Tuesday, 16 April 2024, 19:21

gaulislam edisi 571/tahun ke-11 (21 Muharram 1440 H/ 1 Oktober 2018)

 

Yuhuu, sobat setia gaulislam yang dirahmati Allah. Edisi kali ini buletin kesayanganmu bakal membahas tentang tema yang emang lagi marak-maraknya saat ini (atau bahkan bertahun-tahun?). Apa itu? Ya, nggak lain bin nggak bukan adalah game di kalangan remaja, khususnya kaum cowok. Tapi kaum cewek juga nggak boleh kelewatan pembahasan yang satu ini, ya. Biar bisa amar ma’ruf nahi munkar, dan tentunya game juga nggak hanya di kalangan remaja cowok, kok. Cewek juga pastinya ada dong yang jago main game.

Eh, tapi memang nggak bisa dipungkiri bahwa pemain game mayoritas adalah para cowok. Lihat aja di warnet-warnet, warung, kafe, yang nongkrong buat main game kebanyakan anak cowok, kalo nggak mau dibilang cuma cowok.

Di era yang sudah serba canggih ini, bermain game sudah bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Kalau bernostalgia pada zaman dulu, yang mana game itu masih minimal sekali dimainkan kecuali orang-orang kalangan atas, karena game pada saat itu memang hanya ada di alat PlayStation yang kalau mau beli harus merogoh kocek dalam-dalam, dan tentunya tidak selalu bisa dimainkan di mana-mana. Belakangan muncul juga rental PS untuk memberikan fasilitas para maniak game.

Nah, kalau sekarang? Duh, tak usah ditanya lagi, PlayStasion versi portable udah ada,  Nintendo saja sudah sedikit lebih memudahkan untuk dimainkan di mana saja dan kapan saja. Apalagi game online yang bisa diakses di gawai alias gadget maupun di laptop. Itu sih, sangat-sangatlah memudahkan. Bahkan bisa dimainkan di mana saja, kapan saja, dan pastinya oleh siapa saja. Toh, tinggal instal game online di android nggak bayar alias bisa cuma-cuma didapat dari google playstore. Walau, memang ada yang bayar, tapi itu, sih, nggak seberapa banyak ketimbang yang gratisan.

 

Teperdaya game

Apa aja, sih, game yang lagi tren? Ya, siapa sih, yang nggak kenal sama game yang bernama Mobile Legend? Trennya buangett, sampe ada event meet and greet antar pemainnya kok. Banyak yang datang? Wuih, tentunya remaja yang jumlahnya ribuan. Nah, tren, toh?

Ketenaran Mobile Legend kalau di kalangan para gamers adalah hal biasa. Why? Karena mereka main banyak game, tak hanya Mobile Legend, AOV, dan Lineage Revolution, pun tak kalah tren. Tapi yang mau saya fokuskan kali ini memanglah Mobile Legend, karena game ini pengaruhnya kuat sekali. Bagaimana tidak, dari gamers professional, sampai dengan gamers amatir, semuanya mencoba Mobile Legend. Dari anak-anak hingga ke bapak-bapak. Bahkan trennya game COC aja kalah. Entah itu tujuannya hanya untuk ikutan ngetren, ataupun memang berniat main untuk berkompetisi.

Sobat gaulislam, menurut cowok, menjadi gamer adalah identitas yang keren. Nggak jarang kok para gamers berkoar-koar di dunia maya kalau dia adalah gamer. Bahkan yang bukan gamer tulen pun ikut-ikutan ngaku gamer yang profesional. Duh, capek deh.

Terus menurut cewek? Gimana, nih, girls? Hihihihi. Menurut kalian apakah cowok gamer itu keren? Secara, ya, mereka sering banget membanggakan hasil penelitian para peneliti tentang positifnya main game, yakni meningkatkan kecerdasan otak. Tapi jarang dari mereka yang seharusnya juga memperhatikan dampak negatifnya. Seperti contoh yang paling ekstrim: kerusakan otak bahkan mata. Nah, keren?

Hello Bro, apa yang kalian harapkan dari sebuah game? Refreshing? Boleh aja, kalau nggak berlebihan. Seperlunya aja lah. Kecerdasan? Emang game satu-satunya solusi? Kenapa nggak main puzzle atau rubik, gitu? Hehehe…

Uang? Emang nggak haram, cuma haruskah ngorbanin hidup demi uang? Kalau otaknya atau matanya rusak, ujung-ujungnya juga menghambur-hamburkan uang (baca: ngeluarin uang buat berobat). Emangnya kalian nggak mikirin masa depan? Kalian hidup penuh tanggungjawab. Kalau nge-game terus, kapan waktu untuk kehidupan sosialmu? Kapan cari ilmu buat bekal masa depan di akhirat? Inget lho, kalau kalian suatu hari akan berkeluarga, menjadi seorang suami dan seorang ayah yang wajib menafkahi anak dan isteri.

Seharusnya sedari remaja, kalian sudah memikirkan hal yang begituan? Belajar untuk bertanggungjawab. Memang menikah bukan hal yang sepenuhnya pasti akan terjadi. Tapi kematian? Kalian udah nyiapin? Dengan main game, seberapa pahala yang bisa kalian dapat? Poin yang kalian dapatkan di dalam game bukanlah poin yang bisa menjamin kalian bisa masuk surga, loh. Emangnya nggak mau masuk surga?

So, jangan teperdaya (ini bener lho nulisnya, selama ini biasanya orang-orang nulisnya terpedaya, ternyata menurut KBBI yang benar adalah teperdaya). Apa makna teperdaya? Tertipu! Hadeuh, nggak enak banget tertipu game. Jangan sampe, deh!

 

Cowok gamer, diminati?

Sobat gaulislam, menurut kamu yang muslimah, lelaki seperti apakah yang ingin kalian jadikan imam dalam hidup nanti? Apakah gamer? Kalau kalian mau keluarga kalian harmonis dan diberkahi Allah, pasti jawabannya adalah ‘tidak’. Kenapa? Bayangin, deh. Sholat subuh nggak bangun, karena semalaman bergadang buat push rank. Sholat Dzuhur sama sholat Ashar pengen cepet-cepet, nggak jamaah di masjid karena nggak mau ketinggalan main bareng sama gamer yang lain. Apalagi kalau mainnya udah tim-tim-an. Pastinya susah mau ninggalin nge-game bentar. Ditinggal semenit aja udah di protes sama anggota timnya.

Eh, sholat Maghrib sama Isya juga gitu. Duh, kan sedih. Gimana mau dapetin berkahnya sebuah pernikahan kalau gitu? Jangankan waktu buat Allah, buat kamu sebagai istrinya aja boro-boro diluangin. Kalau ada meme yang bilang, “Anak gamer itu, game aja diperjuangin, apalagi kamu”, itu sih, kelewat basi en omdo alias omong doang. Pada faktanya cowok yang punya pasangan cowok gamer, hampir seratus persen nggak ada waktu buat bertatap muka. Jangankan bertatap muka, ngirim kabar aja jarangnya minta ampun. So, di mana tanggungjawabnya? Cowok yang punya mental pemalas dan lemah dikarenakan hiburan yang melenakan, apakah pantas untuk dijadikan imam yang baik? Think it.

Bro, main game memang asal hukumnya adalah mubah. Namun kalau sampai melalaikan yang wajib bisa jadi haram, loh. Lagipula, kalau sekadar, ya, sekadarnya saja. Jangan sampai kecanduan. Lebih baik banyak-banyak mencari ilmu. Baik ilmu agama, maupun ilmu yang umum, yang bermanfaat. Hiburan sekali-kali, silahkan saja, jangan tiap hari, tiap saat, ya. Bahaya. Kok bisa? Iya, karena kata Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, “Hiburlah hatimu sekadarnya, sebab hati itu apabila lelah ia menjadi buta.”

Tuh, catet ya!

 

Ciri-ciri orang yang kecanduan game

Nah, kamu perlu tahu nih. Biar nggak kebabturki, eh, kebablasan. WHO (World Health Organization alias Organisasi Kesehatan Dunia) pernah merilis beberapa poin, saya kutip aja, ya. Pertama, orang yang cecanduan game bisa dilihat dari intensitas atau frekuensi bermain. Semakin lama dia bermain game, maka candu itu akan semakin kuat. Bahkan sampai ada kasus gamer yang meninggal di warnet karena selama sepuluh hari berturut-turut bermain game tanpa henti. Nah, kalau gini, meninggalnya husnul khotimah atau su’ul khotimah, guys? Nau’udzubillah min dzalik.

Padahal, ya, kalau kita mentadabburi al-Quran surat adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

Lah, kalau gitu, usahakan kita bisa melakukan sesuatu itu karena kita ingin mendapatkan ridha Allah Ta’ala, Bro en Sis. Supaya kita bisa meninggal dalam keadaan husnul khotimah nantinya. Insya Allah. Aamiin.

Kedua, cenderung memprioritaskan Game di atas kegiatan yang lain. Jangankan sholat, ya. Makan dan tidur aja ditinggalin, loh. Sebab, kecanduannya itu udah level akut, sih. Jadi ya, lapar dan kantuk pun nggak ngaruh. Maksain banget tetap berjuang main game.

Ketiga, sekalipun sadar kalau dampak negatif bermain game sudah mulai terasa, mereka akan tetap melanjutkan permainan. Ada juga gamer yang ternyata menyadari dampak negatifnya, seperti, mata yang tiba-tiba sakit, punggung sakit, namun mereka lebih memilih untuk mengabaikannya. Kalau parah banget, banget, banget, maka nyawa pun bisa mereka korbankan. Demi apa? Nah, udah bener-bener mati, rasa, loh. Kalau sama diri sendiri aja dia nggak peduli, apalagi kalau sama keluarga, terutama pada istri dan anaknya nanti. Bener apa betul?

Candu game memanglah tak mengenal status. Siapapun bisa terkena wabahnya. Tak peduli itu santri, anak rohis, ataupun remas (remaja masjid) sekalipun. Kalau kita tak kuat pondasi imannya, ya, candu itu akan meruntuhkan pondasi yang lemah itu, lalu melalaikan kita dari beribadah dan taat kepada Allah. Inget, bahwa syaitan itu memiliki seribu satu macam cara untuk menjerumuskan kita, manusia ke dalam api neraka Jahannam. Termasuk permainan game yang awalnya adalah mubah ini, tapi karena digeber abis-abisan sampe lupa segalanya, terutama kewajiban ibadah. Waspadalah!

Sekarang harus bagaimana? Sadar diri, Bro. Penyesalan itu di akhir. Segera sadar kalo udah ngerasa terseret arus candu game. Setelah sadar ngapain? Hmm.. ya lanjut dengan rajin menuntut ilmu, semangat mengamalkannya, dan berkumpullah juga dengan orang-orang yang bisa mengajak ke dalam arena kebaikan (apalagi jika bisa ikut serta dalam aktivitas dakwah, keren tuh!). Ya, berdakwah, mengajak saudara-saudara yang masih tersesat agar menuju ke jalan yang benar, yang  diridhai oleh Allah Ta’ala.

Beneran. Jangan sampe deh diajak ke arena anak gamer. Aduh, itu sih bisa kacau. Sekadar meningatkan ya, anak gamer itu adalah salah satu kondisi dimana pondasi iman mereka nggak dikuatkan, ya. Dibiarkan sesuai hawa nafsunya.

Mulai sekarang, kita dan teman-teman yang masih doyan nge-game, sadarlah. Belajar Islam dengan semangat, dan jangan lupa senantiasa berdoa agar Allah menguatkan iman dan menjaga kita dari hal-hal buruk akibat game. Terutama lalai dalam menjalankan perintah-Nya, Bro en Sis. Berdoalah agar kita bisa mengalahkan keinginan untuk main game. Jauhkan godaan dari kecanduan main game. Duh, malu benar kalo dapat gelar cowok game-mania. Sadarlah, Bro! [Natasha ADW | IG @natashaara11]