Monday, 9 December 2024, 02:33

gaulislam edisi 510/tahun ke-10 (7 Dzulqa’dah 1438 H/ 31 Juli 2017)

 

Entah kenapa banyak orang sering banget ngejailin, ngisengin, atau malah mem-bully orang lain (ada yang bernada candaan, nggak sedikit yang berirama kebencian). Di dunia nyata getol, eh di dunia maya juga pol. Bener-bener deh. Apa mereka nggak mikirin dampaknya ya? Eh, jangan-jangan kita juga pernah tuh mem-bully orang lain? Hmm.. silakan diinget-inget lagi, mungkin pernah. Tapi kalo nggak pernah syukurlah.

Sobat gaulislam, istilah cyberbullying ini muncul ketika media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan banyak orang dalam ngumpul, berkomunikasi, dan bergaul. Sebenarnya medsos bisa tanpa bullying, lho. Tapi anehnya banyak juga yang menggunakannya untuk mem-bully. Ya, ibarat pisau bermata dua, media sosial bisa untuk menebar kebaikan dengan cepat, namun menaburkan konten negatif semisal bullying juga nggak kalah cepat tersebar. Waspadalah!

Nggak sedikit lho yang pernah jadi korban ancaman, pelecehan, penghinaan, dan bahkan dipermalukan ketika menggunakan internet, baik via laptop maupun smartphone. Nah, kalo ada korban, berarti ada pelaku dong ya? Betul! Udah jadi rahasia umum pelaku cyberbullying biasa menghina dan mempermalukan orang lain yang nggak disukainya melalui media sosial. Kalo yang sehari-hari di media sosial kayaknya merasakan deh, apalagi jika ada data dan fakta valid hasil survei, bisa bikin ngeri!

Menurut catatan di Kompas.com,  Instagram menjadi media sosial yang paling umum digunakan untuk melakukan perisakan/perundungan di internet, alias cyberbullying. Setidaknya begitu menurut hasil survei dari lembaga donasi anti-bullying, Ditch The Label.

Cyberbullying yang dimaksud dalam hal ini mencakup komentar negatif pada postingan tertentu, pesan personal tak bersahabat, serta menyebarkan postingan atau profil akun media sosial tertentu dengan mengolok-olok.

Tak kurang dari 10.000 remaja berusia 12 hingga 20 tahun yang berdomisili di Inggris dijadikan sebagai sumber survei. Hasil survei menunjukkan, lebih dari 42 persen korban cyberbullying mengaku mendapatkannya di Instagram, sebagaimana dilaporkan Mashable dan dihimpun KompasTekno, Jumat (21/7/2017).

Sementara itu, 37 persen korban cyberbullying mengaku mengalami perisakan/perundungan via Facebook, dan 31 persen di Snapchat. Survey ini menunjukkan pergeseran platform untuk melakukan perundungan.

Data ini untuk kasus di Inggris, lho. Nggak menutup kemungkinan di negeri kita juga nggak jauh beda kasusnya. Berdasarkan pantauan saya sih, walau bukan niatnya survei, hanya sekadar melihat selintas akun-akun facebook, instagram, dan twitter ada banyak juga yang melakukan cyberbullying. Dalam survei yang dilakukan Ditch The Label menarik juga mengapa Instagram jadi pilihan untuk lakukan aksi bullying. Why?

 

Mengapa Instagram?

Ini pertanyaan menarik bagi saya. Walau saya nggak banyak update foto dan caption di Instagram, tapi pernah lihat sih kasusnya, selain juga mendapat info dari orang-orang tertentu terkait informasi ancaman, pelecehan dan penghinaan yang dilakukan remaja di media sosial bernama Instagram.

Berdasarkan berita di Kompas.com, Instagram sejatinya merupakan platform untuk berbagi konten visual, bukan teks. Meski demikian, komentar-komentar yang merespons konten visual pengguna agaknya banyak yang tergolong sebagai cyberbullying.

“Saya menyetel akun Instagram dalam mode privasi. Seseorang yang tak saya kenal tiba-tiba memiliki foto saya entah dari mana. Ia mengatakan bakal menaruh (atau mengedit) wajah saya pada foto telanjang jika saya tak angkat teleponnya,” kata seorang remaja 13 tahun ketika diwawancara untuk kebutuhan survei Ditch The Label. (Kompas.com, 21 Juli 2017).

Nah, sebenarnya komentar-komentar negatif yang merespon gambar atau foto nggak hanya di Instagram, lho. Di media sosial lain juga bertebaran. Bahkan tahun 2013, sekira 87 persen remaja mengaku dibully di Facebook. Cuma sekarang sudah bergeser ke Instagram. Hehe.. padahal Instagram juga dibeli sama Facebook. Jangan-jangan para pembully sebenarnya di lingkaran media sosial yang sama, hanya beda platform. Hadeuuh!

 

Bullying itu nggak beradab

Sobat gaulislam, kamu pastinya nggak percaya kalo ada santri yang melakukan cyberbullying. Awalnya saya juga nggak percaya, cuma setelah melihat faktanya jadi percaya, apalagi yang menyampaikan juga guru di pesantren tersebut. Aduuuh.. bikin malu aja! Santri gitu lho. Padahal kan mereka belajar al-Quran, menghafal al-Quran, belajar akidah, belajar adab, dan tsaqafah Islam lainnya. Kok bisa sih, di medsos menulis komentar kasar berupa pelecehan, penghinaan, dan bahkan mempermalukan. Lebih parah lagi bila yang jadi sasasaran bully bukan hanya sesama santri, tetapi juga menghina gurunya. Waduh!

Sebenarnya kasus bully di media sosial bukan hanya marak sekarang atau setahun dua tahun kemarin. Ini sejatinya sudah lama, lho. Sejak saya mulai mengenal internet pada tahun 1996 dan aktif menggunakannya sejak 1998 sampai sekarang, konten bullying itu sudah ada walau nggak separah sekarang. Puncaknya memang ketika mulai bertebaran situs jejaring sosial. Maka, pada tahun 2007 saya sudah menulis buku dan diterbitkan dengan judul “Gaul Tekno Tanpa Error”. Itu untuk merespon cara bergaul remaja di internet dan juga pengguna ponsel. Dilanjut tahun 2015 saya menulis buku dengan judul “SOSMED Addict” juga untuk menanggapi maraknya dampak negatif (termasuk ada juga yang positif) bermunculannya platform media sosial. Silakan baca aja kedua buku tersebut ya (saya juga jualan kok bukunya, eh, malah iklan!)

Ya, emang nggak beradab tuh orang yang menghina dan melecehkan orang lain, baik di dunia maya maupun di dunia nyata, baik secara konten gambar/foto maupun komentar (teks). Sama saja nggak beradabnya. Malah jauh sebelum itu, di film-film Warkop DKI di masa lalu komentar negatif juga dihamburkan begitu saja. Waktu SD sih saat nonton film itu di tahun 80-an, saya merasa lucu, tapi mulai SMA (awal 90-an) saya nggak menyukainya. Gimana nggak, meski maksudnya bercanda, tapi ya menghina dan melecehkan. Misalnya nih, jangan dijadikan contoh ya. Ini kata-kata Om Kasino di film “Gengsi Dong” (1980) ketika bertemu Dono, “Muke apa bemo, Mas?”. Atau di film “Pintar-Pintar Bodoh” (1980), Om Kasino juga ngomentarin Dono, “Bego dipiara. Kambing dipiara bisa gemuk!” Begitu juga di film “Dongkrak Antik” (1982), “Dasar monyet bau, kadal bintit, muka gepeng, kecoa bunting, babi ngepet, dinosaurus, brontosaurus, kirik…!” Hadeuuh kalo sekarang tayang di tipi bisa kena sensor karena masuk kategori bullying dengan kata-kata pelecehan, tuh. Tapi nggak tahu juga sih, kali aja tetep lolos sensor karena mungkin sudah menjadi prilaku masyarakat sejak dulu sampai sekarang. Tapi perilaku masyarakat yang nggak beradab. Nggak banget, deh!

So, kalo zaman sekarang masih ada perilaku model gitu, berarti masyarakat kita secara umum belum beradab. Padahal, banyak di antara mereka mengaku muslim. Duh, jadi malu dan perlu segera dilakukan perubahan. Beneran!

 

Belajar dari Islam

Berbicara sesuai tuntunan Rasulullah dapat menyelamatkan kita dari siksa neraka dan memasukkan kita ke dalam surga. Dari Sahl bin Saad radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda,

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada di antara dua jenggotnya (yaitu lisannya) dan yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluannya), maka Aku memberikan jaminan surga kepadanya.” (Muttafaqun alaih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Bukan seorang mukmin apabila ia suka menghujat, suka melaknat, berkata keji dan buruk.” (HR Tirmidzi)

Tuh, dari dua hadits ini aja seharusnya kita lebih hati-hati ya, Bro en Sis. Hati-hati menjaga lisan dan tulisan. Jangan sampai deh kita terjerumus dalam dosa tersebab bicara dan berkomentar melalui tulisan di media sosial dengan konten yang buruk dan keji. Waspadalah!

Sobat gaulislam, nih ada tambahan hadits lainnya. Dari Abu Hurairah radiyallahuanhu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak, maka diamlah.” (Muttafaqalaih: al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Adakalanya diam itu lebih baik daripada berbicara, sehingga ada perkataan bahwa diam itu emas. Luqman berkata pada anaknya, “Jika berkata dalam kebaikan adalah perak, maka diam dari berkata yang mengandung dosa adalah emas.”

Ok deh, mulai sekarang: stop bullying di medsos (dan juga di dunia nyata, dong ya). Itu nggak baik. Apalagi dilakukan sesama muslim. Waduh, bikin malu aja deh.

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.” (HR Bukhari, no. 10)

Yuk ah, benahi akun medsos kita (instagram, facebook, twitter dan lainnya) agar isinya bermanfaat. Nggak ada kata-kata atau komentar atau gambar/foto yang isinya melecehkan, menghina, mengancam, mengolok-olok dan mempermalukan orang lain. Bullying di medsos lebih berbahaya lho ketimbang di dunia nyata. Sebab, di medsos bisa jadi semua teman dalam lingkaran pergaulan kita banyak yang tahu karena foto dan komentar kita bisa dibaca follower atau teman kita (apalagi jika di-share lagi, bisa viral tuh!). Ngeri banget kalo itu keburukan jadi nyebar cepet. So, jaga lisan dan tangan kita dari berbuat dosa, semisal bullying ini. Bisa ya. Harus! [O. Solihin | IG: @osolihin]