Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Kamu tahu apa itu berkah atau barokah? Yup, kata para ulama, barokah itu adalah bertambahnya kebaikan (ziyadatul khair). Secara harfiah, barokah berarti an-nama’ waz ziyadah, yakni tumbuh dan bertambah. Atau bisa didefinisikan dengan kata majemuk jalbul khoir atau sesuatu yang dapat membawa kebaikan. Ini berarti barokah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh barokah yang diidamkan itu. Catet ya!

Nah, insya Allah dengan keutamaan ikhlas salah satunya adalah mendapat berkah dari Allah Ta’ala. Misalnya aja kita ngasih infak or sedekah kepada teman yang lain, kalo kita ikhlas melakukannya, insya Allah akan mendapatkan kebaikan dalam bentuk lain. Emang sih nggak ada jaminan juga kalo kita ngasih ke orang terus orang itu bakalan berbuat baik kepada kita. Belum tentu. Kalo itu nggak ikhlas, dong ya? Karena ngarepin orang berbuat baik juga kepada kita. Hehehe…

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqoroh [2]: 261)

Imam Tirmidzi mengeluarkan hadits dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu bahwa seorang lelaki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, meminta beliau untuk memberikan sesuatu kepadanya. Beliau berkata: Aku tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepadamu. Namun jual saja barang (milik)-ku. Jika mendatangkan sesuatu (keuntungan), maka aku akan memberikannya. Umar bereaksi: Wahai Rasulullah, aku telah memberinya sesuatu. Lagi pula Allah tidak membebanimu atas apa yang memang tidak mampu engkau lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam tidak suka dengan ucapan Umar. Lalu seorang lelaki Anshar berkata: Wahai Rasulullah, berinfaklah. Dan janganlah engkau takut terhadap Pemilik ‘Arsy. Wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tersenyum mendengar perkataan orang Anshar itu, seraya berkata: Begitulah aku diperintahkan (dalam Kitab Bidayah wa Nihayah., juz 6/56. Hadits ini juga dikeluarkan oleh al-Bazzar, Ibnu Jarir, al-Kharaiti, dan Sa’id bin Manshur, sebagaimana terdapat dalam Kanzul Ummal (juz 4/42).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam lalu berkata: Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling agung? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Engkau bersedekah ketika engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukan, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya. Jangan engkau tunda-tunda sampai nyawa sudah sampai di kerongkongan, baru engkau berpesan: Berikan kepada si fulan sekian dan untuk si fulan sekian. Ingatlah, memang pemberian itu hak si fulan” (HR Muslim)

So, sikap ikhlas tanpa diniatkan untuk mengharapkan imbalan, kecuali ridho Allah semata, insya Allah akan mendapatkan kebaikan yang berlipat-lipat dari Allah Ta’ala. Insya Allah itulah barokah yang akan kita dapatkan.

Pahalanya bejibun, Bro en Sis!

Siapa sih yang nggak suka dapet pahala? Semua manusia pasti pengen banget dapat pahala dari Allah Ta’ala yang emang udah dijanjikan kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan amal shaleh sesuai dengan tuntunan dari-Nya. Itu pasti. Ini beda dengan pamrih ingin dapetin keridhoan dari manusia lainnya. Kalo kita ingin dapetin ridho dari Allah Ta’ala insya Allah pahala yang kita dapat. Keikhlasan kitalah yang akan menentukan apakah kita dapetin pahala atau nggak dari apa yang kita lakukan. Iya nggak, sih?

Pernah nggak berbuat baik sama ortu dan karena kamu tanpa pamrih melakukannya, kemudian membuat ortumu jadi makin sayang sama kamu? Bener, lho. Saya aja ngerasa senang ketika anak saya mengerjakan sesuatu yang saya inginkan, terus anak saya melakukannya dengan ringan tanpa minta ini dan itu sebelum melakukan. Akhirnya, saya makin sayang sama anak saya yang menunjukkan sikap tanpa pamrih. Kadang, ringan aja ngasih sesuatu. Nah, saya yakin Allah Ta’ala akan memberikan apa pun ketika kita ikhlas melakukan perintah-Nya dan benar caranya. Insya Allah. Ya, pemberian Allah bisa berupa dimudahkan rizki kita, dimudahkan mengerjakan sesuatu, diberikan kelapangan dalam hidup, nikmatnya diberikan kekuatan iman, kesehatan dan lain sebagainya. Seneng banget kan? Insya Allah itulah bagian dari ganjaran atas keikhlasan kita.

Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, sejumlah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam berkata pada beliau, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, para hartawan itu pergi dengan banyak pahala. Mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mengerjakan puasa sebagaimana kami puasa, dan bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki (sedang kami tidak mampu).” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu untuk kalian yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah bagi kalian, setiap takbir (Allahu Akbar) sedekah bagi kalian, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah bagi kalian, setiap tahlil (laa ilaaha illallah) adalah sedekah bagi kalian. Amar ma’ruf adalah sedekah, nahi mungkar sedekah, dan bersetubuh adalah sedekah pula.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah di antara kami apabila menyalurkan syahwatnya (kepada istri) juga mendapat pahala?” Jawab beliau, “Tahukah kalian, jika dia menyalurkannya pada yang haram (berzina), bukankah baginya ada dosa? Demikian pula jika ia menyalurkannya pada yang halal, maka baginya berpahala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kekuatan keyakinan akan indahnya pahala di sisi Allah Ta’ala bagi orang yang beramal dan berjuang secara ikhlas akan membuahkan sikap mental: segala beban dan penderitaan yang didapat saat berjuang dirasakan ringan, bahkan dirasakan sebagai sesuatu yang nikmat, menyenangkan, dan membahagiakan. Ia menjalaninya tanpa keluh kesah.

Itulah yang dirasakan Abu Dzar al-Ghifari radhiallahu ‘anhu saat terjadi perang Tabuk, Abu Dzar tertinggal rombongan mujahidin yang dimimpin langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Itu terjadi karena kendaraan yang dinaikinya berjalan lambat. Akhirnya beliau turun dari kendaraannya itu dan memanggul barang-barang bawaaannya di atas pundaknya. Tidak ada keluh kesah dan tidak ada perasaan berat saat beliau harus menempuh perjalanan dari kota Madinah ke Tabuk, yang jaraknya kurang lebih 900 km. Padahal perjalanan itu ditempuh sendirian dan berjalan kaki pula. Perjalanan yang bagi orang-orang munafik dirasakan amat berat. Tapi tidak bagi Abu Dzar radhiallahu ‘anhu. Beliau tahu bahwa dalam perjalanan jihad itu ada pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala. Jadi, beliau benar-benar dapat menikmati kepenatan-kepenatan dakwah.

Sobat gaulislam, semua amal yang kita lakukan asalkan itu sesuai dengan perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya serta dilakukan dengan ikhlas, insya Allah akan mendapat kebaikan dan pahala di sisi Allah Ta’ala. Bersyukurlah jika kita bisa ikhlas hanya mengharap ridho-Nya. Semoga ya. [O. Solihin | IG @osolihin]